Teori-teori dasar dalam Psikologi Sosial
Ahmad Afandi 1111054000007
Pengembangan Masyarakat Islam 4
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, dan keinginan manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat. Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial. Interaksi social terbentuk karena dipengaruhi oleh tindakan social, kontak social, dan komunikasi social. Hubungan antar manusia, ataupun relasi-relasi sosial menentukan struktur dari masyarakatnya. Hubungan antar manusia atau relasi-relasi sosial, hubungan satu dengan yang lain warga-warga suatu masyarakat, baik dalam bentuk individu atau perorangan maupun dengan kelompok-kelompok dan antar kelompok manusia itu sendiri, mewujudkan segi dinamikanya perubahan dan perkembangan masyarakat.
Psikologi sosial adalam merupakan cabang ilmu dari psikologi yang baru muncul dan intensif dipelajari pada tahun 1930. Secara sederhana objek material dari psikologi sosial adalah fakta - fakta, gejala - gejala serta kejadian - kejadian dalam kehidupan sosial manusia. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai psikologi sosial beserta komponen-komponennya. Psikologi sosial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial. Dari berbagai pendapat tokoh-tokoh tentang pengertian psikologi social dapat disimpulkan bahwa psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya dengan situasi sosial.
Sedangkan latar belakang timbulnya psikologi sosial, banyak beberapa tokoh berpendapat, semisal, Gabriel Tarde mengatakan, pokok-pokok teori psikologi sosial berpangkal pada proses imitasi sebagai dasar dari pada interaksi sosial antar manusia. Berbeda lagi dengan Gustave Le Bon, bahwa pada manusia terdapat dua macam jiwa yaitu jiwa individu dan jiwa massa yang masing-masing berlainan sifatnya.
Secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulasi yang di terima oleh individu mulai sejak dalam konsensi, kelahiran sampai matinya. Stimulus itu misalnya berupa: sifat-sifat "genes", interaksi "genes", selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi dan kapasitas interktual (Soemanto, 2006:84). Perkembangan sosial dipengaruhi faktor-faktor dari dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri individu di kenal dengan konsep "aku", perkembangan konsep aku pada masa bayi belum jelas namun akan berangsur-angsur mulai tumbuh dan berkembang (Tirtaraharja, 2005:110).
Dari luar diri individu adalah pengaruh lingkungan sosial dan kebudayaan masyarakat, termasuk didalamnya pengaruh pendidik pada umumnya yaitu orang tua dalam keluarga, pemimpin sebaya dalam masyarakat, guru di sekolah, serta pemimpin dalam masyarakat (Sinolungan, 1996:88). Kemampuan sosial berproses sejak bayi sampai akhir hayat dalam lingkungan. Hubungan atau interaksi dalam masyarakat, mempengaruhi perkembangan sosial individu, perkembangan sosial berubah dari penuh ketergantungan menuju kemandirian dalam suasana kedewasaan yang bertanggung jawab, di tengah kelompok sosial seseorang dipengaruhi sebagai objek, dan sebagai subjek jika yang mempengaruhi perilaku sesama dalam lingkungannya. Tiap pendidik dalam arti luas itu diharapkan memberi teladan sambil menanamkan nilai-nilai luhur pada warganya dalam hubungan hidup bermasyarakat.
Teori Yang Ada dalam Psikologi Sosial
Berbagai teori yang ada dalam psikologi sosial dikelompokan dalam orientasi (Sarwono, 1984:12). Ada 4 orientasi dimana teori-teori itu dikelompokan yaitu :
a. Orientasi Faktor Penguat
b. Orientasi Teori Lapangan
c. Orientasi Kesadaran
d. Orientasi Psikoanalisa
Yang akan akan dibahas kali ini mengenai Orientasi Faktor Penguat dan Orientasi Psikoanalisa
1. Orientasi Faktor Penguat
Salah satu aliran yang besar besar pengaruhnya dalam psikologi adalah aliran Behaviorisme. Menurut J.B. Watson dalam Sarwono (1984:13) berpendapat bahwa agar psikologi dapat tetep ilmiah, maka ia harus objektif dan agar it tetep objektif ia hanya dapat mempelajari tingkah laku yang Nampak oleh mata (Overt), oleh sebab itu setiap tingkah laku ditentukan di atur oleh rangsang. Teori yang mementingkan hubungan dan tingkah laku balasan ini disebut teori rangsang balas (Stimulus-respons theory).
2. Orientasi Psikoanalisis
Psikoanalisis pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud, memang teori yang kontroversual. Teori freud memang sulit dipahami. Sebab yang pertama adalah karena konsepnya berubah-ubah (berkembang) terus. Kedua karena psikoanalisis hanya berfungsi sebagai teori, tetapi sekaligus juga teknik terapi dan teknik analisis kepribadian manusia. Ketiga, freud sendiri tidak banyak menulis tentang psikologi kelompok (Sarwono,1984:129).
3. Teori Psikoanalisis tentang Sikap Sosial
Teori ini diajukan oleh Sarnoff, materi teori ini menyangkut sikap (attitude) yang diterangkan berdasarkan mekanisme pertahanan ego. Menurut Sarnoff dalam Sarwono (1984:173) diantara berbagai sikap yang ditunjukan oleh manusia, ada yang fungsinya mempertahankan ego dari ancaman bahaya, baik yang dating dari luat maupun dari dalam diri sendiri.
Ahmad Afandi 1111054000007
Pengembangan Masyarakat Islam 4
Prespektif Psikologi Sosial
Ada kalanya Kita sering berpikir bahwa yang namanya dunia psikologi adalah dunia yang berkaitan dengan persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenis- nya. Dan kalau berpikir tentang sosiologi, secara umum cenderung memikirkan persoalan kemasyarakatan. Kajian utama psikologi adalah pada persoalan keprib- adian, mental, perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri manusia sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struk- tur sosial yang keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian. Kedua bidang ilmu tersebut bertemu di daerah yang dinamakan psikologi sosial.
Berbagai alternatif yang berkembang dari kedua pendekatan tersebut kemudian memunculkan berbagai perspektif dalam psikologi sosial - seperangkat asumsi dasar tentang hal paling penting yang bisa dipertimbangkan sebagai sesuatu yang bisa digunakan untuk memahami perilaku sosial. Ada empat perspektif, yaitu : stuktural (structural perspectives), kognitif (cognitive perspectives), interaksionis (interactionist perspectives), dan perilaku (behavioral perspectives)
1. Prespektif Struktural
Perspektif Struktural Telah kita catat bahwa telah terjadi perdebatan di antara para ilmuwan sosial dalam hal menjelaskan perilaku sosial seseorang. Untuk menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat dikaji sebagai sesuatu proses yang
(1) instinktif,
(2) karena kebiasaan, dan
(3) juga yang bersumber dari proses mental.
Mereka semua tertarik, dan dengan cara sebaik mungkin lalu mengu- raikan hubungan antara masyarakat dengan individu. William James dan John Dewey menekankan pada penjelasan kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan kebiasaan kelompok yaitu adat-istiadat masyarakat atau strutur social. Para sosiolog yakin bahwa struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar manusia dengan cara yang relatif stabil. Kita mewarisi struktur sosial dalam satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya, melalui proses sosialisasi. Disebabkan oleh struktur social. Perspektif struktural dan interaksionis lebih sering digunakan oleh para psikolog sosial yang berasal dari disiplin sosiologi. Pertanyaan yang umumnya diajukan adalah : " Sejauhmana kegiatan-kegiatan individual membentuk interaksi sosial ?". Perspektif struktural menekankan bahwa perilaku seseorang dapat dimengerti dengan sangat baik jika diketahui peran sosialnya. Hal ini terjadi karena perilaku seseorang merupakan reaksi terhadap harapan orang-orang lain.
2. Prespektif Kognitif
Seorang Psikolog James Baldwin (1897) menyatakan bahwa paling sedikit ada dua bentuk peniruan, satu didasarkan pada kebiasaan kita dan yang lainnya didasarkan pada wawasan kita atas diri kita sendiri dan atas orang lain yang perilakunya kita tiru. Walau dengan konsep yang berbeda seorang sosiolog Charles Cooley (1902) sepaham dengan pandangan Baldwin. Keduanya memfokuskan perhatian mereka kepada perilaku sosial yang melibatkan proses mental atau kognitif .
perspektif kognitif menekankan pada pandangan bahwa kita tidak bisa memahami perilaku seseorang tanpa mempelajari proses mental mereka. Manusia tidak menanggapi lingkungannya secara otomatis. Perilaku mereka tergantung pada bagaimana mereka berpikir dan mempersepsi lingkungannya. Jadi untuk memperoleh informasi yang bisa dipercaya maka proses mental seseorang merupakan hal utama yang bisa menjelaskan perilaku sosial seseorang.
3. Prespektif Interaksi
George Herbert Mead (1934) yang mengajar psiokologi sosial pada departemen filsafat Universitas Chicago, mengem- bangkan teori ini. Mead percaya bahwa keanggotaan kita dalam suatu kelompok sosial menghasilkan perilaku bersama yang kita kenal dengan nama budaya. Dalam waktu yang bersamaan, dia juga mengakui bahwa individu-individu yang memegang posisi berbeda dalam suatu kelompok, mempunyai peran yang berbeda pula, sehingga memunculkan perilaku yang juga berbeda. Mead juga tidak setuju pada pandangan yang mengatakan bahwa untuk bisa memahami perilaku sosial, maka yang harus dikaji adalah hanya aspek eksternal (perilaku yang teramati) saja. Dia menyarankan agar aspek internal (mental) sama pentingnya dengan aspek eksternal untuk dipelajari. Karena dia tertarik pada aspek internal dan eksternal atas dua atau lebih individu yang berinteraksi, maka dia menyebut aliran perilakunya dengan nama "social behaviorism".
4. Prespektif Perilaku
Perspektif Perilaku (Behavioral Perspective) Pendekatan ini awalnya diperkenalkan oleh John B. Watson (1941, 1919). Pendekatan ini cukup banyak mendapat perhatian dalam psikologi di antara tahun 1920-an s/d 1960-an. Ketika Watson memulai penelitiannya, dia menyarankan agar pendekatannya ini tidak sekedar satu alternatif bagi pendekatan instinktif dalam memahami perilaku sosial, tetapi juga merupakan alternatif lain yang memfokuskan pada pikiran, kesadaran, atau pun imajinasi. Watson menolak informasi instinktif semacam itu, yang menurutnya bersifat "mistik", "mentalistik", dan "subyektif". Dalam psikologi obyektif maka fokusnya harus pada sesuatu yang "dapat diamati" (ob- servable), yaitu pada "apa yang dikatakan (sayings) dan apa yang dilakukan (doings)". Dalam hal ini pandangan Watson berbeda dengan James dan Dewey, karena keduanya percaya bahwa proses mental dan juga perilaku yang teramati berperan dalam menyelaskan perilaku sosial. Menurut penganut paham perilaku, satu rangsangan dan tanggapan tertentu bisa berasosiasi satu sama lainnya, dan menghasilkan satu bentuk hubungan fungsional. Contohnya, sebuah rangsangan " seorang teman datang ", lalu memu- nculkan tanggapan misalnya, "tersenyum". Jadi seseorang tersenyum, karena ada teman yang datang kepadanya.
Perspektif perilaku menekankan, bahwa untuk dapat lebih memahami perilaku seseorang, seyogianya kita mengabaikan informasi tentang apa yang dipikirkan oleh seseorang. Lebih baik kita memfokuskan pada perilaku seseorang yang dapat diuji oleh pengamatan kita sendiri. Dengan mempertimbangkan proses mental seseorang, kita tidak terbantu memahami perilaku orang tersebut, karena seringkali proses mental tidak reliabel untuk memprediksi perilaku. Misalnya tidak semua orang yang berpikiran negatif tentang sesuatu, akan juga berperilaku negatif. Orang yang bersikap negatif terhadap bangsa A misalnya, belum tentu dia tidak mau melakukan hubungan dengan bangsa A tersebut. Intinya pikiran, perasaan, sikap (proses mental) bukan sesuatu yang bisa menjelaskan perilaku seseorang. Perspektif perilaku dan kognitif lebih banyak digunakan oleh para psikolog sosial yang berakar pada psikologi.
Ahmad Afandi 1111054000007
Pengembangan Masyarakat Islam 4
Perkembangan kelompok sosial beserta perubahannya dikenal dengan dinamika kelompok sosial. Pengertian dinamika kelompok sosial adalah proses perubahan dan perkembangan akibat adanya interaksi dan interdependensi, baik antaranggota kelompok maupun antara anggota suatu kelompok dengan kelompok lain.
Menurut Sherif kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma – norma tertentu, yang khas bagi kesatuan sosial tersebut .
1. Kelompok Primer
Dalam kelompok primer terdapat interaksi sosial yang intensif dan lebih erat antara anggotanya dari pada dalam kelompok sekunder. Kelompok primer juga disebut face to face group, yaitu kelompok sosial yang anggota-anggotanya sering berhadapan muka yang satu dengan yang lain dan saling mengenal dari dekat, dan karena itu saling hubungannya lebih erat. Peranan kelompok premer dalam kehidupan individu besar sekali karena dalam kelompok premer itu manusia pertama-tama berkembang dan dididik sebagai makhluk sosial. Disini ia memperoleh kerangkanya yang memungkinnya untuk mengembangkan sifat-sifat sosialnya, antara lain mengindahkan norma-noram, melepaskan kepentingan dirinya demi kepentingan kelompok sosialnya, belajar bekerja sama dengan individu-individu lainny, dan mengembangkan kecakapannya guna kepentingan kelompok. Saling hubungan yang baik di dalam kelompok primer itu menjamin perkembangannya yang wajar sebagai manusia sosial. Contoh-contoh kelompok premer adalah keluarga, rukun tetangga, kelompok sepermainan sekolah, kelompok belajar, kelompok agama dan sebagainya. Sifat interaksi dalam kelompok-kelompok primer ini bercorak kekeluargaan, dan lebih berdasarkan simpatik .
2. Kelompok Sekunder
Interaksi dalam kelompok sekunder terdiri atas saling hubungan yang tidak langsung, berjauhan dan formal, kuarng bersifat kekeluargaan. hubungan-hubungan dalam kelompok sekunder biasanya lebih objektif. Peranan atau fungsi kelompok sekunder dalam kehidupan manusiai ialah untuk mencapai tujuan tertentu dalam masyarakat dengan bersama, secara objektifdan rasional.
Contoh-contoh kelompok sekunder ialah partai politik, perhimpunan serikat kerja dan sebagainya.
3. Kelompok Formal dan Informal
Terdapat pula pembagian kelompok sosial ke dalam kelompok formal atau resmi dan kelompok informal atau kelompok tidak resmi. Inti perbedaan disini ialah bahwa kelompok informal itu tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh peraturan-peraturan ADRT tertulis seperti pada kelompok formal. Kelompok informal juga mempunyai pembagian tugas, peranan-peranan dan hirarki tertentu, serta norma pedoman prilaku anggotanya dan konvensinya, tetapi hal ini tidak dirumuskan secara tegas dan tertulis seperti pada kelompok formal.
Dalam suatu kelompok resmi terbentuk kelompok informal yang terdiri dari beberapa orang atau beberapa keluarga saja, yang mempunyai pengalaman bersama, dan sifat interaksinya berdasarkan saling mengerti yang mendalam karena pengalaman-pengalaman dan pandangan- pandangan bersama. Pembentukan kelompok informal itu tentu juga terdapat di luar kelompok-kelompok resmi yang besar, seringdibentuk di tengah kehidupan sehari-hari, lingkungan kerja, tempat kediaman yang dekat.
Contoh: contoh sekelompok kawan-kawan atau keluarga yang sering kunjung mengunjungi. Seperti yang dikatakan tadi, kelompok informal itu mempunyai sifat-sifat interaksi yang mirip dengan interaksi kelompok primer yang erat dan berdekatan berdasarkan saling mengerti.
4. Hubungan in-group dan out-group
Di dalam in-group dimana individu termasuk di dalamnya, maka sering mengadakan penyesuain diri dengan kelompok. Misalnya "itupartai saya, golongan saya dan sebaginya". Jadi adanya unsur mendukung norma yangtermasuk di dalamnya di sebut in-group. Dalam out-group, individu terasa pada lingkungan kelompok tertentu. Ia merasa bahwa ia tidak tergolong di dalamnya. Sebernarnya persoalan tentang in-group dan out-group ini bukan merupak persoalan penting selama tidak terjadi perasinganf .
Contoh: in-group misalanya, sekelumit orang yang dalam peperangan telah menjalankan tugas yang sukar dan telah mengalami pahit getirnya sama-sama, mempunyai cara-cara senda gurau yang khusus dan ditujukan kepada kawan-kawan sepengalaman. Apabila mereka sedang bersanda gurau, lalu ada orang luar yang turut tertawa dengan mereka, maka kawan-kawaan ini dengan tiba-tiba diam dan mengatakan apa-apa, lalu pergi dari tempat itu karena adanya seorang out-group yang ingin turut serta dengan mereka.
Sikap perasaan in-group itu seakan-akan hanyalah mengizinkan kawan-kawan in-group itu saja untuk turut serta dengan kegiatan yang mereka lakukan. Out-group tidak diperkenankan turut serta seakan-akan orang luar harus membuktikan terlebih dahulu bahwa mereka mau solider dengan in-group. Mau berkorban bersama dengan sekawanan in-group demi kemajuan bersama. Mereka harus membuktikan bahwa mereka mau dan dapat memikul pahit getirnya bersama barulah mereka boleh ikut serta dengan kegiatan in-group itu.
Norma kelompok ialah norma-norma tingkah laku yang khas antara anggota-anggota kelompok, dengan kata lain norma merupakan pedoman-pedoman untuk tingkah laku individu. Dalam kelompok resmi, norma tingkah laku biasanya sudah tercantum dalam anggaran rumah tangga atau anggaran dasarnya. Bahkan norma-norma tingkah laku anggota suatu Negara telah tertulis didalam undang-undang atau buku hokum pidana dan lain-lain. Apabila dalam suatu kelompok terdapat penghargaan-penghargaan dan hokum-hukum tertentu atas bermacam-macam tingkah laku, maka sudah dapat disimpulkan bahwa dalam kelompok itu terdapat norma-normanya walaupun kadang-kadang norma tersebut tidak secara tertulis.
Dalam Pembentukan Norma Sosial kita harus tahu lebih terdahulu apa itu norma sosial, Norma sosial adalah patokan umum mengenai tingkah laku dan sikap individu anggota kelompok yang dikehendaki oleh kelompok mengenai bermacam-macam hal yang berhubungan dengan kehidupan kelompok yang melahirkan norma-norma tersebut. Norma social merupakan interaksi dari kelompok, maka norma social sebenarnya sama dengan norma kelompok.
Macam-macam norma social, dapat dibagi menjadi 4 yaitu
1. Norma kelaziman (volkways), yaitu norma-norma yang diikuti tanpa ada piker panjang melainkan hanya didasarkan atas tradisi. Pada umumnya orang yang menyimpang dari kelaziman dianggap sinting, aneh, diejek, dan lain-lain.
2. Norma kesusilaan (mores). Kesusilaan ini biasanya dihubungkan dengan keagamaan. Orang yang melanggar norma ini akan disingkirkan oleh masyarakat dan menjadi buah mulut masyarakat.
3. Norma hukum, norma ini ada 2 macam yang tertulis (hukum pidana perdata) yang tidak tertulis (hokum adat). Hokum ini pada umumnya lebih bersifat irasional atas kepentingan masyarakat.
4. Mode atau fasion. Perbuatan ini biasanya dilakukan dengan tiru-tiru atau iseng saja. Mode ini sangat cepat berkembang dalam masyarakat. Pada dasarnya orang mengikuti mode untuk mempertinggi gengsinya.
Kohesi kelompok sebagai kekuatan yang memelihara dan menjaga anggota dalam kelompok". Manusia masuk ke dalam kelompok dengan berbagai alasan misalnya, karna masalah biaya, persaingan dalam hal permintaan barang dan juga waktu, perubahan di dalam cirri keanggotaan misalnya: usia, perubahan dalam aktivitas dan tujuan dalam kelompok. Untuk mengukurnya ini sering digunakan suatu cara atau pendekatan yang disebut: Sosiometri. Berikut yang diungkapkan oleh Leon Festinger.
Sosiometri ini dikemukakan oleh jacop Moreno 1934. bentuk sosiometri ini mengukur kekuatan menarik dan menolak yang mengikat dan membagi-bagi individu dalam kelompok. Sehingga didalam menggunakan sosiometri ini seseorang peneliti akan menanyakan secara individual terhadap anggota kelompok. Kepada siapa mereka suka: bekerja, berlibur, dll. Jawaban dari penggambaran pertanyaan-pertanyaan diatas dikenal dengan nama sosiogram. Dengan mengamati sosiogram seorang peneliti dapat memiliki gambaran tentang struktur dan dinamika kelompok
Ahmad Afandi 1111054000007
Pengembangan Masyarakat Islam 4
Kepemimpinan Soisial
Konsep "pemimpin" berasal dari kata "leader" dan "kepemimpinan" berasal dari kata "leadership". Bennis mengatakan bahwa seorang pemimpin adalah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisasikan, atau mengontrol usaha (upaya) orang lain atau melalui prestize, kekuasaan atau posisi. Menurut Gibson Kepemimpinan adalah suatu usaha untuk menggunakan gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan. Sementara Stoner mengatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan pekerjaan anggota kelompok. Definisi umum kepemimpinan adalah cara atau teknik yang digunakan pimpinan dalam mempengaruhi pengikut atau bawahannya dalam melakukan kerja sama mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Substansi kepemimpinan sosial adalah mencapai tujuan berdirinya sebuah organisasi sosial. Seperti sebuah organisasi perlindungan anak, maka dalam kepemimpinan sosial yang ingin dicapai adalah bagaimana cara melindungi anak. Pada prinsip umumnya, substansi kepemimpinan sosial adalah melayani kepentingan publik. Contoh organisasi sosial adalah LSM, negara atau kota, dll. Sedangkan pada kepemimpinan bisnis, yang ingin diraih adalah profit (keuntungan material).seperti memimpin sebuah Negara yang diartikan sebagai organisasi sosial dimana tugas pemimpin adalah memberikan pelayan publik yang terbaik. Namun penerapan kepemimpinan bisnis dalam negara menjadikan para pemimpin negara hanya mengejar profit (keuntungan material) bagi diri sendiri dan golongan/partai dan bukannya kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, sudah selayaknya dikembangkan secara mandiri teori-teori kepemimpinan sosial yang berbeda dengan kepemimpinan bisnis, yang lebih menekankan pada aspek keteladan, bukan hanya sekedar mengejar profit pribadi. Teori-teori ini juga tidak bisa hanya sekedar mencomot Karena saya lihat beberapa teori yang seperti itu mengalami kegagalan karena ketika dihadapkan pada pilihan pencapaian profit ataukah penerapan moral keteladanan, dan harus dipilih salah satu, maka bisa ditebak yang dipilih adalah pencapaian profit.
Oleh karena itu, sudah selayaknya dikembangkan secara mandiri teori-teori kepemimpinan sosial yang berbeda dengan kepemimpinan bisnis, yang lebih menekankan pada aspek keteladan, bukan hanya sekedar mengejar profit pribadi. Teori-teori ini juga tidak bisa hanya sekedar mencomot Karena saya lihat beberapa teori yang seperti itu mengalami kegagalan karena ketika dihadapkan pada pilihan pencapaian profit ataukah penerapan moral keteladanan, dan harus dipilih salah satu, maka bisa ditebak yang dipilih adalah pencapaian profit.
Ø Teori Kepemimpinan
Ada tiga hal yang mendasari lahirnya teori kepemimpinan yaitu :
Teori Genetik : Menjelaskan bahwa orang jadi pemimpin, karena sejak lahir dia telah memiliki bakat sebagai pemimpin dan emmang ditakdirkan sebagai pemimpin.
Teori Sosial : Teroi mengatakan bahwa seorang pemimpin harus dibentuk, tidak begitu saja muncul dan ditakdirkan sebagai pemimpin, oleh karena itu seorang jadi pemimpin karena proses pendidikan dan pelatihan.
Teori Ekologis: teori ini merupakan penggabungan dari dua teori diatas, dimana dijelaskan bahwa seorang menjadi pemimpin karena bakat yang dimilikinya sejak lahir kemdian dikembangkan dengan pendidkan dan pelatihan yang dipengaruhi pula oleh lingkungan sekitarnya. Tidak terlepas dari lahirnya teori kepemimpinan diatas, maka dalam prakteknya ada dua terapan teori kepemimpinan yaitu : Teori Sifat Kepemimpinan (Traist Theory) yang dikemukakan oleh Charles Bird dan Teori Situasional (Situasional Theory) dikemukakan oleh Filley.
Teori Sifat Kepemimpinan (Traist Theory)
Teori ini bertitik tolak dari asumsi bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sisfat-sifatnya. Sifat tersebut dapat berupa sifat fisik maupun sifat psikologis. Dari hasil penelitian Charles dan David disimpulkan bahwa, ada Lima sifat yang dapat menyebabkan keberhasilan kepemimpinan, yaitu :
1. Intelegensia : Para pemimpin pada umumnya relatif harus lebih cerdas dari orang-orang yang dipimpinya.
2. Visioner : Pemimpin harus memiliki kematangag dan keluasan pandangan sosial. Secara emosional para pemimpin harus mampu melihat suatu masalah secara utuh dan memiliki control yang baik dalam mengendalikan kondisi yang kritis.
3. Percaya Diri : Pemimpin harus memiliki kepercayaan diri dan keyakinan terhadap diri sendiri yang didukung oleh kemampuan untuk menganalisis potensi, kekuatan, kelemahan dan yang dimiliki sehingga dapat memaksimalkan potensi dalam dirinya dan mengantisipasi kekurangan yang dimiliki
4. Motivasi : Pemimpin memiliki dorongan semangat yang sangat kuat dari dalam dirinya untuk senantiasa tampil sebagai solusi dari setiap permasalahan yang ada, dan memiliki konsep problem solving yang jelas terhadap suatu masalah yang dihadapi
5. Komunikatif : Pemimpin harus memiliki kemampuan melakukan hubungan dan komunikasi dengan setiap orang dengan tipe apapun. Hal yang harus difahami bahwa untuk mencapai suatu tujuan harus didukung oleh orang lain sehingga seorang pemimpin harus memiliki kemampuan memahami individu yang dipimpinnya.
PRILAKU KEPEMIMPINAN
Menurut Duncan, dalam kepemimpinan ada beberapa prilaku yang kita kenal, namun secara umum dibagi tiga yaitu :
1. Otokratis
Gaya kepemimpinan Otokratis pada dasarnya adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin banyak mempengaruhi atau menentukan perilaku bawahannya. Dalam gaya ini pemimpin banyak memperhatikan pencapaian tujuan, oleh karena ini gaya ini lebih banyak menentukan apa yang harus dicapai dan bagaimana mencapainya.
Gaya ini biasanya digunakan oleh Pemimpin yang memiliki status yang tinggi, seorang yang berkuasa dan memiliki kemampuan untuk membuat keputusan.
2. Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya yang lebih banyak menekankan partispasi bawahan atau orang yang dipimpinnya dalam menentukan suatu keputusan. Para bawahan diberikan kesempatan untuk menentukan apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya. Gaya kepemimpinan in berasumsi bahwa pikiran pendapat orang banyak jauh lebih baik daripada pendapat diri sendiri, selain itu akan berdampak pada tanggungjawab pelaksanaannya.
3. Laissezfaire (Bebas)
Gaya kepemimpinan ini lebih banyak menekankan pada keputusan kelompok. Dalam gaya ini pemimpin akan menyerakan pengambilan keputusan kepada kepentingan kelompok, apa yang terbaik menurut kelompok itulah yang menjadi keputusan pimpinan.
Dalam hubungannya dengan prilaku pemimpin, maka ada dua hal yang biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahannya, yaitu prilaku mengarahkan dan prilaku mendukung.
Perilaku mengarahkan adalah sejauhmana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi satu arah. Bentuk komunikasi satu arah ini diantaranya adalah memberitahukan apa yang seharusnya dikerjakan, dimana tempatnya, bagaimana melakukanya dan mengawasi secara ketat apa yang dilakukan oleh bawahannya. Perilaku mendukung adalah sejauh ana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar saran bawahan, menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, serta melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan.
Dinamika Kota Besar dan Dampak Psikologi kepada Masyarakat
Ahmad Afandi 1111054000007
Pengembangan Masyarakat Islam 4
Dinamika Kota besar dan dampak psikologi kepada masyarakat
Masyarakat di berbagai belahan dunia, mengalami perkembangan yang makin lama kompleks. Kelompok sosial sebagai bentuk pengelompokan manusia, selalu berinteraksi dan memiliki sifat tidak statis. Berbagai Kelompok sosial yang terbentuk dalam masyarakat memiliki perkembangan yang tidak sama. Untuk memahami perkembangan dan perubahan kelompok sosial, perlu kiranya dipelajari dinamika kelompok sosial.
Pada pembahasan kali ini kita harus mengerti terlebih dahulu apa itu yang namanya dinamika kelompok. Menurut Floyd D, dinamika kelompok atau group dynamics merupakan analisis hubungan kelompok-kelompok sosial di mana tingkah laku dalam kelompok adalah hasil interaksi yang dinamis antara individu dalam situasi sosial tertentu. Kehidupan kelompok akan ditandai dengan pembentukan struktur, norma, solidaritas, rasa memiliki dan internalisis.
Menyinggung masalah dinamika kota besar, kita bisa menyebutnya dengan masyarakat Perkotaan, mengapa? Karena banyaknya penduduk yang menghuni karena dasar factor ekonomi mereka yang tidak mencukupi kebutuhan mereka di desa atau tempat tinggal mereka, jadi bisa dismpulkan Masyarakat modern atau perkotaan merupakan masyarakat yang sebagian besar warganya memiliki orientasi budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Masyarakat perkotaan merupakan sekelompok orang yang hidup bersama pada suatu wilayah tertentu yang menjadi suatu pusat politik pemerintahan dan atau industri, perdagangan, kebudayaan dengan memperlihatkan sifat atau ciri corak pergaulan dan tata kehidupan yang berbeda dengan masyarakat desa. Sedangkan secara sosiologis, pengertian kota terletak pada sifat dan cirri kehidupan dan bukan ditentukan oleh menetapnya sejumlah penduduk di suatu wilayah perkotaan.
Masyarakat perkotaan atau urban community merupakan kelompok social yang mendiami wilayah yang luas, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian disektor industry, jasa, dan perdagangan. Keanggotaan masyarakat kota tidak saling mengenal, lebih terikat kontrak dan mulai meninggalkan tradisi.
Kehidupan kota yang sangat kompetitif dan selektif dapat meruntuhkan kesetiakawanan, silidaritas social yang dapat menggeser nilai social dalam masyarakat. Agak rendahnya mentalitas masyarakat perkotaan disebabkan oleh berikut.
1. Tekanan hidup yang keras, di mana kehidupan makin kompetitif.
2. Kemajuan iptek menghasilkan barang yang serba menarik dan mendorong untuk memilikinya.
3. Kehidupan banyak kegiatan dan kesibukan, sehingga orang tidak ramah, masa bodoh dan egoistis.
4. Jumplah penduduk yang besar membuat hidup sulit, sehingga muncul perbuatan curang.
Mentalitas masyarakat perkotaan dapat dilihat dari cirri-ciri struktur sosialnya yaitu sbb :
1. Heterogenitas social dalam berbagai aspek kehidupan.
2. Hubungan antar penduduk bersifat sekunder/pengenalan serba terbatas pada kehidupan tertentu.
3. Pengawasan sekunder, di mana secara fisik berdekatan, namun secara social berjauhan.
4. Mobilitas sosial sangat tinggi dan didasarkan pada profesi.
5. Ikatan perkumpulan bersifat sukarela.
6. Individualism, sebaiknya gotong royong melemah.
Mentalitas masyarakat modern berorientasi pada system nilai budaya yang didasarkan alam pikiran dan alam jiwa yang rasional. Ciri system nilai budaya ini diantaranya : sikap menghargai karya orang lain, menghargai waktu, menghargai mutu, berfikir kreatif, efisien dan produktif, percaya pada diri sendiri, berdisiplin dan bertanggungjawab.
Berkebalikan dengan masyarakat pedesaan, masyarakat perkotaan memiliki tatanan nilsi yang heterogen. Masyarakat kota terdiri atas berbagai suku bangsa, agama, adat istiadat, menjalankan fungsi pusat administratif dan pusat komersial, bahkan pusat konsentrasi kegiatan yang menjadi indikator modernisasi. Hal ini menyebabkan kota menjadi daya tarik bagi masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi.
Faktor penyebab dinamika sosial dalam masyarakat perkotaan adalah sebagai berikut.
1. Faktor pendidikan.
2. Faktor urbanisasi.
3. Faktor komunikasi.
4. Industrialisasi dan mekanisasi.
5. Ekonomi.
6. Sosial.
7. Politik.
8. Budaya.
Dampak dari dinamika masyarakat perkotaan adalah sebagai berikut :
Dampak positif
a. Tingkat pendidikan lebih merata.
b. Komunikasi dan informasi lebih cepat dan mudah.
c. Profesionalitas lebih terjaga.
d. Pembangunan dalam berbagai bidang lebih terjamin.
Dampak negative
1. Munculnya sikap individualitas.
2. Memudarnya nilai kebersamaan.
3. Munculnya sikap kurang mempercayai pihak lain.
4. Memudarnya perhatian terhadap budaya lokal dan budaya nasional, terutama di kalanan generasi muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar