Jumat, 17 Mei 2013

GLOBALISASI ABDU RAHMAN 9


ABDU RAHMAN
1110051000004
GLOBALISASI
Istilah konstruksi social atas realitas (social construction of reality) menjadi terkenal ketika diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Kedua pemikir ini hanya meneruskan apa yang digagas oleh Giambitissta Vico yang kemudian banyak disebut sebagai cikal bakal konstruktivisme. Menurut Hamad (2004: 11-13 ) tentang proses konstruksi realitas,prinsipnya setiap upaya "menceritakan" (konseptualisasi) sebuah peristiwa,keadaan, atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksi realitas. Laporan tentang kegiatan orang berkumpul di sebuah lapangan terbuka guna mendengarkan pidato politik pada musim pemilu,misalnya adalah hasil konstruksi realitas mengenai peristiwa yang lazimnya disebut kampanye pemilu itu. Begitulah setiap hasil laporan adalah hasil konstruksi realitas atas kejadian yang dilaporkan.

Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa,maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna.Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (Constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna.
Dalam proses konstruksi realitas,bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas.Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi.Dalam konteks media massa ,keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas realitas media yang akan muncul di benak khalayak.Oleh karena persoalan makna itulah,maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas,terlebih atas hasilnya (makna atau citra). Penggunaan bahasa tertentu dengan demikian berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandungnya.Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya.
Dari uraian tersebut maka media telah menjadi sumber informasi yang dominan tidak saja bagi individu tetapi juga bagi masyarakat dalam memperoleh gambaran realitas mengenai suatu peristiwa. Ada dua konsep dalam melihat realitas yang direfleksikan media. Pertama,konsep media secara aktif yang memandang media sebagai partisipan yang turut mengkonstruksi pesan sehingga muncul pandangan bahwa tidak ada realitas sesungguhnya dalam media.Kedua,konsep media secara pasif yang memandang media hanya sebagai saluran yang menyalurkan pesan-pesan sesungguhnya,dalam hal ini media berfungsi sebagai sarana yang netral,media menampilkan suatu realitas apa adanya.
Dalam konteks ini,maka konsep media secara aktif menjadi relevan dalam kaitannya dengan permasalahn yang akan  diteliti. Hal ini juga sesuai dengan paradigm konstruksionis yang digunakan,yang memandang media dilihat bukan sebagai saluran yang bebas atau netral melainkan sebagai subyek yang mengkonstruksi realitas,dimana para pekerja yang terlibat dalam memproduksi pesan juga menyertakan pandangan,bias dan pemihakannya.
Karenanya,sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Wartawan bisa mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa dan itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu,yang diwujudkan dalam teks berita.Berita dalam pandangan konstruksi social,bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Disini realitas bukan dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Dalam proses internalisasi,wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas.Hasildari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika tersebut. (Eriyanto,2004:17).
Sobur (2001:91) menulis,istilah konstruksi realitas menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckman (1996) melalui bukunya " The Social Construction of Reality : A Treatise in the Sociological of Knowledge", dan kemudian diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia dibawah judul "Tafsir Sosial atas Kenyataan : Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan " (1990). Dalam buku tersebut mereka menggambarkan  proses social melalui tindakan dan interaksinya,dimana individu secara intens menciptkana suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.
Berger dan Luckman memulai penjelasan realitas social dengan memisahkan pemahaman "kenyataan" dan "pengetahuan". Mereka mengartikan realitas sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas,yang diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara,pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik secara spesifik.
Menurut Berger dan Luckmann, realitas social dikonstruksi melalui eksternalisasi,obyektivasi,dan internalisasi. Konstruksi social,dalam pandangan mereka,tidak berlangsung dalam ruang hampa,namun sarat dengan kepentingan-kepentingan. Eksternalisasi adalah penyesuaian diri individu dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Internalisasi adalah proses dimana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga social atau organisasi social tempat individu menjadi anggotanya. Sedangkan obyektivasi adalah interaksi social yang terjadi dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan atau mengalami proses intitusionalisasi. (OD/Oeripm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini