Rabu, 30 Oktober 2013

Muhammad firdaos_PMI 3_Tugas UTS

Tema : Pedagang Gerobak atau Pedagang Kaki Lima
Judul Penelitian : Dampak dari adanya Pedagang Kaki Lima
Peneliti : Muhammad Firdaos (1112054000024)
I.     Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah kesempatan kerja dengan penduduk angkatan kerja. Seperti diketahui, bahwa lapangan pekerjaan perkotaan sebagian besar bergerak di sektor formal, yaitu bidang non agraris yang biasanya membutuhkan tenaga kerja dengan bekal pendidikan yang cukup tinggi.
Sisi yang berlawanan, jumlah penduduk angkatan kerja di Indonesia sebagian besar tidak mempunyai bekal pendidikan dan ketrampilan yang cukup tinggi sehingga mereka tidak dapat memenuhi kriteria-kriteria pekerjaan yang tersedia. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan semakin meningkatnya jumlah pengangguran di perkotaan. Sebagai manusia, mereka mempunyai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, dengan keterbatasan kemampuan yang ada, mereka berusaha untuk tetap bertahan demi memenuhi kebutuhan hidup. Pada akhirnya mereka beralih pada sektor informal, yaitu menjadi pedagang kaki lima.
Pedagang gerobak atau pedagang kaki lima adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum , seperti trotoar, pinggir-pinggir jalan umum, dan lain sebagainya. Dalam sosiologi perkotaan pedagang gerobak adalah salah satu unsur yang mempengaruhi perekonomian kerakyatan. Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah kesempatan kerja dengan penduduk angkatan kerja. Seperti diketahui, bahwa lapangan pekerjaan perkotaan sebagian besar bergerak di sektor formal, yaitu bidang non agraris yang biasanya membutuhkan tenaga kerja dengan bekal pendidikan yang cukup tinggi. Sisi yang berlawanan, jumlah penduduk angkatan kerja di Indonesia sebagian besar tidak mempunyai bekal pendidikan dan ketrampilan yang cukup tinggi sehingga mereka tidak dapat memenuhi kriteria-kriteria pekerjaan yang tersedia. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan semakin meningkatnya jumlah pengangguran di perkotaan. Sebagai manusia, mereka mempunyai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.
Dengan keterbatasan kemampuan yang ada, mereka berusaha untuk tetap bertahan demi memenuhi kebutuhan hidup. Pada akhirnya mereka beralih pada sektor informal, yaitu menjadi pedagang gerobak atau pedagang kaki lima.
Untuk itu, saya melakukan suatu observasi yang berkaitan dengan bagaimana keadaan para pedagang gerobak, penghasilan, suka duka mereka menjadi pedagang gerobak, harapan mereka kepada pemerintah berkaitan dengan keberlangsungan usaha mereka, serta teori sosial yang berkaitan dengan kegiatan usaha informal ini. Selain itu, observasi ini saya lakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Perkotaan dengan dosen pengampu Bpk.Tantan hermansyah.
Untuk memperkuat masalah yang akan di teliti, maka saya mencari dan menemukan teori-teori yang akan di jadikan landasan penelitian, yaitu dengan menggunakan Teori Konflik menurut Ralf Dahrendorf (1958,1959).
 
Paradigma dan pendekatan konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf (1958,1959), dalam karya Dahrendorf, pendirian teori konflik dan fungsional di sejajarkan. Menurut para fungsionalis masyarakat adalah statis atau masyarakat berada dalam keadaan berubah secara seimbang. Tetapi dahrendorf, dan teoritisi konflik lainnya, setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan. Funsionalis menekankan keteraturan masyarakat, sedangkan teoritisi konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Fungsionalis menyatakan bahwa setiap elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitas. Teoritisi konflik melihat berbagai elemen kemasyarakatan meyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan.[1]
a.      Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah mengenai pedagang kaki itu sendiri, saya dapat menarik beberapa permasalahan yang ada di pedagang kaki lima yaitu sebagai berikut:
1.      bagaimana harapan para pedagang kaki lima terhadap pemerintah ?
2.      apa dampak positif dan negative nya dari adanya pedagang kaki lima ?
b.      Pembatasan Masalah
Dari sebuah pergulatan yang beragam akan pedagang kaki lima ini, agar tidak telampaui begitu dalamnya pertanyaan dalam pembahasaan. Lingkup pembahasan lebih ditekakan pada harapan pedagang kaki lima kepada pemerintah.
II.  Pertanyaan Pokok
1.      Apa yang dimaknai dengan kota?
Menurut wikipedia Indonesia pengertian kota sebagiamana yang diterapkan di Indonesia mencakup pengertia town dan city dalam bahasa inggris. Silain itu terdapat juga kapitonim kota yang merupakan satuan admistrasi negara dibawa propinsi. Kota merupakan kawasan pemukiman yang sacara fisik ditunjukkna oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tataruang dan memeiliki fasilitas untuk mendukung warganya secara mandiri.
Secara umum kota adalah suatu daerah yang sangat maju dan modern yang dipenuhi dengan pemukiman (gedung-gedung tinggi)  dan difasilitasi dengan teknologi yang warganya dipenuhi dengan kesibukan masing-masing sehingga timbul makna individualisme.
Jadi yang dimaknai dengan kota adalah suatu tempat tinggal yang kehidupan warganya sangat modern dan maju dengan fasilitas yang mewah dan serba instan. Jalan-jalan dikota yang bagus dan terawat dipenuhi dengan kendaran yang disebabkan kesibukan warganya. Dipingir jalanya berdiri gedung-gedung tinggi dan dipadati dengan pemukiman-pemukiman (rumah) warga.
2.      Pandangan orang kota terhadap desa?
Pendapat orang kota terhadap desa beragam. Ada yang mengatak desa itu suatu daerah yang dipenuhi dengan ketenangan dan ada juga yang berpendapat desa itu sulit berkembang, baik aktivitas, sarana dan prasarana, teknologi maupun penduduknya masih tradisional. Pendapat orang diantaranya adalah bahwa desa itu merupakan tempat orang bergaul dengan rukun, tenang, aman, selaras, dan jauh dari konflik atau permasalahan dikota. Menurut mereka desa adalah suatu kenyamanan yang jauh dari huruk pikuk kebisingan perkotaan. Desa tempat yang ideal untuk mecari ketenangan dan tempat liburan setelah jenuh dengan aktivitas dikota.
Ada juga yang berpendapat bahwa desa itu masih tradisoanal dan informasi susah diakses. Oleh karena itu, orang-orang desa susah berkembang dikarenakan sulitnya mengakses informasi. Sumber daya manusianya masi minim, terbatasnya kreativitas manusia untuk berkembang dan masih banyak kemiskinan. Menurut mereka desa adalah suatu ketertinggalan baik dari gaya hidup, teknologi, pendidikan, tranportasi dan lain sebagainya.
Definis Kota dan Kesimpulnnya.
Kota menurut definisi universal adalah sebuah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukuranya, kepadatan penduduk, kepentingan atau status hukum.[2] Kota adalah suatu tempat yang sangat kompleks baik dari tempat tinggal maupun sarana prasarananya. Kota juga identik dengan kriminalitas dan kekerasan, sehingga kota diasumsikan juga oleh banyak kalangan tempat yang banyak terjadi kekerasan.
Dalam hal ini yang terbayang dalam pikiran kita bakan ketentraman. Komunitas metropolitan sering dipandang sebagai suatu latar bagi hubungan-hubungan timbal balik yang bersahabat tetapi sebagai suatu tempat anomi, tempat keterasingan dan budaya massa, tempat ketakberdayaan individu menghadapi industrialism dan kapitalisme.[3]
Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan sifat yang individual, matrealistis, penuh kemewahan,di kelilingi gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar.
Jadi, Kota dipenuhi dengan persaingan-persaingan antara warganya baik terutama dibidang ekonomi, pendidikan, tempat tinggal, kepemilikan barang, persaingan dalam mencari pekerjaan dan juga termasuk persaingan dalam mendapatkan fasilitas tranportasi umum yang saya akan teliti.
III.             Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam proses pengolahan datanya, peneliti mengolah dengan mendeskripsikan data-data yang diperoleh di lapangan yang berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengamati serta menggambarkan bagaimana kehidupan pedagang kaki lima di lingkungan sekitaran  kampus UIN Jakarta.
Pendekatan  yang saya lakukan adalah pendekatan dengan menggunakan metode observasi langsung terhadap objek terkait yaitu pedagang kaki lima dan pengamatan lokasi terjadinya yaitu di sekitaran kampus UIN Jakarta serta dengan metode kajian pustaka. Wawancara juga dilakukan dengan target narasumber pedagang kaki lima langsung yang berada di sekitar kampus UIN jakarta, tepatnya di daerah Pesanggrahan.
Dalam hal ini penulis menggambarkan langsung tentang bagaimana keadaan para pedagang gerobak, penghasilan, suka duka, serta harapan mereka terhadap keberlangsungan usaha mereka kepada pemerintah.
  a. Subjek Penelitian
a. Subjek adalah: Pedagang gerobak yang berjualan di jalan pesanggrahan (samping kampus UIN)
b. Objek penelitian  : keadaan para pedagang gerobak, penghasilan, suka duka, serta harapan mereka terhadap keberlangsungan usaha mereka kepada pemerintah.
b.  Waktu Penelitian
Saya melakukan penelitian di pesangrahan samping kampus UIN Jakarta dimulai pada tanggal 20 Oktober 2013 sampai 24 Oktober 2013.
IV.             PENEMUAN
Setelah saya analisis dari data-data yang saya dapatkan ketika penelitian, ada beberapa pokok permasalahan yang menjadi perhatian saya diantaranya adalah sebagaimana berikut:
1.      Suka duka dalam berdagang kaki lima.
2.      Tidak adanya jam kerja (kodisional).
3.      Prospek yang sangat menjanjikan.
4.      Adanya persaingann yang sehat antara para penjual dengan pejual lain.
V.                Gambaran Subjek/Objek Penelitian
Profil Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima di Lingkungan Kampus UIN Jakarta yang saya temui bukan berasal dari lingkungan kampus UIN Jakarta, seorang pedagang yang saya temui di Daerah Pesanggrahan yaitu Budi yang berusia 38 tahun dan sudah berkeluarga dia tidak berasal dari ciputat melainkan dari jawa tengah, dengan gerobak baksonya Budi berkeliling berdagang bakso dari tempat ke tempat lain tetapi akhir-akhir ini Budi lebih sering magkal di samping kampus karena berdagang di samping kampus lebih menjanjikan, Budi sudah berjualan sejak tahun 1997 dan sampai saat ini, Budi berpengahasilan 600-650 perharinya, dan di kalau para mahasiswa libur maka akan kurang penghasilannya dari 600-650. Waktu untuk bekerja pedagang bakso ini dari jam 09 siang sampai 03 sore dan itu tidak menentu.
Hubungan dia dengan pedagang kaki lima lainnya, jika saya amati, cukup baik, karena banyak sekali ia berinteraksi dengan komunitasnya, hubungan dia dengan orang yang langganan membeli dagangannya, cukup baik juga.
Lainnya hal nya dengan pedagang kaki lima yang saya temui di pesangrahan juga, pedagang itu bernama Epang umur 57 tahun dia penjual roti bakar, dan dia sudah berkeluarga mempunyai anak 4, dia berjualan roti bakar sejak tahun 2008 sampai saat ini, dia berjualan berkeliling juga dari satu tempat ke tempat lainnya, penghasilannya perhari mencapai 400 ribu.
Pedagang lain yang saya temui di sekitar kampus UIN Jakarta tepatnya di Pesanggrahan juga samping kampus, dia bernama usep pedagang pop ice dia berumur 23 tahun dia belum berkeluarga dan masih remaja, dia berasal dari ciputat, dia mulai berjualan sejak tahun2005 sampai saat ini, dia juga berjualan dengan gerobak dan berkeliling dari kampung ke kampung lain, penghasilannya perhari 200 ribu. Penyebab dia berdagang karena faktor ekonomi juga yang kurang untuk mencukupi kebutuhannya.
VI.             PEMBAHASAN
a.     Pengertian Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima (sektor informal) adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum, seperti trotoar, pinggir-pinggir jalan umum, dan lain sebagainya. Pedagang yang menjalankan usahanya dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan sarana atau perlengkapan yang mudah dibongkar pasang dan mempergunakan fasilitas umum sebagai tempat usaha. Lokasi pedagang kaki lima sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kelangsungan usaha para pedagang kaki lima, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pula volume penjualan dan tingkat keuntungan .
Pedagang Kaki Lima adalah orang yang dengan modal relatif kecil di bidang produksi dan barang-barang untuk memenuhi kelompok-kelompok tertentu didalam masyarakat, usaha-usaha tersebut dilakukan pada tempat strategis dan dalam lingkungan yang informal. Adapun pengertian Pedagang Kaki Lima dapat dijelaskan melalui ciri-ciri umum yang dikemukakan oleh Kartono , dkk (1980:3-7), yaitu : (1) merupakan pedagang yang kadang-kadang  juga sekaligus berarti produsen. (2) Ada yang menetap pada lokasi tertentu , dan ada pula yang bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain (menggunakan gerobak, pikulan, tempat stan, dsb yang tidak permanen dan bongkar pasang).(3) menjajakan bahan makanan, minuman, barang- barangkonsumsi lainnya yang tahan lama secara eceran; (4) umumnya bermodal kecil,kadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatakan sekedar komisi sebagai imbalan atas jerih payahnya; (5) kualitas barang- barang yang diperdagangkan relativ rendah dan biasanya tidak bersetandart; (6) volumeperedaran uang tidak seberapa besar, para pembeli merupakan pembeli yangberdaya beli rendah; (7) usaha skala kecil bisa berupa family enterprise, dimana ibu dan anak- anak turut membantu dalam usaha tersebut, baik langsung mau pun tidak langsung; (8) tawar menawar antar penjual dan pembeli merupakan relasi ciri yang khas pada usaha pedagang kaki lima; (9) dalam melaksanakan pekerjaannya ada yang secara penuh, sebagian lagi melaksanakan setelah kerja atau pada waktu senggang, dan ada pula yang melaksanakan musiman. Keberadaan sektor informal (PKL) juga tidak dapat dilepaskan dari proses pembangunan. Ada dua pemikiran yang berkembang dalam memahami kaitan antara pembangunan dan sector informal.
Pertama, pemikiran yang menekankan bahwa kehadiran sektor informal sebagai gejala transisi dalam proses pembangunan di Negara sedang berkembang. Sektor informal adalah tahapan yang harus dilalui dalam menuju pada tahapan modern. Pandangan ini berpendapat bahwa sektor informal berangsur- angsur akan berkembang menjadi sektor formal seiring dengan meningkatnya pembangunan. Berarti keberadaan sektor informal merupakan gejala sementara dan akan terkoreksi oleh keberhasilan pembangunan. Namun berapa lama transisi itu harus dilalui, tidak dijelaskan.Kedua, pemikiran yang berpendapat bahwa kehadiran sektor informal merupakan gejala ketidak keseimbangan pembangunan. Kehadiran sektor informal dipandang sebagai akibat kebijakan pembangunan yang dalam hal lebih berat dari pada sektor modern (perkotaan) atau industri dari pada sektortradisional (pertanian).
Sektor informal akan terus hadir dalam proses pembangunan selama sektor tradisional tidak mengalami perkembangan. Lebih jauh Effendi (1997:1) menjelaskan bahwa "keberadaan dari  kelangsungan kegiatan sektor informal dalam system ekonomi kontemporer   bukanlah suatu gejala negatif tetapi lebih sebagai realitas ekonomi kerakyatan yang berperan penting dalam pembangunan masyarakat dan pembangunan nasional. Setidaknya ketika program pembangunan kurang menyediakan peluangkerja bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala kekurangannuya mampuberperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi pencari kerja dan kaum marginal.
Begitu pun ketika kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan usaha skala besar, sektor informal kendati tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari Negara dapat memberikan subsidi sebagai penyedia barang dan jasa murah untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usahaskala besar."Sektor informal perkotaan bagi perkembangan perkotaan seperti Jakarta,Surabaya dan kota- kota besar lainnya tidak pernah bisa diabaikan begitu saja.Warga marjinal yang jumlahnya jutaan ini mempunyai andil besar bagi hidup dantumbuhnya Jakarta dan kota- kota besar lain hanyalah sebuah kota cadas tanpa keramaian. Jasa dan tenaga mereka seakan tiada pernah habis diserap roda pembangunan yang berkeinginan agar kota tetap gemerlapan, namun sayang seribu malang mimpi perubahan nasib lebih sering mendapat aib.[4]
b.       Asal-Usul Terbentuknya Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunaksan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.
Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.
 Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima.
Di beberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena mengganggu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya di sekitar rumah mereka.[5]
c.    Karakteristik Pedagang Kaki Lima
Menurut Firdausy (1995), mendeskripsikan karakteristik dan masalah yang dihadapi PKL dalam beberapa aspek, sebagai berikut :
1.      Aspek Ekonomi : PKL merupakan kegiatan ekonomi skala kecil dengan modal relatif minim. Aksesnya terbuka sehingga mudah dimasuki usaha baru, konsumen lokal dengan pendapatan menengah ke bawah, teknologi sederhana/tanpa teknologi, jaringan usaha terbatas, kegiatan usaha dikelola satu orang atau usaha keluarga dengan pola manajemen yang relatif tradisional. Selain itu, jenis komoditi yang diperdagangkan cenderung komoditi yang tidak tahan lama, seperti makanan dan minuman.
2.      Aspek Sosial-Budaya : sebagian besar pelaku berpendidikan rendah dan migran (pendatang) dengan jumlah anggota rumah tangga yang besar. Mereka juga bertempat tinggal di pemukiman kumuh.
3.      Aspek Lingkungan : kurang memperhatikan kebersihan dan berlokasi di tempat yang padat lalu lintas.
Kehidupan PKL sangat rentan, mereka tidak bisa mengambil resiko untuk tidak berdagang dalam waktu lama karena penghasilan yang diperoleh sangat bergantung pada hasil dagangan harian. Artinya faktor kesehatan mereka dapat mengakibatkan mereka kehilangan penghasilan. Besarnya resiko tersebut mendorong PKL untuk cenderung hidup hemat dan harus memanfaatkan waktu luang untuk kegiatan produktif. Mereka tidak boleh mengambil resiko dengan hidup royal dan santai. Khususnya PKL pendatang, penghasilan yang diperoleh harus dihemat agar bisa dipergunakan untuk membiayai sewa/kontrakan di kota, membiayai kebutuhan hidup keluarga di desa, membayar pinjaman/utang, dan juga untuk ditabung atau keperluan lainnya.
Jenis produk PKL sangat beragam dan disesuaikan dengan kemampuan modal pedagang, seperti makanan dan minuman, rokok, ikan hias, bunga, buahbuahan, kelontong, tambal ban, sembako, lukisan dsb. Umumnya barang dagangan dijual dengan harga lebih murah dibandingkan dengan toko-toko besar atau pusat perbelanjaan. Produk yang dijual bisa berasal dari olahan sendiri, home industri ataupun buatan pabrik/industri besar. Artinya ada keterkaitan antara PKL selaku pedagang informal dengan perusahaan besar yang berstatus formal,seperti perusahaan rokok, coca cola,aqua dan teh botol. PKL menjadi ujung tombak penjualan produk-produk pabrikan ini, meskipun mereka para PKL bukan merupakan bagian dari perusahaan tersebut.[6]
d.      Permasalahan yang sering Muncul akibat Keberadaan Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima (PKL) selalu saja menjadi masalah bagi kota-kota yang sedang berkembang apalagi bagi kota-kota besar yang sudahmempunyai predikat metropolitan. Kuatnya magnet bisnis kota-kota besar ini mampu memindahkan penduduk dari desa berurbanisasi ke kota dalam  rangka beralih profesi dari petani menjadi pedagang kecil-kecilan. Pedagang Kaki Lima (PKL) ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata diseluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. PKL ini juga timbul dari akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab didalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan, bidang perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan, sehingga menciptakan penganggur-penganggur secara cepat dan dalam jumlah yang besar. Kondisi ini memaksa mereka untuk menentukan pindah ke Ibu kota demi mendapatkehidupan yang lebih baik. sehingga umumnya para perantau dari daaerah ini memilih profesi sebagai pedagang (kaki lima).
Di beberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena keberadaan PKL sepertinya telah menjadi biang keladi kesemrawutan kota dan kemacetan lalu linta. Hal ini dapat kita dengar dan saksikan dari berita-berita baik televisi maupun surat kabar dimana masyarakat maupun pemerintah setempat tidak merasa nyaman dengan adanya PKL. Tetapi selain itu PKL sebenarnya memiliki pengaruh yang besar bagi pertumbuhan ekonomi kota.
Selain itu penurunan kualitas ruang kota ditunjukan oleh semakin tidak terkendalinya perkembangan PKL sehingga seolah-olah semua lahan kosong  yang strategis maupun tempat-tempat yang strategis merupakan hak PKL. PKL mengambil ruang dimana-mana, tidak hanya ruang kosong atau terabaikan tetapi juga pada ruang yang jelas peruntukannya secara formal. PKL secara illegal berjualan hampir diseluruh jalur pedestrian, ruang terbuka, ruang hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya karena aksesibilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk mendatangkan konsumen juga. Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang menjadi mati oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan PKL tersebut.
e.        Dampak Positif dari Hadirnya PKL
Pada umumnya barang-barang yang diusahakan PKL memiliki harga yang tidak tinggi, tersedia di banyak tempat, serta barang yang beragam, Dan uniknya keberadaan PKL bisa menjadi potensi pariwisata yang cukup menjanjikan. Sehingga PKL banyak menjamur di sudut-sudut kota, karena memang sesungguhnya pembeli utama adalah kalangan menengah kebawah yang memiliki daya beli rendah, Dampak positif terlihat pula dari segi sosial dan ekonomi karena keberadaan PKL menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi kota karena sektor informal memiliki karakteristik efisien dan ekonomis. Hal tersebut, menurut Sethurahman selaku koordinator penelitian sektor informal yang dilakukan ILO di delapan negara berkembang, karena kemampuan menciptakan surplus bagi investasi dan dapat membantu meningkatkan perekonomian.
f.        Dampak Negatif dari Hadirnya PKL
Penurunan kualitas ruang kota ditunjukan oleh semakin tidak terkendalinya perkembangan PKL sehingga seolah-olah semua lahan kosong yang strategis maupun tempat-tempat yang strategis merupakan hak para PKL. PKL mengambil ruang dimana-mana, tidak hanya ruang kosong atau terabaikan tetapi pada ruang yang jelas pertuntukkannya secara formal. PKL secara illegal berjualan hamper di seluruh jalur pedestrian, ruang terbuka, jalur hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya karena aksesibilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk mendatangkan konsumen. Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang menjadi mati oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan PKL. Keberadaan PKL yang tidak terkendali mengakibatkan pejalan kaki berdesak-desakan, sehingga dapat timbul tindak criminal (pencopetan). Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko.
VII.          HASIL PENELITIAN& ANALISIS
a. Wawancara oleh Pedagang Gerobak
1. Narasumber : Budi Santoso
Umur                      : 38 tahun
Pekerjaan    : Penjual bakso dan bubur ayam gerobak
Pertanyaan
1.      Sejak kapan anda berjualan sebagai penjual gerobak ?
Saya berjualan bakso mulai tahun 97 akhir
2.      Suka duka anda sebagai penjual gerobak ?
Kalau suka nya saya memang hobi berjualan dari kecil sedangkan duka nya kalau di uin libur penghasilan berkurang
3.      Berapa penghasilan anda perhari ?
Penghasilan kotor Kurang lebih 600 – 650 perhari
4.      Apa harapan anda kepada pemerintah terhadap nasib penjual gerobak ?
Harapan saya kepada pemerintah untuk penjual bakso seperti saya pemerintah memperbanyak  pasokan  sapi agar  harga sapi tidak melonjak naik seperti sekarang ini.
2. Narasumber : Epang sulaiman
Umur          : 57 tahun
Pekerjaan    : Penjual roti bakar gerobak
Pertanyaan
1.      Sejak kapan anda berjualan sebagai penjual gerobak ?
Saya berjualann roti bakar sejak tahun 2008
2.      Suka duka anda sebagai penjual gerobak ?
Kalau dukanya karena jarak dari rumah ke uin cukup jauh kurang lebih hampir 3km sama liburnya anak kuliahan,kalau sukanya alhamdulillah bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari bahkan bisa menyekolahkan anak saya sampai lulus kuliah di universitas indonesia
3.      Berapa penghasilan anda perhari ?
Alhamdulillah penghasilan kotornya kurang lebih hampir 400000 rupiah sehari, kalau penghasilan bersihnya hampir 100000-150000 rupiah per-hari
4.      Apa harapan anda kepada pemerintah terhadap nasib penjual gerobak ?
Pemerintah selayaknya memberikan bantuan seperti gerobak dan perhatian kepada tukang roti karena penjual seperti kita kan tanpa pengawet tidak tahan lama dan hal menyebabkan  rawannya kerugian
3.        Narasumber          : Usep
Umur                    : 23 tahun
Pekerjaan              : Penjual es pop ice gerobak
Pertanyaan
1.      Sejak kapan anda berjualan sebagai penjual gerobak ?
Kalau berjualan ini sejak tahun 2005, kalau saya kerja disini dari tahun 2010 sampai saat ini
2.      Suka duka anda sebagai penjual gerobak ?
Kalau dukanya saat cuaca tidak menentu,seperti saat hujan karena dapat mengurangi penghasilan dan adanya isu penggusuran,sukanya kalau lagi panas banyak pembeli
3.      Berapa penghasilan anda perhari ?
Penghasilan kotor kurang lebih 350000 rupiah perhari sedangkan pengahasilan bersih kurang lebih 200000 perhari
4.      Apa harapan anda kepada pemerintah terhadap nasib penjual gerobak ?
Kalau seandainya terjadi penggusuran kami berharap disediakan tempat yang lebih layak dan nyaman serta dekat dengan jangkauan konsumen.
b.       Analisis Hasil Observasi
Dari data yang saya dapatkan dapat di analisis bahwa mereka para pedagang kaki lima melakukan pekerjaan seperti itu, karena mereka bersifat statis dan perubahan, baik itu disebabkan oleh minimnya modal, kalah bersaing dengan pedagang-pedagang yang mempunyai modal banyak serta tidak mempunyai lahan tetap untuk berjualan dan minimnya skill dan talenta yang mereka miliki.
Dari hasil penelitian kepada para pedagang kaki lima atau  tukang gerobak mereka mendapatkan penghasilan perhari nya tidak seberapa tapi mereka merasa cukup dengan hasil yang mereka dapatkan. Suka duka mereka juga sebagai tukang gerobak beragam ada karena cuaca karena mereka mengandalkan cuaca seperti pedagang es ada juga tempat, mereka berjualan di daerah kampus jadi penghasilan mereka di tentukan oleh mahasiswa jika libur mereka juga tidak mendapatkan penghasilan dan rata – rata mereka tidak mempunyai pekerjaan sampingan. Harapan mereka terhadap pemerintah adalah adanya bahan pokok mereka disediakan dengan banyak agar tidak langka dan harga tidak naik, seperti daging sapi buat tukang bakso, roti untuk roti bakar dan lain sebagainya.
VIII.       PENUTUP
Kesimpulan
Pedagang Kaki Lima (sektor informal) adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum , seperti trotoar, pinggir-pinggir jalan umum, dan lain sebagainya. Jadi pedagang gerobak juga bisa disebut dengan pedagang kaki lima.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa aktifitas pedagang kaki lima atau pedagang gerobak memiliki keterkaitan dengan Teori Ekonomi Mikro. Karena adanya kegagalan pasar yang disebabkan oleh Adanya penyalahgunaan penyediaan bahan pokok, monopoli perdagangan yang dilakukan oleh oknum-oknnum tertentu. 
Dari hasil wawancara pedagang gerobak rata – rata mendapatkan penghasilan yang tidak stabil hal itu dikarenakan pendapatan mereka bergantung kepada cuaca dan jumlah konsumen.
Selain itu mereka mengharapkan pemerintah memberikan bantuan atau mempermudah akses dalam mendapatkan bahan pokok. Pedagang gerobak sudah merasa cukup dan nyaman dengan pekerjaannya mereka mensyukuri atas semua yang didapatkan.
Penulis berharap dengan adanya pedagang Gerobak mereka bisa membanu perekonomian daerah melalui sektor informal. Lokasi mereka pun sebaiknya ditempatkan dan difasilitasi selayaknya seperti pemerintah menyediakan tempat yang layak untuk para pedagang gerobak dan tempatnya pun tidak jauh dari jangkauan konsumennya agar terlihat lebih tertib. Selain itu tempatnya pun diberi fasilitas agar mempermudah dan menarik minat para konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
George Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern. Jakarta, Kencana, 2007.
Worsley, peter (editor), pengantar sosiologi : sebuah perbandingan, jilid 2, cetakan pertama, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1992
http://ramavalde92.blogspot.com/2012/11/masyarakat-desa-dan-masyarakat-kota.html


[1] Geosrge Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern. Jakarta, Kencana, 2007, hal_153
[2] http://ramavalde92.blogspot.com/2012/11/masyarakat-desa-dan-masyarakat-kota.html
[3] Peter Worley, Pengantar Sosiologi: Sebuah Pembanding Jilid 2, cetakan pertama , jakarta: PT. Tiara wacana Yogya, hal. 67
[4]Pengertian Pedagang kaki Lima diakses melalui Internet http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2205244-definisi-pedagang-kaki-lima/
[5]Asal-usul terbentuknya Pedagang Kaki Lima diakses melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_kaki_lima
[6]Karakteristik pedagang kaki lima diakses melalui internet http://eprints.undip.ac.id/4170/1/popy02.pdf  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini