Rabu, 25 September 2013

Andika Eka Cahya KPI 1-C TUGAS 3_EMILE DURKHEIM

THE DIVISION OF LABOR IN SOCIETY
      The Division of Labor Society (Durkheim, 1893-1964) terkenal sebagai karya sosiologi klasik pertama (Tiryakian, 1994). Di dalamnya, Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Dalam ini Durkheim terutama ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas.
      Selama hidupnya di Perancis, Durkheim merasakan adanya krisis moral. Revolusi Perancis telah mengiring orang untuk terpusat pada hak-hak individual yang sering mengekspresikan diri sebagai serangan terhadap otoritas tradisional dan keyakinan religius. Gejala ini terus berlanjut bahkan setelah pemerintahan revolusioner berakhir. Pada pertengahan abad ke-19, banyak orang yang merasa keteraturan masyarakat terancam karena mereka hanya memikirkan diri sendiri dan bukan masyarakat.
      Tesis The Division of Labor adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Kelihatanya pembagian kerja memang menjadi tuntutan ekonomi yang merusak solidaritas social, akan tetapi Durkheim berpendapat bahwa "fungsi ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkanya. Maka fungsi sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih."
      
      Solidaritas Mekanis dan organis
      Durkheim membagi dua tipe solidaritas, mekanis dan organis. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis.
      Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru dengan perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbebeda-beda (Perrin 1995).
 
Dinamika Penduduk
      Bagi Durkheim, pembagian kerja adalah fakta sosial material karena merupakan bagian dari interaksi dalam dunia sosial. Konsep ini merujuk pada jumlah orang dalam masyarakat dan banyaknya interaksi yang terjadi di antara mereka. Semakin banyak orang berarti makin meningkatnya kompetisi memperebutkan sumber-sumber yang terbatas, sementara makin meningkatnya jumlah interaksi akan berarti makin meningkatnya perjuangan untuk bertahan di antara komponen-komponen masyarakat yang pada dasarnya sama. Perbedaan terakhir antara soldaritas mekanis dan solidaritas organis adalah bahwa dalam masyarakat dengan solidaritas organis, kompetisi yang kurang dan diferensiasi yang tinggi memungkinkan orang bekerja dan sama-sama ditopang oleh sumber daya yang sama. Oleh karena itu, diferensiasi justru mencipatakan ikatan yang lebih erat dibanding persamaan.
 
       Hukum Represif dan Restitutif
      Dalam karyanya The Division of Labor in Society, Durkheim mencoba mengkaji perbedaan antara hokum dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis dan masyarakat dengan solidaritas organis (Cotterrell, 1999)
      Menurut Durkheim masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hokum Represif. Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama-sama, apapun pelanggaran terhadap system nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu.
      Sebaliknya, masyarakat dengan solidaritas organis dibentuk oleh hokum restitutif, dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka. Dalam masyarakat seperti ini, pelanggaran dilihat sebagai serangan individu tertentu dari masyarakat dan bukannya terhadap system moral itu sendiri.
 
       Normal dan Patologi
      Persoalan yang paling controversial dalam pendapat Durkheim adalah bahwa sosiolog mampu memdedakan antara masyarakat sehat dan masyarakat patologis. Selain Division of Labor,  Durkheim menulis buku lain, The Rules. Salah satu yang diusahakan Durkheim dalam buku ini adalah menjelaskan dan membela ide ini. Ia mengklaim bahwa masyarakt yang sehat bias diketahui karena sosiolog akan menemukan kondisi yang sama dalam masyarakat lain yang sedang berada pada level yang sama. Jika masyarakat tidak berada dalam kondisi yang biasanya harus dimilikinya, maka bias jadi masyarakat itu sedang mengalami patologi.
 
 
Keadilan
      Agar pembagian kerja dapat berfungsi sebagai moral dan secara sosial menjadi kekuatan pemersatu dalam masyarakat modern, maka anomi, pembagian kerja yang dipaksakan, dan koordinasi yang kurang sempurna dari spesialisasi kerja mesti jadi ditangani sedemikian rupa. Bagi Durkheim kata kunci untuk persoalan ini adalah keadilan sosial.
 
 
 
ELEMENTARY FORMS OF RELIGIOUS LIFE
      Raymond Aron (1965: 45) mengatakan The Elementary Forms of Religious Life adalah karya Durkheim yang paling penting, paling besar, dan paling orisinal. Collins dan Makowsky (1998: 107) mengatakan karya ini "berangkali sebagai satu-satunya buku terbaik pada abad ke-20." Dalam buku ini Durkheim menempatkan sosiologi agama dan teori pengetahuan di bagian depan. Durkheim berpendapat bahwa secara simbolis masyarakat menubuh ke dalam masyarakat itu sendiri. Agama adalah sistem simbol yang dengannya masyarakat dapat menyadari dirinya. Inilah satu-satunya cara yang bisa menjelaskan kenapa setiap masyarakat memiliki kepercayaan agama, akan tetapi masing-masing kepercayaan tersebut berbeda satu sama lain. Sosiologi agamanya terdiri dari usaha mengindetifikasi hakikat agama yang selalu ada sepanjang zaman dengan menganalisis bentuk-bentuk agama yang paling primitif. Menurut Durkheim sistem ide agama primitif kurang berkembang ketimbang agama modern, yang menyebabkan ia kurang dikenal. Bentuk agama dalam masyarakat primitif bisa dilihat dalam seluruh keaslian mereka, dan tidak membutuhkan usaha keras untuk mengungkapnya. Dalam hal ini, kalau agama dalam masyarakat modern memiliki bentuk yang bermacam-macam, dalam masyarakat primitif agama memiliki persesuaian intelektual dan moral. Sementara teori pengetahuanya berusaha menghubungkan kategori-kategori fundamental pikiran manusia dengan asal muasal sosial mereka. Adalah berkat kecerdasan Durkheim yang tinggi sehngga dia mampu menunjukan hubungan sosiologis antara dua teka-teki berbeda. Singkat kata, dia menemukan hakikat abadi agama dengan cara memisahkan yang sakral dari yang profan. Yang sakral tercipta melalui ritual-ritual yang mengubah kekuatan moral masyarakat menjadi symbol-simbol religius yang mengikat individu dalam suatu kelompok. Argument Durkheim yang sangat berani adalah bahwa ikatan moral ini kemudian berubah menjadi ikatan kognitif  karena kategori-kategori pemahaman, semisal klasifikasi, waktu, tempat, dan penyebab, semuanya berasal dari dari ritual keagamaan.
     Masyarakat menciptakan agama dengan mendefinisikan fenomena tertentu sebagai sesuatu yang sakral sementara yang lain sebagai profan. Aspek realitas sosial yang didefinisikan dan dianggap sakral inilah yaitu suatu yang terpisah dari peristiwa sehari-hari yang membentuk esensi agama. Segala sesuatu yang selainya didefinisikan dan dianggap profan tempat umum, suatu yang bisa dipakai, aspek kehidupan duniawi. Di satu pihak, sikap-sikap terhadap fenomena-fenomena inilah yang membuatnya dari profan menjadi sakral. Pernyataan yang mesti diajukan kepada Durkheim adalah, apa sumber dari rasa hormat, kagum, dan bertanggung jawab ini?
      Di sini Durkheim tetap mempertahankan kebenaran esensial agama sembari mengungkapkan realitas sosialnya. Durkheim tidak percaya bahwa agama itu tidak ada sama sekali karena tak lebih dari sekedar sebuah ilusi. Setiap fenomena sosial yang mudah menyebar mesti memiliki kebenaran. Namun, kebenaran tersebut belum tentu sama dengan apa yang diyakini oleh para penganutnya. Sebenarnya, sebagai orang agnostic yang ketat, Durkheim tidak percaya dengan realitas supranatural apa pun yang menjadi sumber perasaan agama tersebut. Namun ada suatu kekuatan moral yang superior yang member inspirasi kepada penganut, dan kekuatan itu adalah masyarakat, bukan tuhan. Durkheim berpendapat bahwa secara simbolis masyarakat menubuh kedalam masyarakat itu sendiri. Agama adalah sistem simbol yang denganya masyarakat dapat menyadari dirinya. Inilah satu-satunya cara yang bisa menjelaskan kenapa setiap masyarakat memiliki kepercayaan agama, akan tetapi masing-masing kepercayaan tersebut berbeda satu sama lain.
     
Refrensi
Ritzer, George. (2008). Teori Sosiologi Modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini