Selasa, 19 Mei 2015

Legenda Sungai Janiah Oleh Istianah

Istihanah Jamil Ali
1112052000004
Metlit Kualitatif, Cerita Mistis dan Rasionalisasinya
BPI VI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Legenda Sungai Janiah

Tersebutlah sebuah daerah di Sumatera Barat kecamatan, kanagarian Tabek Panjang Baso, yang bahkan hingga saat ini terkenal dengan objek wisata dan cerita misitis turun-temurun, Sungai Janiah sebuah tempat wisata yang terkenal dengan ratusan ikan dengan ukuran yang lumayan besar, berwana abu-abu dan da beberapa dengan sedikit corak kemerahan. Air sungai konon bersumber dari mata air dari bukit, ada pula yang beranggapan sungai tesebut terhubung dengan laut bahkan ada pula yang beranggapan sungai tersebut terhubung dengan dunia lain. Banyak beredar versi yang berbeda mengenai legenda Sungai Janiah

Pada jaman dahulu ketika di puncak Gunung Marapi persediaan air sedang sulit Sutan Basa diperintah untuk mencari tempat baru untuk penduduk. Sutan Basa menemukan kawasan yang memiliki sungai dan mata air yang sangat jernih yaitu  Sungai Janiah. Namun tempat itu telah ditempati oleh bangsa jin, maka Sutan Basa menyampaikan keinginannya kepada jin tinggal di tempat itu bersama kelompoknya.
Mereka boleh tinggal dengan syarat paman Sutan Basa yaitu Datuk Rajo Nando, anak keturunannya bila menebang pohon, maka sisa dari pohon tersebut harus dibuang ke arah jatuhnya pohon. Kalau kesepakatan ini dilanggar, maka keturunan dari keduanya akan memakan kerak-kerak lumut, tempatnya tidak diudara tidak juga di daratan.
Suatu waktu ada keinginan untuk membangun gedung pertemuan atau balairung untuk tempat berkumpul. Maka ditugaskanlah sekelompok orang untuk mencari kayu sebagai tonggaknya. Namun saat menebang pohon mereka lupa akan janji yang telah disepakati oleh kepala suku. Karena tidak mengindahkan janji tersebut maka hasil tebangan pohon tersebut mengenai anak- anak jin yang membuat marah keluarga jin, mereka menurunkan batu-batu dari Bukit Batanjua yang ada di sekitar sungai tersebut, yang menyebabkan gempa. Keadaan ini menyebabkan hubungan tidak harmonis antara keduanya.
Suatu waktu Datuak Rajo Nando dan istrinya pergi ke ladang dengan meninggalkan anak perempuan mereka berusia 8 bulan. Setelah pulang dari ladang, mereka tak menemukan anak tersebut. Lalu istri Datuak Rajo Nando bermimpi agar memanggil anaknya di Sungai Janiah dengan cara membawa beras dan padi dan memanggil anaknya. Esok harinya dilakukanlah seperti di mimpinya.
Setelah dipanggil datanglah dua ekor ikan yang satu tampak jelas dan yang satu lagi tampak samar. Ternyata ikan yang tampak jelas itu adalah anak Datuak Rajo Nando dan satunya lagi adalah anak jin. Hal ini terjadi karena keduanya telah melanggar janji, sehingga harus menanggung akibatnya.
Versi yang berbeda biasa diceritakan para ibu pada anaknya menjelang tidur,begitu pula dengan saya, saya mendapatkan cerita ini dari Ayah saya yang memang penduduk asli yang tidak jauh dari lokasi objek wisata suangai janiah tersebut. Suatu masa hiduplah seorang ibu dan dua orang anaknya, sebutalah si buyung dan si upik. Buyung dan upik tidak terpaut usia yang jauh, keduanya sangat gemar bermain layaknya anak apda usia mereka. Suatu ketika sang ibu hendak pergi kenduru ke desa sebelah. Meski desa tersebut bersebelahan namun jarak yang ditempuh lumayan jauh. Untuk dapat mencapai desa tersebut jarak terdekat adalah dengan menemph rute perbukitan dan hutan.
            Sang ibu menyarankan agar kedua anaknya tetap di rumah dan menunggu kedatangannya, namun kedua anak tersebut bersikeras untuk tetap ikut. Sang ibu mencoba memberikan pengertian tentang kondisi jalan yang akan ditemuh, jauh dan sulit, pada akhirnya si buyung dan upik pun mau menerima untuk tetap tiggal dirumah.
            Si ibu pun memulai perjalanan seorang diri, hampir setengah perjalanan si ibu baru menyadari bahwa ada orang yang mengendap mengikutinya dari belakang. Terlambat ternyata orang yang mengikutnya adalah kedua anaknya. Dengan enggan si ibu pun mengajak kedua anaknya ikutserta. Setelah berjalan beberapa saat, cuaca kian terik dan perhatian kedua anak tersebut terpaku pada sebuah mata air, kedua anak tersebut pun merengek meminta beristirahat dan mandi sejenak, si ibu menyanggupi, namun kedua anak tesebut malah keasyikan main di air dan meyakinkan ibunya bahwa mereka akan memilih untuk pulang saja setelah mandi dan berjanji tidak ikut serta dengan ibu mereka. Kemudian sang ibu pun melanjutkan perjalanan seorang diri.
            Petang pun menjelang, jalan setapak kian temaram menuju gelap. Si ibu bergegas pulang setelah selesai kenduri, mengkhawatirkan kedua anaknya. Hari sudah gelap si ibu yakin anaknya pasti sudah sampai dirumah. Namun naas tak satupun anaknya berada dirumah. Susah payah si ibu mencari kedua anaknya sampai kembali ke mata air tempat anaknya terakhir du jumpainya. Begitu gelap keaadan sekitar mata air, si ibu berteriak-teriak memanggil nama kedua anaknya, namun tiada satupun yang dilihatnya. Dengan hati iba dan putus asa, si ibu kembali kerumah mengharap anaknya sudah ada di rumah.
            Hari-hari berlalu namu kedua anaknya tak kunjung ditemukan, hingga suatu malam sang ibu bermimpi ada sepasang ikan di sebuah mata air memanggil-manggil namanya. Mimpi itu terus saja menghantunya hingga ibu tersebut memutuskan untuk kembali ke mata air tempat dia meninggalkan anaknya. Tetap saja tak satu orangpun dijumpainya, dalam keadaan putus asa, si ibu menangis di tepian mata air, kemudian mendekat padanya sepasang ikan. Memantapnya dengan pandangan iba. Ibu tersebut heran mendapati kedua ikan tersebut menatapnya dengan tatapan iba seakan mengerti perasaannya. Si ibu memperhatikan dengan seksama salah satu ikan tersebut menggunakan subang (anting-anting), dukuah (kalung) dan gelang yang persis sama dengan yang dikenakan putrinya. Iapun mau tak mau meyakini bahwa kedua anaknya telah menjelma menjadi ikan dikarenakan tuah mata air tersebut.

            Dapat diambil kesimpulan dari kedua versi cerita diatas sama-sama mengiyakan adanya kekuatan mistis di mata air sunagi janiah tersebut. Bahkan hingga kini masyarakat sekitar tetap menuahkan ikan-ikan sekitaran sungai janiah tersebut. Ikan-ikanya sama sekali tidak di konsumsi dan kalaupun ada yang mati, dan masyarakat mengetahuinya akan dikuburkan layaknya manusia. Beberapa testimony orang dulu mengatakan kendatipun ikan yang sudah mati tersebut digoreng, tidak akan pernah matang. Atau dalam beberapa kasus ikan akan secara misterius menghilang setelah ada di pariuak (penggorengan).
            Sebenarnya jika di telusuri kearifan local dari legenda yang ada ini mengajarkan kita untuk lebih ramah dengan sesama makhluk. Kalaulah ikan-ikan yang unik tersebut tidak dilindungi dengan kisah-kisah mistis pastilah sudah punah sejak dulu oleh ketamakan manusia. Begitu pula dengan mata airnya, kalaulah di eksploitasi secara berlebihan pasti akan membawa dampak yang buruk, tidak hanya bagi ikan-ikan yang tiggal di dalamnya namun juga manusia yang hidup disekitarnya. Dampaknya positif dari pemeliharaan kisah mistis tersebut terasa hingga kini, mata air telah menjadi objek wisata yang terkenal dan dilindungi.

Identitas Narasumber
Nama                           : Ali Zamril Sikumbang
Ttl                                : Painan, 05-04-1964
Pekerjaan                     : Wiraswasta
Pendidikan terakhir    : S1 STAIN Bukittinggi
   Besar di Canduang, Agam Sumatera Barat
Tinggal                        :  Jalan Pagujaten RT/RW 07/07 no.7a Pasar Minggu Jak-Sel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini