Selasa, 07 Mei 2013

pertanian berkelanjutan_umu salamah_ekoman


Nama              : Umu Salamah (1110054000016)
Mata kuliah   : Ekologi Manusia
Judul              : pertanian Berkelanjutan

Ada Apa Dengan Sistem Pertanian Masa Kini?
Pendekatan pembangunan disektor pertanian selama ini menekankan penerapan metode-metode intensif modal seperti yang dikemukanakan oelh Wirtheim betting on the strong atau mengandalkan petani kaya. Bentuk kenyataannya adalah Revolusi Hijau. Kebijakan pertanian ini berorientasi pada kebutuhan ekonomi dan politik jangka pendek, sesuai dengan dinamika pasar dan politik. Seperti diparodikan oleh Vandana Shiva, dalam konteks pasar ini, yang namanya sustainabilitas nyatanya adalah memastikan terus menerus arus bahan mentah untuk proses produksi industry, arus menumpukan komoditas yang tak henti-henti, serta akumulasi modal tanpa batas (Shiva 1992: 217). Pendekatan ini disebut juga HEIA (Hight External Input Agriculture), seperti ciri monokulturnya dengan benih-benih hasil rekayasa, penggunaan pupuk dan pestisida buatan antara lain membawa konsekuensi besar bagi lingkungan alam maupun bagi struktur agrarian, hubungan sosial produksi bahkan juga pada kelestarian khasanah pengetahuan pertanian local. 
Pennggunaan pupuk buatan yang berlebihan pada jangka panjang mempunyai efek negative bagi kehidupan dan keseimbangan tanah, serta memberikan andil pada pembentukan efek rumah kaca bumi. Penggunaan pestisida bukan hanya membunuh organism yang merugikan oertanian, namun juga membunuh organism yang berguna. Boleh dikatakan sebagian besar pestisida justru masuk keudara, tanah dan air dengan efek sangat merugikan karena sifatnya yang tidak mudah terurai dan terserap dalam rantai makanan yang pada akhirnya mencapai manusia. Dari waktu kewaktu hama menjadi kebal terhadap pestisida yang digunakan, memaksa orang menggunakan dosis lebih besar atau mengembangkan pestisida baru dalam suatu proses yang mahal. Penggunaan varietas benih unggul hasil rekayasa merupakan satu paket dengan pupuk buatan dan pestisida buatan, membuat petani terjebak dalam suatu ketergantungan teknologi dan system produksi mahal yang tidak berujung. Selain itu, ketergantungan pada benih-benih hasil rekayasa lembaga-lembaga penelitian yang jauh dari kehidupan petani local.
Permasalahan yang kini dihadapi berciri multidimensi, yakni:
a.       Degradasi lingkungan oleh eksploitasi sumberdaya alam skala besar dari penerapan HEIA dan oleh praktek petani marginal yang terpaksa mengandalkan teknik pertanian buruk untuk menyambung hidup;
b.      Tumbuhnya masa petani dan masyarakat desa yang miskin serta tidak memiliki penguasaan terhadap sumberdaya produksi pertanian sehingga rentan terhadap eksploitasi;
Pertanian alternative/ berkelanjutan dapat merupakan konsep pertanian yang membawa penyelesaian permasalahan multidimensi diatas. Konsep pertanian berkelanjutan atau pertanian alternative merupakan reaksi terhadap pendekatan pertanian jangka pendek yang hanya menekankan produktivitas tanpa mempertimbangkan berlangsungnya sumebrdaya yang dimanfaatkan. Dalam hal ini, sumber inspirasi pertanian berkelanjutan adalah sitem pertanian tradisional dan petani-petani yang menerapkan system pertanian organic.

Pendefinisian Sistem Pertanian Berkelanjutan
Prinsip-prinsip keberlanjutan yang kemudian terkenal dengan istilah Natural Step ini adalah sebagai berikut (Suzuki 1997: 231):
1.      Alam tidak dapat menanggung beban dari penimbunan secara sistematis dari bahan-bahan hasil penambangan dari kulit bumi seperti mineral, minyak dan sebagainya;
2.      Alam tidak dapat menanggung dari penimbunan secara sistematis dari bahan-bahan rekayasa pemanen buatan manusia misalnya PCB;
3.      Alam tidak dapat menanggung beban dari perusakan secara sistematis dari kemampuannya untuk memperbarui dirinya misalnya ikan lebih cepat dari kemampuannya memulihkan poulasinya atau konversi tanah subur menjadi gurun pasir;
Dengan demikian, bila kehidupan ingin lestari maka kita harus:
a.       Efesiensi memanfaatkan sumberdaya
b.      Menegakkan keadilan karena kemiskinan akan membawa pada usaha dengan perspektif jangka pendek yang merudka lingkungan, misalnya hutan yang dibutuhkan oleh semua untuk kehidupan jangka pendek.
Kritik terhadap konsep pertanian kini dominan dan lebih dikenal sebagai Hight External Input Agriculture atau HEIA serta pendekatan pertanian alternative dengan pendekatan ekologis, merupakan bagian dari keresahan terhadap prilaku manusia terhadap alam seperti tercermin pada pembahasan diatas. Selanjutnya, pembahasan keberlanjutan akan difokuskan pada system pertanian. Dua definisi yang dikemukakan disini menegaskan bahwa pertanian keberlanjutan bukan suatu system pertanian eksotis yang semata menekankan kelestarian alam, namun harus merupakan system yang memenuhi kebutuhan manusia. Definisi dari Technical Advisory Committee Of The GGIAR (1988) memperlihatkan kedua sisi dari pertanian berkelanjutan ini: "pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam" (Reijntjes Haverkort dan Waters-Bayer 1999). Dalam definisi dibawah ini altieri (1987: xiv) mengemukakan cirri agroekologi dari suatu system pertanian alternative bagi pertanian konvensional atau yang biasa disebut HEIA:" Pertanian tradisional dinegara sedang berkembang memberikan banyak contoh dan inspirasi bagi pendekatan agroekologi diatas. System pertanian HEAI mengejar produktifiats yang tinggi. Namun dalam keberhasilannya HEIA menuntut pengorbanan dalam bentuk menurunnya keberlanjutan, pemerataan, stabilitas dan akhirnya juga prudktifitas dari system pertanian itu snediri. Sebaliknya, system pertanian tradisional dikembangkan dengan demikian pertanian itu menyebar resiko lingkungan ekonomi dan dengan demikian mempertahankan produktifitas system pertanian untuk jangka panjang. Prinsip dan praktek pertanian yang umumnya melekat pada system tradisional adalah:
1.      Penerapan keragaman spasial dan temporal untuk menjamin produksi pangan yang tidak terputus dengan meminimalisir penumpukan hasil panen dengan segala resikonya serta menjamin perlindungan permukaan lahan oleh tanaman secara terus menurus;
2.      Kombinasi tanaman, masing-masing dengan cirri tumbuh, kanopi dan struktur akan, yang membuat pemanfaatan iput alam seperti nutrient, air dan sinar matahari menjadi optimal;
3.      Mempertahankan kesuburan tanah dengan memberakan lahan, menerpakan system rotasi dan masukan nutrient berupa kotoran ternak dan serasah;
4.      Penyesuaian pola tanam dan jenis tanaman dengan ketersedian air dan pola hujan;
5.      Mengeloala ancaman dari hama dan penyekit dengan keragaman tanaman, perubahan masa tanam, serta pemanfaatan insektisida dari tanaman (Altieri: 72)
Seperti dikemukakan oleh Vandana Shiva (1992: 206), asal pengertian resource mengandung arti tumbuh dari bumi secara terus menerus, juga setelah dimanfaatkan. Artian yang terkandung dalam pengertian re-source ini menekankan kekuatan alam untuk regenerasi, serta hubungan timbale balim dengan yang memanfaatkannya. Pandangan mengenai sumberdaya ini sejalan dengan pandangan yang melandasi pertanian tradisional, namun  dengan berkembangnya kapitalisme industry dan kolonialisme, terjadi perubahan radikal dari artian yang dikandung pengertian re-sources. Alam tidak lagi dipandang sebagai berkembang dalam hubungan timbale balik dengan manusia, dalam suatu proses co-evolusi. Kemampuan alam ber-regenerasi tidak mendapat tempat lagi dalam pandangan dominan manusia. Sejak iu alam didegrasi menjadi gudang bahan mentah yang dapat dimanfaatkan untuk produksi komoditi.
Fikret Berkes (1993) mencoba mengkontraskan system pengetahuan local/ indigenous knowledge dengan ilmu pengetahuan formal. Berkes menyakini bahwa prinsip-prinsip pengetahuan local lebih menjamin suatu pendekatan terhadap alam yang lebih berkelanjutan. Sedangkan system ilmu pengetahuan formal jelas terbukti telah menghasilkan pendekatan yang berdampak negative terhadap pelestarian alam dan dengan demikian mengancam keberlanjutan dari penghidupan.
Kekuatan kapitalisme industry dan kolonialisme dengan cepat menghancurkan pengetahuan tradisional mengenai alam yang telah diperoleh manusia melalui jangka waktu yang panjang. Hecht (1987: 2-4) mengemukakan tiga proses dimana pengetahuan mengenai alam dan pertanian tradisional disingkirkan dan dilupakan:
1.      Industrialisasi diBarat dan kolonialisme dimasyarakat non-Barat telah meniadakan kelembagaan tradisional seperti system tenurial, tataguna tanah, pengetahuan mengenai alam dan pertanian, serta mekanisme transfer pengetahuan kegenrasi berikutnya. Kelembagaan tradisional ini seringkali terintegrasi atau terjalin erat dengan agama-agama asli di Barat maupun di masyarakat non-Barat yang umumnya menjadi target perubahan.
2.      Pengintegrasian masyarakat non-Barat kedalam system ekonomi global oleh kekuatan colonial umunya disertai oleh tranformasi masyarakat secara radikal. System produksi local harus menyingkir untuk kepertanian colonial dan modal besar. Populasi dipangkas oleh perbudakan colonial sampai abad ke 19 dan meledaknya wabah penyakit yang belum pernah dikenal. Penduduk yang menyingkir dari ancaman perbudakan terdampar dikawasan-kawasan yang tidak layak pertanian hard knowledge (seperti system irigasi) dan soft knowledge seperti cultivar types, system multi cropping, techniques of biological control dan manajemen tanah) tererosi atau hilang seperti dampaknya.
3.      Berkembangnya ilmu pengetahuan positivis dan masa pencerahan pada abad ke 18 menjadikan epistomologi dengan perspektif atomistic dan mekanistik sebagai dominan.
Definisi dari pertanian berkelanjutan atau pertanian alternatuf, seperti dikemukakan diatas, dapat dioperasionalisasikan lebih jauh menjadi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh system pertanian yang memiliki ciri berkelanjutan, seperti yang diuraikan dibawah ini:
1.      Mantap secara ekologis: kualitas sumberdaya alam dipertanahankan: kemampuan  agroekosistem (manusia, tanaman, hewan dan micro-organisme) ditingkatkan melalui pengelolaan sacara biologis (regulasi sendiri) dengan penggunaan sumberdaya yang bisa diperbaharui
2.      Layak secara ekonomis: produk usaha tani harus mencukupi kebutuhan serta menutuoi biaya produksi. Kelayakan ekonomi dari system pertanian berkelanjutan harus dapat diukur juga dari kemampuannya melestarikan sumberdaya dan meminimalkan resiko
3.      Adil: sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pokok dan hak-hak anggi=ota masyarakat untuk memperoleh akses pada tanah, modal, dukungan teknologi dan informasi terpenuhi
4.      manusiawi: Semua bentuk kehidupan seperti manusia, tanaman dan hewan dihargai. Integritas budaya dan spiritualitas masyarakat dipelihara. Untuk ini nilai0nilai kemanusiaan yang mendasar-kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerja sama dan rasa sayang harus diperjuangkan.
5.      Luwes: petani harus mampu menyesuaikan usaha pertaniannya dengan perubahan-jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar yang berlangsung terus. Penyesuaian ini menyangkut dimensi teknologi maupun sosial dan budaya.
Dapat dilihat disini bahwa keberlanjutan tidak hanya menjangkau aspek teknologi dan ekonomi saja, namun juga mencakup aspek-aspek fundamental sepertikeadilan dan kemanusiaan. Hal ini karena manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem. Persyaratan system pertanian berkelanjutan seperti diatas masih terlalu abstrak dan tidak cukup memberikan pedomana yang lebih spesifik bagi system pertanian yang berkelanjutan. Elemen-elemen dibawah ini lebih spesifik menjawab kondisi yang dipersyaratkan bagi pertanian berkelanjutan (Altieri: 60):
a.       Mengurangi penggunaan energy dan sumberdaya
b.      Menerapkan metode produksi yang mengembalikan mekanisme homeostatic yang kondusif bagi stabilitas komunitas, mengoptimalkan perputaran nutrien, maksimalisasi pemanfaatan beragam fungsi dari lingkungan dan memastikan aliran energy yang efesien
c.       Menggalakan budidaya pangan yang sesuai dengan kondisi alam dan sosial ekonomi setempat
d.      Mengurangi biaya dan meningkatkan efesiensi dan kelayakan ekonomi dari usaha pertanian rumah tangga, dengan demikian memajukan suatu sistek pertanian yang memiliki keragaman dan ketahanan yang tinggi

Asumsi Dasar Dari Pertanian Berkelanjutan
Menilik pengaruh-pengaruh penting yang mendorong perkembangan pendekatan agroekologi dan pertanian berkelanjutan akan membantu kita memahami lebih baik perspektif yang diusung oleh pendekatan alternative ini.
Pengaruh pertama, datang dari perkembangan didalam ilmu pertanian sendiri sejak tahun 1920an. Pandangan-pandangan baru bermunculan yang menghubungkan tanaman pertanian dengan lingkungan yang lebih luas. Dengan kata lain, merupakan proses awal dari perkembangan suatu pertanaian yang lebig ekologis.
Pengaruh kedua, datang dari gerakan lingkungan sejak tahun 1960an. Diawali oleh gerakan pemikiran yang berperspektif Malthusian yang menerangkan krisis lingkungan oleh kegagalan teknologi dan tekanan penduduk.
Pengaruh ketiga, datang dari studi-studi dan konsep-konsep yang dihasilkan oleh para pakar ekologi. Kerangka konseptual dan bahasa dari agroekologi pada dasarnya diambil alih dari ekologi. Perkembangan pesat dari studi-studi mengenai ekosistem alam tropic, telah mendorong perhatian pada dampak ekspensi pertanian (modern) monokultur terhadap zona-zona dengan cirri diversitas yang luar biasa tingginya.
Pengaruh keempat, datang dari penghargaan kembali terhadap system produksi tradisional atau system produksi masyarakat asli.
Pengaruh kelima, adalah dari sudut studi-studi pembangunan. Studi-studi masyarakat pedesaan menguak struktur agrarian dan hubungan sosial pertanian, serta menyoroti ampak dari teknologi dan system budidaya yang dipaksakan dari luar, ekspansi ekonomi pasar dan komersialisasi pertanian terhadap masyarakat desa dan lingkungan alam. Terutama studi-studi mengenani Revolusi Hijau telah mencetuskan kesadarn terhadap bias pandangan mengenai pembangunan.
Pertanian Berkelanjutan Dalam Konteks Indonesia
Meningkatkan skala usaha pertanian sebagai solusi masih dominan: pandangan yang sangat umum dikalangan akademis bahwa salah satu factor menentukan menuju sector pertanian yang modern dan dapat bersaing adalah perluasan skala unit pertanian. Untuk banyak kalangan, reforma agrarian utamanya adalah mengupayakan terbentuknya suatu lapisan petani dengan sumberdaya yang cukup bagi suatu unit pertanian yang layak secara ekonomis. Pandangan ini berkaitan yang kian terpuruk. Konsep agribisnis menghendaki unit-unit usaha tani yang berorientasi padar dan ekonomi berbasiskan pertanian yang modern dan berdaya saing tinggi. Peningkatan produktivitas dan daya saing, juga merupakan factor-faktor yang dianggap esensial dalam merevitalisasi pertanian. Model co-management a]dan kerjasama swasta perani juga merupakan model yang dianggap dapat mendongkrak sector pertanian, sekaligus ekonomi secara keseluruhan. Factor lain yang dianggap esensial dalam rangka revitalisasi pertanian adalah peningkatan akses petani pada sumberdaya dan supporting system.
Beberapa tahun belakang ini terlihat suatu perkembangan menarik, dimana inisiatif kerah pertanian berkelanjutan diambil sendiri oleh petani maupun agribisnis menengah. Agribisnis kecil dan menengah tumbuh sebagai kombinasi respon terhadap kebutuhan kelas menengah dan warga asing, antara lain kebutuhan akan produk-produk pertanian organic. Namun lebih menarik lagi karena potensi dampaknya yang lbih luas adalah pergeseran yang mulai terlihat kearah pertanian berkelanjutan lebih popouler dengan istilah pertanian organic diantara petani-petani kecil.
Dalam hal petani, beberapa factor memegang peranan penting dalam mendorong tendensi ini.
1.      Harga-harga input pertanian yang membumbung tinggi bersamaan dengan defaluasi rupiah. Petani terpaksa mencari jalan keluar mengurangi ketergantungan dari input pertanian luar yang mahal.
2.      Pengaruh dari LSM yang berkecimpung didalam pelestarian dalam dan hak-hak petani.
3.      Gelombang pengorganisasian petani setelah rezim Soeharto jatuh dan reformasi poliyik mengembalikan hak demokrasi pada petani. LSM berperan penting dalam usaha petani mengorganisir diri.
4.      Sekolah lapang pembasmian hama terpadu.























Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini