Jumat, 14 September 2012

Teori Fungsionalis Menurut Emile Durkheim

Teori Fungsionalis Menurut Emile Durkheim
Oleh: Ahmad Afandi PMI 3
Tugas 1
Sebelum kita mengetahui tentang teori fungsionalis ini, siapa itu Emile Durkheim? Emile Durkheim adalah salah satu dari peletak dasar ilmu sosial modern yang paling terkemuka. namanya selalu disejajarkan dengan dua tokoh lain, yaiut Max Weber dan Karl Marx. Seperti halnya kedua tokoh tersebut, Durkheim hidup di saat peralihan sosial dann suasana krisis sedang melanda Eropa. Meskipun dia selalu tampil dengan jawaban yang berbeda dan menggunakan pendektan metodologis yang berlainan, ketiga tokoh ini mencoba mencari jawaban atas kegelisahan sosial masyarakat pada saat itu. Sebab itulah dengan mengenal Emile Durkheim, dan tulisan-tulisannya, kita tidak hanya berkenalan dengan salah satu corak pembentukan teori, tetapi juga contoh semacam pergumulan intelektual di saat peralihan sosial sedang berlangsung. Dengan demikian usaha 'pempribumian' ilmu soiologi akan lebih mungkin dirintis. Durkheim merupakan seorang ilmuwan yang sangat produktif. Karya utamanya adalah, antara lain, The Devision of Labor Society (1964), karya pertamanya yang berbentuk disertasi doktor; Rules of  Sociological Method (1965); Suicide (1968); Moral Education (1973); dan The Elementary Forms of The Relegious Life (1966), ia pun banyak dalam majalah yang diterbitkannya L'Annee Sociologique (1896)[1].

Segera kita mulai berfikir dan mencoba menjelaskan sesuatu yang terjadi atas diri kita, yang terjadi di luar kontrol kita, kita mulai berfikir secara teoritis. Seperti yang dikemukakan dalam kuliah-kuliah teori. Teori adalah suatu usaha untuk menjelaskan pengalaman sehari-hari kita mengenai dunia, pengalaman kita yang terdekat, dalam kaitanya dengan sesuatu yang tidak begitu dekat, apakah itu tindakan orang lain, pengalaman masa lalu kita, emosi-emosi kita yang tertekan atau apa saja. Kadang-kadang, dan ini yang barangkali paling sulit, penjelasan itu berkaitan dengan sesuatu yang tidak kita miliki dan tidak dapat mempunyai pengalaman langsung sama sekali, tapi justru pada tingkat teori itu menceritakan sesuatu yang baru tentang dunia kepada kita.
Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang 'berbeda', hal ini disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan organisasi yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut menurut Durkheim memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat " patologis ". Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium, atau sebagai suatu system yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimabangan atau perubahan social.
Dan Emile Durkheim merupakan seorang tokoh sosiologi klasik yang secara rinci membahas konsep fungsi dan menggunakanya dalam analisis terhadap berbagai pokok pembahasanya. Dalam bukunya The Devision of Labor Society (1964), misalnya, selain membahas secara rinci konsep fungsi ia pun membahas fungsi pembagian kerja dalam masyarakat. Apa fungsi pembagian kerja dalam masyarakat "to ask ehat function of the devision of labor is to seek for the need which it supplies," ujar Durkheim.
Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan 'struktural fungsional' merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme struktural atau 'analisa sistem' pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur.

            Perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi. Secara kualitatif fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu.
Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang "berbeda" dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik seorang ahli sosiologi Perancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat "patologis". Sebagai contoh dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini ( fungsional – structural ) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya.


[1] Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi,  Jakarta 2004, hlm. 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini