Pendahuluan
Jika membicarakan tentang sosiologi, maka tidak terlepas juga pada pembahasan teori kritis. Biasanya teori kritis ini digunakan untuk mengunkap kekuatan-kekuatan penindas dalammasyarakat dengan menggunakan analisis dialektika. Teori kritis juga berfungsi untuk mengungkap dasar sebuah pemikiran dari kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan. Toeri kritis menekankan perhatiannya yang asangat besar pada alat-alat komunikasi yang ada dalam masyarakat. Alat komunikasi tersebut merupakansebuah sarana untuk mengkreasikan kreativitas individu dalam sebuah informasi. Namun, sekarang ini suda menjadi rahasia umum bahwa dalam sebuah informasi yang disajikanterdapat tekanan-tekanan kepentingan dalam proses pembuatannya.
Tidak jarang terjadi kendala dalam mengkreasikan sebuahinformasi karena adanya sebuah kendala yang muncul dari golongan elite yang mendominasi sebuah informasi demi kepentingan pribadinya. Dengan teori kritis ini maka berbagai masalah yang dihadapi masyarakat terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam media yang berkaitan dengan kepentingan pribadi. Menurut penganut teori ini bahwa informasi yang disajikan media semuanya mengandung kepentinga, sehingga mereka tidakmudah untuk percaya begitu saja terhadapinformasi yang disajikan oleh media.Teori kritis juga menganggap teorisasi yang ada tersebut hanyalah sebuah permukaan dari suatu pemikiran yang sesungguhnya bias dan ditujukan hanya untuk kepuasan diri sendiri. Maka kita sebagai audience yang pintar harus dapat membedakan informasi yang netral dengan informasi yang memihak pada para kapitalis yanghanya ingin meraup sebuah keuntungan dari sebuah informasi.
Metode Studi
Dalam penulisan karya tulis ini, saya menggunakan metode studi pustaka. Metode Studi Pustaka merupakan metode yang dilakukan dengan mengambil data atau keterangan dari buku literatur di perpustakaan dan data lain yang mendukung temapembahasan kali ini,seperti internet. Buku yang dipergunakan dalam penulisan karya ini adalah Teori Sosiologi Modern (George Ritzer & Douglas J. Goodman, 1994), Akar-Akar Ideologi: Pengantar Kajian konsep Ideologi dari Plato hingga Bourdieu (Bagus Takwin) dan Teori Komunikasi (Litttlejohn dan Foss, 2011).
Analisis
Teori ini adalah sebuah teori yang berjuang untuk pembebasan dan perubahan dalam susunan social yang dominan. Hal ini karena mereka ingin memperoleh pengetahuan mengenai dunia social sehingga mereka dapat mengubahnya. Tujuan tersebut biasanya menagandung makna politis. Teori ini juga beranggapan bahwa dengan mengenali masyarakat, kita dapat memberikan prioritas pada nilai-nilai kemanusiaan yang paling penting. Teori ini juga sangat perhatian dengan bagaimana kekuasaan, penindasan, dan hak istimewa adalah produk dari bentuk komunikasi tertentu dalam masyarakat.[1]
Teori kritis merupakan sebuah kombinasi paradigma fakta sosial dan definisi sosial dengan titik tekan pada kritik social.[2] Max Horkheimer dikenal sebagai peletak pertama Teori kritis yang dikenal saat ini. Tokoh ini dikenal sebagai Direktur pada Institut fur Sozialforschung (institute Penelitian Sosial) di Frankfurt yang didirikan pada tahun 1923. Proyek teori kritis ini adalah pengembangan dari filsafat kritis yang telah dirintis sejak zaman Hegel dan Karl Marx. Dalam mengembangkan teori kritis, dia bersama dua kawan lainnya, yaitu Theodor Adorno dan Herbert Marcuse mulai melontarkan kritik-kritik tajam terhadap masyarakat industri maju pada tahun 1960-an. Ketiga tokoh termsyur inilah yang kemudian dikenal sebagai pelopor Mazhab Frankfurt (die Frankfurter Schule).[3]
Teori kritis benar-benar mencapai puncak di bawah Jurgen Habermas dan Max Horkheimer. Teori Kritis di bawah tanggung jawab Horkheimer mengalami jalan buntu, namun tidak lama kemudian Jurgen Habermas melakukan revisi-revisi atas teori kritis. Habermas dapat dipandang sebagai pewaris dari teori kritis. Sampai sekarang teori kritis masih tetap konsisten untuk menyerang kapitalisme yang tidak manusiawi. Teori kritis dikaji melalui dialektika antara teori kritis dengan teori tradisional, di samping itu ia juga bermaksud membongkar kedok-kedok teori tradisional mengenai pertautan pengetahuan dengan kepentingan. Perlu diketahui bahwa ilmu pengetahuan, menurut Habermas, dibedakan menjadi tiga kategori dengan tiga macam kepentingan yang mendasarinya. Pertama, kelompok ilmu empiris, kepentingannya adalah menaklukkan, menemukan hukum-hukum dan mengontrol alam. Kedua, ilmu-ilmu humaniora, yang memiliki kepentingan praktis dan saling memahami,. Kepentingan ilmu ini bukan untuk mendominasi atau menguasai, juga bukan membebaskan, tetapi memperluas saling pemahaman. Ketiga, ilmu kritis yang dikembangkan melalui refleksi diri, sehingga melalui refleksi diri, kita dapat memahami kondisi-kondisi yang tidak adil dan tidak manusiawi dalam kehidupan. Kepentingannya adalah emansipatoris.[4]
Setidaknya, ada enam tema yang menjadi fokus perhatian mereka dalam pengembangan teori kritis sebagaimana dirumuskan oleh Habermas, salah satu tokoh mazhab Frankfurt yang brilian, yaitu: bentuk-bentuk integrasi sosial masyarakat postliberal, sosialisasi dan perkembangan ego, media massa dan kebudayaan massa, psikologi sosial protes, teori seni dan kritik atas positivesme. Selain Max Horkheimer dan Jurgen Habermas terdapat pemikiran mengenai teori kritis dari Socrates dengan memberikan sebuah metode yang dikenal dengan Metode Socrates. Metode ini merupakan suatu cara berpikir dimana untuk memulai suatu diskursus diawali dengan sebuah pertanyaan. Metode ini merupakan suatu metode untuk membangun diskusi yang komperhensif yang saling membantu dalam membangun suatu pengertian terhadap suatu persoalan. [5]
Selanjutnya pemikiran kritis yang dikembangkan oleh Immanuel Kant dengan pendapatnya yaitu das ding an sich yang menyatakan bahwa manusia sebagai subjek tidak dapat menangkap realitas sebenarnya dari suatu objek.[6] Teori Kant ini merupakan suatu teori yang berusaha untuk menjembatani 2 paham yang besar yang sebelumnya bertentangan yaitu antara rasionalisme. Kant menyatakan bahwa sebenarnya yang ditangkap oleh manusia terhadap suatu objek hanyalah suatu fenomena - yang bukan sebenarnya - dari realitas objek tersebut yang disebut Kant sebagai noumena. Fenomena ini merupakan penampakan dari noumena. Penampakan ini menurut Kant sudah dipengaruhi ruang dan waktu serta kualitas dan kuantitasnya. Hal ini menurut Kant sangat bergantung dari persepsi yang terdapat dalam pikiran manusia tersebut dan manusia tersebut dalam membuat persepsinya sangat dipengaruhi oleh kategori-kategori dalam menilai suatu objek yang dipersepsikan itu. Kategori inilah yang di dalam teori Kant disebut dengan kategoris imperatif. Kategoris imperatif adalah suatu keharusan dan kewajiban di dalam diri manusia yang dikaitkan dengan ide-ide metafisik tertentu.[7]
Jadi secara garis besar teori kritis ini membahas tentang unsure-unsur yang berperan dibalik sebuah informasi yang disajikan oleh media. Pertama, teori kritis ini membahas aktor atau orang yang berperan dalam pendominasian oleh kelompok tertentu yang mengakibatkan sebuah kegagalan dalam pengontrolan dari massa yaitu sulitnya audience membedakan mana yang merupakan sebuah kesadaran diri dan kultur. Kedua, yaitu dialektika yang membahas tentang adanya totalitas sosial.
[1] Litttlejohn dan Foss. Teori Komunikasi. 2011. Jakarta: Salemba Humanika. Hal. 432
[3] http://sufyan-ahamad-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-71901-%20Tokoh%20Sosiologi-ringkasan%20teori%20kritis.html
[4] http://rennynataliaa.blogspot.com/2013/01/teori-kritis-habermas.html
[5] Kumara Ari Yuana, The Greatest philosophers: 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM – Abad 21 yang Menginspirasi Dunia Bisnis (Yogyakarta: penerbit Andi, 2010), hal. 33.
[6] Bagus Takwin, akar-akar ideologi: Pengantar Kajian konsep Ideologi dari Plato hingga Bourdieu (Yogyakarta: Jalasutra), hal. 47.
[7] http://filsafat.kompasiana.com/2013/04/01/-teori-kritis-socrates-kant-marx-dan-hegel-541919.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar