Selasa, 14 April 2015

STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL oleh Luthfi Amrullah

Nama          : Lutfi Amrullah
NIM             : 1111054000016
Jurusan       : Pengembangan Masyarakat Islam (8)
Matkul          : Ekologi Manusia
STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PULAU-PULAU KECIL TERHADAP PERUBAHAN EKOLOGIS
PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia yang semakin meningkat, sementara daya dukung alam bersifat terbatas menyebabkan potensi kerusakan sumberdaya laut menjadi semakin besar. Hal ini tentunya memberikan dampak yang cukup serius bagi kelangsungan hidup nelayan, terutama nelayan-nelayan skala kecil. Kejadian ini merupakan konsekuensi logis dari ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya pesisir dan laut (Satria 2009). Selain masalah degradasi lingkungan, nelayan juga dihadapkan pada dampak perubahan iklim. Perubahan iklim dapat menyebabkan nelayan sulit menentukan musim penangkapan ikan karena cuaca yang tidak menentu dan hal ini beresiko mengubah stabilitas ekosistem, sosial ekonomi masyarakat dan merusak fungsi planet bumi sebagai penunjang kehidupan (Satria, 2009)
.
Penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan tersebut diduga kuat telah merusak ekosistem terumbu karang dan organisme lain yang bukan merupakan target penangkapan, sehingga hasil tangkapan dirasakan menurun, baik dari ukuran ikan maupun jumlah tangkapan. Komersialisasi jenis ikan tertentu dan meningkatnya permintaan terhadap ikan telah mendorong berkembangnya usaha kenelayanan destruktif. Disamping itu, terjadi kegiatan penambangan karang sebagai bahan bangunan menyebabkan rusaknya ekosistem terumbu karang.
Menurunnya hasil tangkapan nelayan tersebut akan berdampak pula pada berkurangnya pendapatan nelayan, diperkirakan akan menurunkan tingkat kesejahteraan keluarganya. Masyarakat nelayan Pulau Badi dan Pajenekang yang memiliki kedekatan fisik, teritorial dan emosional terhadap sumberdaya laut diduga melakukan strategi adaptasi menghadapi dampak perubahan ekologis tersebut.
Strategi adaptasi nelayan dipandang sebagai hal yang terkait dengan kemampuan respon masyarakat terhadap perubahan ekologis sangat penting untuk dipelajari, karena strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan memungkinkan nelayan mengatur sumberdaya terhadap persoalan-persoalan spesifik seperti fluktuasi hasil tangkapan dan menurunnya sumberdaya perikanan. Strategi adaptasi tidak hanya bermanfaat untuk menyelamatkan perekonomian nelayan namun juga menjaga ekosistem laut dan pesisir melalui suatu pola pemanfaatan yang lestari. Tujuan dari penelitian ini adalah : Pertama, mengidentifikasi bentuk-bentuk perubahan ekologis Pulau Badi dan Pajenekang. Kedua, menganalisa dampak perubahan ekologis terhadap kegiatan nelayan. Ketiga,menganalisa strategi adaptasi nelayan Pulau Badi dan Pajenekang terhadap perubahan ekologis.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2013 di Pulau Badi dan Pajenekang, Desa Mattiro Deceng, Kecamatan Liukang Tupabiring, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian merupakan desa nelayan yang sebagian besar adalah nelayan tradisional, sementara tantangan yang dihadapi cukup besar mengingat kondisi ekosistem kedua pulau ini sangat rentan terhadap perubahan ekologis, terutama kerusakan terumbu karang akibat penangkapan tidak ramah lingkungan dan aktivitas penambangan karang serta perubahan iklim yang berdampak terhadap penurunan hasil tangkapan nelayan.
Populasi dan Sampel
Populasi dari kegiatan penelitian adalah Kepala Keluarga (KK) nelayan pancing, nelayan jaring/pukat dan nelayan gae (purse seine) yang telah bekerja sebagai nelayan minimal 10 tahun. Jumlah sampel penelitian sebanyak 10 persen dari jumlah populasi Kepala Keluarga (KK) nelayan. Berdasarkan data yang ada, jumlah populasi nelayan pancing, pukat/jaring dan nelayan gae (purse seine) di Pulau Badi sebanyak 442 orang sedangkan di Pulau Pajenekang sebanyak 253 orang. Jumlah responden untuk Pulau Badi sebanyak 44 nelayan dan di Pulau Pajenekang sebanyak 25 nelayan. Jumlah informan dalam penelitian ini tidak dibatasi, dengan tujuan untuk memperkaya informasi dengan menggunakan teknik bola salju yang memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan lainnya.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh dari responden dilakukan melalui teknik survei dengan alat bantu kuesioner yang telah dipersiapkan. Sedangkan pengumpulan data dari informan (nelayan, tokoh masyarakat dan aparat desa) dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara. Selain data primer, pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder. Sumber data sekunder dapat diperoleh dari Kantor Desa Matiro Deceng, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pangkep, Biro Pusat Statistik Kabupaten Pangkep, buku, internet, jurnal-jurnal penelitian, skripsi, tesis dan laporan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data kuantitatif dilakukan melalui proses pemeriksaan data yang terkumpul (editing). Kemudian pengkodean (coding) dengan tujuan untuk menyeragamkan data. Setelah pengkodean, tahap selanjutnya adalah perhitungan persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabulasi deskriptif. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan cara mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten serta informasi-informasi yang penting lainnya yang datang dari responden maupun informan.
Analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus yang terdiri dari pengumpulan data, analisis data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Analisis data primer dan sekunder mengacu pada pendapat Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus (1998), dimana data diolah dengan melakukan tiga tahapan kegiatan dan dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan melalui verifikasi data. Analisis data kualitatif dipadukan dengan hasil interpretasi data kuantitatif.
HASIL
Bentuk-Bentuk Perubahan Ekologis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk perubahan ekologis di Pulau Badi dan Pajenekang yaitu kerusakan terumbu karang dan peningkatan intensitas gelombang dan badai. Gambar 1 menunjukkan hasil survei terhadap 44 responden tentang persepsi nelayan mengenai kondisi tutupan karang hidup yang berada di wilayah Pulau Badi saat ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sebanyak 36 responden (81,8%) mengatakan menurun, 5 responden (11,4 %) mengatakan tetap dan hanya 3 responden (6,8 %) mengatakan kondisi tutupan karang semakin meningkat. Gambar 2 menunjukkan hasil survei terhadap 44 responden tentang persepsinya terhadap intensitas gelombang dan badai saat ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sebanyak 32 responden ( 72.7 %) mengatakan intensitas gelombang dan badai semakin meningkat, 7 responden (15.9 %) mengatakan tetap dan sebanyak 5 responden (11.4 %) mengatakan intensitas gelombang dan badai semakin menurun. Sedangkan gambar 3 menunjukkan hasil survei di Pulau Pajenekang terhadap 25 responden mengenai persepsi nelayan terhadap kondisi tutupan karang hidup yang berada di wilayahnya saat ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sebanyak 20 responden (80 %) mengatakan menurun, 3 responden (12 %) mengatakan tetap berubah dan hanya 2 responden (8 %) mengatakan kondisi tutupan karang semakin meningkat. Gambar 4 menunjukkan hasil survei terhadap 25 responden tentang persepsinya terhadap intensitas gelombang dan badai saat ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sebanyak 16 responden ( 64 %) mengatakan intensitas gelombang dan badai semakin meningkat, 6 responden (24 %) mengatakan tetap dan sebanyak 3 responden (12 %) mengatakan intensitas gelombang dan badai semakin.
Dampak Perubahan Ekologis
Berdasarkan hasil observasi,survei dan informasi yang diperoleh dari informan, diperoleh bahwa dampak yang ditimbulkan perubahan ekologis di Pulau Badi berupa sulitnya menentukan daerah penangkapan, menurunnya jumlah hasil tangkapan nelayan, daerah penangkapan semakin jauh, abrasi di pemukiman penduduk serta meningkatnya resiko melaut. Sedangkan di Pulau Pajenekang, dampak perubahan ekologis berupa abrasi di pemukiman penduduk, menurunnya hasil tangkapan, daerah tangkapan semakin jauh serta meningkatnya resiko melaut. Berdasarkan hasil survei terhadap 44 responden di Pulau Badi mengenai jumlah hasil tangkapan, sebanyak 38 responden (86,4 %) mengatakan jumlah hasil tangkapan menurun, 6 responden (13,6 %) mengatakan tidak berubah/tetap dan tidak ada responden (0 %) yang mengatakan hasil tangkapan meningkat. Sedangkan hasil survei terhadap 25 responden di Pulau Pajenekang, sebanyak 20 responden (80 %) mengatakan jumlah hasil tangkapan menurun, 5 responden (20 %) mengatakan tidak berubah/tetap dan tidak ada responden (0 %) yang mengatakan hasil tangkapan meningkat.
Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis
Berdasarkan hasil observasi, survei dan wawancara dengan nelayan, baik responden maupun beberapa informan yang merepresentasikan keberadaan nelayan di Pulau Badi, diperoleh bahwa terdapat beberapa bentuk strategi adaptasi yang dilakukan nelayan di dalam merespon perubahan ekologis yang berdampak terhadap kegiatan nelayan. Nelayan Pulau Badi dapat melakukan lebih dari satu bentuk strategi adaptasi. Hasil survei terhadap 44 responden menunjukkan bahwa, sebanyak 32 responden (72,7 %) melakukan strategi menganekaragamkan alat dan teknik penangkapan, 20 responden (45,5 %) melakukan strategi memperluas daerah penangkapan, 15 responden (34,1 %) melakukan strategi menganekaragamkan sumber pendapatan, 12 responden (27,3 %) melakukan strategi memobilisasi anggota rumah tangga dan 30 responden (68,2 %) melakukan strategi memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain. Sedangkan hasil survei terhadap 25 responden di Pulau Pajenekang, menunjukkan bahwa, sebanyak 16 responden (64 %) melakukan strategi menganekaragamkan alat dan teknik penangkapan, 9 responden (36 %) melakukan strategi menganekaragamkan sumber pendapatan, 11 responden (44 %) melakukan strategi memperluas daerah penangkapan, 8 responden (32 %) melakukan strategi memobilisasi anggota rumah tangga dan 13 responden (52 %) melakukan strategi adaptasi memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk perubahan ekologis Pulau Badi dan Pajenekang berupa kerusakan terumbu karang dan meningkatnya intensitas gelombang dan badai. Dampak perubahan ekologis terhadap kegiatan nelayan secara ekologi maupun ekonomi berupa sulitnya menentukan daerah penagkapan, menurunnya hasil tangkapan, daerah penagkapan semakin jauh, terjadinya abrasi di pemukiman penduduk serta meningkatnya resiko melaut. Strategi adaptasi nelayan Pulau Badi dan Pajenekang terhadap perubahan ekologis dilakukan dalam bentuk menganekaragamkan alat dan teknik penangkapan, menganekaragamkan sumber pendapatan, memperluas daerah tangkapan, memobilisasi anggota rumah tangga serta memanfaatkan hubungan dengan pihak lain.
Perubahan ekologis merupakan dampak yang tidak dapat dihindari dari interaksi manusia dan alam yang berlangsung dalam konteks pertukaran (exchange). Sistem alam dan sistem manusia saling memberikan energi, materi dan informasi dalam jumlah dan bentuk yang berbeda satu sama lain (Dharmawan, 2007). Manusia meminta materi, energi dan informasi dari alam dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sementara itu, alam lebih banyak mendapatkan materi, energi dan informasi dari manusia dalam bentuk limbah dan polutan yang lebih banyak mendatangkan kerugian bagi kehidupan organisme lainnya.
Pertambahan penduduk yang pesat mendorong berkembangnya usaha kenelayanan destruktif, karena perlunya pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Komersialisasi jenis ikan tertentu dan meningkatnya permintaan terhadap ikan telah mendorong berkembangnya usaha kenelayanan destruktif. Penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan tersebut diduga kuat telah merusak ekosistem terumbu karang dan organisme lain yang bukan merupakan target penangkapan, sehingga hasil tangkapan dirasakan menurun, baik dari ukuran ikan maupun jumlah tangkapan. Hal tersebut diatas sejalan dengan hasil penelitian PPTK Unhas (2006) yang menunjukkan bahwa tekanan fisik terhadap kondisi terumbu karang berupa kegiatan penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bom, bius (sianida) dan cara-cara merusak lainnya. Nilai ekonomi ikan karang yang tinggi memicu masyarakat untuk melakukan penangkapan ikan karang dalam jumlah besar dengan menggunakan alat tangkap yang merusak ekosistem karang, seperti pengeboman dan penggunaan racun sianida.
Menurut penelitian PPTK Unhas (2007) kerusakan fisik terumbu karang di Pulau Badi juga disebabkan oleh penangkapan abalone/mata tujuh. Cara penangkapan abalone/mata tujuh adalah dengan cara membongkar terumbu karang. Pembuangan jangkar kapal/perahu juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang.
Salah satu dampak dari perubahan iklim berupa perubahan pola angin, menyebabkan terjadinya kekacauan angin sehingga di beberapa kasus, angin barat berhembus di periode seharusnya berhembus angin timur menyebabkan meningkatnya intensitas dan frekuensi gelombang badai di lautan dan pesisir (Rahmasari, 2011). Hal ini merupakan kendala bagi nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan karena resiko melaut akan semakin besar yang tentunya berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan. Kondisi perubahan iklim yang mengganggu ekosistem laut tentunya dapat memperburuk kehidupan ekonomi para nelayan yang menggantungkan kehidupan terhadap kegiatan penangkapan ikan di laut. Kebutuhan manusia yang semakin meningkat, sementara daya dukung alam bersifat terbatas menyebabkan potensi kerusakan sumberdaya alam menjadi semakin besar.
Perubahan ekologis menimbulkan dampak ekologis dan ekonomi bagi nelayan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bedjeck et al. (2010) yang mengungkapkan bahwa perubahan ekologis yang terjadi di laut dapat menyebabkan perubahan terhadap ketersediaan produk perikanan sebagai modal utama nelayan. Selain itu juga dapat mempengaruhi pendapatan nelayan dan berujung pada peningkatkan biaya dalam mengakses sumberdaya.
Berbagai bentuk perubahan ekologis yang terjadi di lokasi penelitian akan mempengaruhi kehidupan nelayan. Hal ini dikarenakan nelayan merupakan bagian dari masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang menggantungkan hidupnya pada ekosistem pesisir dan laut. Pengaruh perubahan ekologis tersebut semakin besar karena nelayan di

lokasi penelitian merupakan nelayan dengan pola penangkapan ikan tradisional yang melakukan kegiatan pencarian ikan dengan alat tangkap seadanya.
Kerusakan terumbu karang menyebabkan hilangnya substrat yang menjadi sumber pakan ikan, hilangnya tempat mengasuh dan membesarkan ikan serta rusaknya tempat perlindungan bagi biota laut di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini berakibat terhadap berkurangnya stok ikan yang kemudian mempengaruhi kehidupan ekonomi nelayan. Maraknya kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan bius serta kegiatan penambangan karang menyebabkan kerusakan dan kamatian karang sehingga nelayan menjadi sulit untuk menentukan wilayah penangkapan ikan yang berdampak terhadap menurunnya hasil tangkapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil tangkapan sebelum dan sesudah perubahan ekologis, dimana setelah terjadi perubahan ekologis, hasil tangkapan nelayan cenderung menurun.
Dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh nelayan tangkap berupa berubahnya pola melaut dan tingginya intensitas badai dan ketidakpastian cuaca. Salah satu dampak dari perubahan iklim berupa perubahan pola angin, di wilayah Kepulauan Spermonde menyebabkan terjadinya kekacauan angin sehingga di beberapa kasus, angin barat berhembus di periode seharusnya berhembus angin timur. Hal ini merupakan kendala yang beresiko cukup besar bagi nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Pemukiman penduduk juga menjadi terancam akibat abrasi yang terjadi sebagai akibat yang ditimbulkan oleh penambangan batu karang serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kegiatan tersebut menyebabkan terganggunya keseimbangan transport sedimen sejajar pantai, rusaknya ekosistem terumbu karang sehingga tidak ada lagi peredam energi gelombang.
Berdasarkan hasil observasi, survei dan wawancara dengan nelayan, baik responden maupun beberapa informan yang merepresentasikan keberadaan nelayan di Pulau Badi dan Pajenekang, diperoleh bahwa terdapat beberapa bentuk strategi adaptasi yang dilakukan nelayan di dalam merespon perubahan ekologis yang berdampak terhadap kegiatan nelayan. Adapun bentuk-bentuk strategi adaptasi yang dilakukan diantaranya : a) menganekaragamkan alat dan teknik penangkapan. Sebelum terjadinya perubahan ekologis di kawasan ini, idealnya nelayan hanya memiliki satu alat tangkap. Saat ini nelayan harus menambah menjadi dua sampai tiga jenis alat tangkap agar bisa bersahabat dengan kondisi lingkungan perairan yang sudah mengalami perubahan, ditambah dengan kondisi cuaca yang tidak menentu.

Beragamnya jenis alat penangkapan dan ukurannnya akan menyebabkan bervariasi pula teknik operasi yang digunakan untuk menangkap ikan. Menurut Badjeck et al. (2010), kapasitas untuk cepat beradaptasi terhadap perubahan ekologis melalui penggunaan teknik tangkap dan alat-alat baru ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap mata
pencaharian nelayan; b) memperluas daerah penangkapan. Perubahan ekologis  yang  telah
terjadi menyebabkan hilangnya tempat atau daerah penangkapan ikan (fishing ground).
Kondisi ekologis   yang mengalami perubahan serta iklim yang makin ekstrim dapat
menggeser area penangkapan ikan (fishing ground) ke daerah yang lebih jauh. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada kehidupan ekonomi nelayan. Hal ini senada dengan apa yang ditemukan oleh Ledee et al.
(2012), bahwa perubahan daerah tangkapan dapat mengindikasikan beberapa hal diantaranya, penurunan pendapatan, penurunan keuntungan dalam bisnis perikanan, penurunan akses terhadap area tangkap yang produktif dan penurunan jumlah tangkapan produk perikanan.
Strategi adaptasi seperti ini sebenarnya akan efektif jika disertai oleh adaptasi yang lebih sistematis, yakni dengan penerapan teknologi dalam memprediksi ikan. Namun demikian, masyarakat nelayan terutama nelayan tradisional tidak memiliki pengetahuan geografi ataupun perikanan dan biasanya hanya mengandalkan pengalaman untuk mencari
atau menentukan daerah-daerah penangkapan ikan. Menurut  Bennett  (1976)  sebagaimana
dikutip Wahyono et al. (2001), adaptasi terhadap lingkungan dibentuk dari tindakan yang diulang-ulang dan merupakan bentuk penyesuaian terhadap lingkungan. Tindakan yang diulang-ulang tersebut akan membentuk dua kemungkinan, yaitu tindakan penyesuaian yang berhasil sebagaimana diharapkan, atau sebaliknya tindakan yang tidak memenuhi harapan. Gagalnya suatu tindakan akan menyebabkan frustrasi yang berlanjutan, yang berpengaruh
terhadap  respon atau tanggapan individu terhadap lingkungan; c) menganekaragamkan
sumber pendapatan., Penganekaragaman sumber pekerjaan tersebut merupakan salah satu bentuk strategi nafkah ganda yang dikembangkan nelayan. Dalam kaitannya dengan pengembangan strategi nafkah ganda, Satria (2009b) menjelaskan bahwa terdapat dua macam strategi nafkah ganda, yakni di bidang perikanan dan non-perikanan. Menurut Kusnadi (2000), dalam situasi eksploitasi secara berlebihan dan ketimpangan pemasaran hasil tangkapan, rasionalisasi ekonomi akan mendorong nelayan-nelayan menganekaragamkan sumber pekerjaan daripada hanya bertumpu sepenuhnya pada pekerjaan mencari ikan.
Lebih lanjut, Allison et al., (2001) mengemukakan bahwa penganekaragaman sumber pendapatan (diversifikasi) merupakan pilihan yang rasional ditengah tingginya resiko nelayan dalam menghadapi fluktuasi musim ikan dan cuaca yang tidak menentu. Pengembangan strategi nafkah ganda ini bertujuan agar nelayan tidak bergantung pada hasil penangkapan saja. Hal ini perlu dilakukan terutama pada nelayan lapisan bawah yang memiliki keterbatasan sarana, yang tidak dapat melaut sepanjang tahun. Namun hal ini tidak berlaku untuk semua keluarga nelayan yang menjadi responden penelitian, hanya sebagian kecil keluarga nelayan yang menjadi responden yang memiliki pekerjaan sampingan, sisanya hanya bergantung dari hasil tangkapan dalam melaut; d) memobilisasi anggota rumah tangga. Kegiatan-kegiatan ekonomi tambahan yang dilakukan oleh anggota rumah tangga nelayan (istri dan anak) merupakan salah satu dari strategi adaptasi yang harus ditempuh untuk menjaga kelangsunghan hidupnya ditengah ketidakpastian sumberdaya perikanan.
Perubahan ekologis yang terjadi, memaksa anak-anak nelayan untuk membantu kedua orang tuanya untuk menambah penghasilan. Istri-istri nelayan di lokasi penelitian tidak hanya melakukan kegiatan-kegiatan domestik, tetapi juga melakukan pekerjaan-pekerjaan sampingan yang dapat menambah penghasilan rumah tangga. Beberapa istri nelayan mendirikan warung kecil-kecilan yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan rumah tangga, seperti sembako dan jajanan anak-anak, menjadi penjual bakso maupun penjual sayur dan kue keliling di pulau.
Salah satu strategi adaptasi yang ditempuh oleh rumah tangga nelayan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi adalah mendorong para istri mereka untuk ikut mencari nafkah. Kontribusi ekonomi perempuan yang bekerja sangat signifikan bagi para nelayan. Perempuan-perempuan yang terlibat dalam aktivitas mencari nafkah merupakan pelaku aktif perubahan sosial ekonomi masyarakat nelayan (Upton dan Susilowati, 1992 dalam Kusnadi 2000); e) memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan sosial yang dimiliki rumah tangga nelayan dengan rumah tangga lain di lokasi penelitian merupakan hubungan sosial yang basisnya adalah hubungan keluarga (genealogis). Namun, terdapat basis lain yaitu kekerabatan (keluarga luas) dan pertetanggaan yang disebabkan oleh letak tempat tinggal para nelayan dengan saudara-saudaranya yang saling berdekatan. (Wahyono et al., 2001), mengatakan jaringan sosial merupakan seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara sekelompok orang. Karakteristik hubungan tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk menginterpretasi

motif-motif perilaku sosial dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Strategi jaringan sosial (bentuk dan corak) yang umum dikembangkan pada komunitas nelayan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan di bidang kenelayanan (misalnya penguasaan sumberdaya, permodalan, memperoleh keterampilan, pemasaran hasil, maupun untuk pemenuhan kebutuhan pokok).
Berdasarkan status sosial ekonomi rumah tangga nelayan yang terlibat dalam suatu jaringan, terdapat dua jenis hubungan sosial, yaitu hubungan sosial yang bersifat horizontal dan vertikal (Kusnadi, 2000). Hubungan sosial yang bersifat horizontal terjadi jika individu yang terlibat di dalamnya memiliki status sosial ekonomi yang relatif sama. Sebaliknya, di dalam hubungan sosial yang bersifat vertikal, individu-individu yang terlibat di dalamnya tidak memiliki status sosial ekonomi yang sepadan. Hubungan sosial yang bersifat vertikal terwujud dalam bentuk hubungan punggawa-sawi. Punggawa diperankan oleh para pemilik modal dan pengumpul hasil-hasil tangkapan nelayan. Punggawa memiliki kepentingan untuk mendapatkan hasil tangkapan nelayan dengan harga murah dan memberikan kredit atau pinjaman dengan bunga tinggi. Sedangkan sawi diperankan oleh nelayan itu sendiri, berkepentingan untuk mendapatkan jaminan sosial ekonomi, berupa pinjaman uang di saat situasi sulit, bantuan barang-barang atau keperluan alat tangkap.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang cenderung eksploitatif ditambah tekanan akibat perubahan iklim sangat mempengaruhi terjadinya perubahan ekologis di Pulau Badi dan Pajenekang berupa kerusakan ekosistem terumbu karang dan meningkatnya intensitas gelombang dan badai di laut. Perubahan ekologis berdampak terhadap sulitnya menentukan daerah penangkapan, menurunnya jumlah hasil tangkapan, daerah penangkapan semakin jauh, terjadi abrasi di pemukiman penduduk serta meningkatnya resiko melaut. Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dalam merespon perubahan ekologis dalam bentuk menganekaragamkan alat dan teknik penangkapan, memperluas daerah penangkapan, menganekaragamkan sumber pendapatan, memobilisasi anggota rumah tangga dan memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain.
Pengembangan sistem informasi penting untuk dilakukan mengingat strategi adaptasi yang sifatnya lebih antisipatif masih belum dapat dilakukan oleh masyarakat akibat keterbatasan informasi yang mereka peroleh. Hal ini juga sangat mendukung strategi adaptasi
memperluas daerah tangkapan agar usaha yang dilakukan oleh nelayan dapat memberikan
hasil yang optimal. Kebijakan permodalan diperlukan untuk mendukung strategi adaptasi
pola  nafkah  ganda/penganekaragaman  sumber  pendapatan,  agar  nelayan  tidak  hanya
menggantungkan pendapatan dari hasil penangkapan ikan saja.

DAFTAR PUSTAKA
Allison, E.H., Ellis, F. (2001). The livelihoods approach and management of small-scale fishers. Marine policy, 25, 377-388.
Badjeck,M.C., et al. (2010). Impacts of climate variability and change on fishery-based livelihood. Journal of Marine Policy, 34, 375-383.
Dharmawan AH. (2007). Antropologi Budaya, Sosiologi Lingkungan dan Ekologi Politik. Adiwibowo S (ed.) 2007. Ekologi Manusia. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Ellis, F. (1998). Household Strategies and Rural Livelihood Diversification. Journal of Development Studies, 35, 1-38.
Kusnadi. (2000). Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung: Humaniora Utama Press.
Ledee E.J.I, et al. (2012). Responses and adaptation strategies of commercial and charter fishers to zoning changes in the Great Barrier Reeef Marine Park. Journal of Marine Policy, 36, 226-234.
Mulyadi. (2007). Ekonomi Kelautan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
PPTK Unhas. 2006. Monitoring Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Kepulauan Spermonde.
Rahmasari,L. (2011). Strategi Adaptasi Perubahan Iklim Bagi Masyarakat Pesisir. Jurnal Sains dan Teknologi MARITIM (ISSN : 1412-6828). Volume X, Nomor 1 September 2011 (Halaman 1-11).
Satria A. (2009b). Pesisir dan Laut untuk Rakyat. Bogor: IPB Press.
Sitorus MTF. (1998). Penelitian Kualitatif. Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial Fakultas Pertanian IPB.
Stake, Robert E. (2009). "Studi Kasus," Handbook of Qualitative Research. Norman K Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Eds.. Yogyakarta.Pustaka Pelajar.
Wahyono A, Antariksa IGP, Masyhuri I, Indrawasih R, Sudiyono. (2001). Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Yogyakarta: Media Pressindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini