Senin, 20 Mei 2013

Globalisasi dan Realitas Media_Arif Priyadi_Pertemuan 10

Globalisasi dan Realitas Media
1.      Globalisasi
Menurut Robertson (1992), konsep globalisasi menunjukan pada kita terjadinya pengerutan dunia dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, dengan kata lain, meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita mengenainya.[1] Konsep globalisasi tersebut dijelaskan lebih rinci oleh Burhan Bungin dengan memakai terminologi dunia global, yaitu Sebuah dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan informasi, transportasi, teknologi yang begitu cepat dan begitu besar memengaruhi peradaban umat manusia, sehingga dunia dijuluki sebagai the big village, yaitu sebuah desa yang besar, di mana masyarakatnya saling kenal san saling menyapa satu dengan lainnya.[2]
Perkembangan teknologi informasi juga tidak  saja mampu menciptakan masyarakat dunia global, namun secara materi mampu mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat, sehingga tanpa disadari, komunitas manusia telah hidup dalam dua dunia kehidupan, yaitu kehidupan masyarakat nyata dan kehidupan masyarakat maya (cybercommunity)[3]. Kemajuan teknologi manusia, khususnya teknologi informasi secara sadar membuka ruang kehidupan manusia semakin luas, semakin tanpa batas dengan indikasi manusia sebagai penguasa (khalifah) di planet bumi dan galaksinya. Kemajuan teknologi ini pula yang telah mengubah dunia maya yang terdiri dari berbagai macam gelombang magnetik dan gelombang radio, serta sifat kematerian yang belum ditemukan manusia, sebagai ruang kehidupan baru yang sangat prospektif bagi aktifitas manusia yang memiliki nilai efesisensi yang sangat tinggi.[4]
2.      Realitas Media
Realitas media adalah realitas yang dikonstruksi oleh media dalam dua model[5], yaitu:
a.       Model peta analog
Yaitu model dimana realitas sosial dikonstruksi oleh media berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas itu terjadi secara rasional. Sebuah contoh dibawah ini adalah konstruksi realitas media massa menurut model ini yang dibangun oleh media massa untuk menganalogikan sebuah kejadian jatuhnya pesawat terbagng Adam Air KI 574 yang mealakukan penerbangan pada tanggal 1 Januari 2007 dengan rute Surabaya-Manado.
Ketika pesawat itu terjadi, dan masyarakat menunggu-nungguberita tentang nasib penumpang dan peawat tersebut, maka media massa memberitakan bahwa peassawat Adam Air telah ditemukan di daerah pegununggan di Desa Rangoan, Kecamatan Matangnga, kabupaten Polewali Mandar (Polman) Sulawesi Barat. Menurut berita yang disiarkan televisi bahwa bangkai pesawat yang hancur ditemukan warga sekitar dan aparat gabungan pada pukul 09.00 WIT. Pemberitaan ini juga diperkuat dengan siaran wawancara televisi dengan salah satu Direksi Adam Air, bahwa pesawat Adam Air KI 574 yang berpenumpang 96 orang dan 6 orang awak pesawat telah ditemukan jatuh di daerah tersebut di atas. Bahwa temuan lokasi jatuhnya pesawat nahas itu berdasarkan sinyal satelit singapura dan laporan warga masyarakat yang mengetahui peristiwa jatuhnya pesawat. Dari data yang dilaporkan bahwa 93 orang meninggal dunia dan 9 orang belum diketahui nasibnya. Media massa pun menyampaikan ucapan belasungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan dan penumpang yang meninggal, lengkap dengan menayangkan nama-nama penumpang dan awak pesawat yang meninggal. Masyarakat dan keluarga menjadi terharu dan sedih. Maskapai Adam Air kemudian memfasilitasi anggota keluarga yang ingin menjemput korban di Makassar, bersamaan dengan itu tim SAR nasional pun mengarahkan semua kekuatan menuju ke daerah jatuhnya pesawat yang diberitakan itu.
Berita ini tersebar luas dan terkonstruksi sebagai sebuah realitas ditemukannya pesawat Adam Air yang beberapa hari lalu jatuh. Terkontruksi pula pengetahuan tentang sebuah peristiwa kecelakaan pesawat terbang yang sangat mengerikan dan sedang terjadi. Konstruksi media massa ini bertahan hampir satu hari, sampai beberpa saat kemudian berita itu dibantah setelah tim SAR tiba di lokasi yang dikatakan sebagai tempat jatunya pesawat Adam Air, karena tidak terbukti ada pesawat yang jatuh di daerah yang diberitakan itu.
Jadi, realitas peta analog adalah suatu kontruksi realitas yang dibangun berdasarkan konstuksi sosial media massa, seperti sebuah analogi kejadian yang seharusnya terjadi, bersifat rasional, dan dramatis. Ralitas terkonsturksi itu begitu dahsyat (seperi yang telah dijelaskan di depan) karena pemberitaan itu lebih cepat diterima masyarakat luas, lebih luas jangkauan pemberitaannya, sebaran merata, karena media massa dapat ditangkap oleh masyarakat luas secara merata dan di mana-mana, membentuk opini massa, karena merangsang masyarakat untuk beropini atas kejadian tersebut, massa cenderung terkonstruksi karena masyarakat mudah terkonstruksi dengan pemberitaan-pemberitaan yang sensitif, bahkan opini massa cenderung apriori sehingga mudah menyalahkan berbagai pihak yang bertanggung jawab atas musibah tersebut, serta opini massa cenderung sisnis, karena peristiwa bencana ini amat tragis dan sering kali terjadi dalam penerbangan di Indonesia.
 
b.      Model Refleksi Realitas
Yaitu, model yang merefleksikan suatu kehidupan yang terjadi dengan mereflesksikan suatu kehidupan yang pernah terjadi di dalam masyarakat. Contohnya adalah sebagaimana cerita-cerita di bawah ini.
Pemandangan seram berkabut putih menyelimuti lereng pegunungan Himalaya. Dari jauh, sesekali terdengar lengkingan dan raungan dinosaurus. Tiba-tiba serombongan petualang merunduk menghindari terjangan burung purba, salah satu jenis dinosaurus yang sangat ganas. Belum lagi hilang ketakutan…..,  tiba-tiba anggota rombongan lainnya berlari berteriak histeris memeluk pempinan rombongan karena di hadapannya telah berdiri seekor dinosaurus jenis Tirex. Dinosaurus ini sangat mengerikan, taring dan gigi sampingnya terlihat besar dan tajam ketika ia membuka mulutnya. Pimpinan rombongan dengan cekatan meraih senapan berlaras panjang yang ada di punggungnya. Tanpa bertanya lagi, terdengar suara…….., dor, dor, dor. Tiga tembakan itu tepat mengenai jantung dinosaurus dan membuantnya lunglai, dan beberapa saat kemudian,…… boommm, serdengar suara gemuruh………, robohlah sang tirex. Cerita dalam alinea ini adalah sepotong kisah petualangan dalan film Dinosaurus, Jurassic Park yang termasyhur itu.
Kisah-kisah lain dalam film animasi seperti film-film World Disney, film-film kartun Micky Mouse dan sebagainya adalah sebuah hasil dan teknolgi media yang mampu membangun sebuah realitas kehidupan di sekeliling kita, bahkan seakan kita hidup bersama mereka.
Teknologi radio tidak mampu membentuk pencitraan yang lebih baik seperti yang diharapkan banyak orang, kecuali melebihi kemampuan pencitraan yang dibangun oleh tipografi dan telpon. Sehingga kemudian Farnsworth pada tahun 1927 menemukan televisi, maka dunia pencitraan materi mulai disempurnakan menjadi benar-benar sempurna. Namun penemuan itu tidak bertahan lama, karena akhirnya teknologi digital telepon dapat digabung dengan televisi sehingga lahir komputer yang kemudian berkembang amat sangat cepat. Kini telepon, radio, komputer, dan televisi sudah dapat digabung menjadi satu, menandai teknologi yang disebut dengan internet. Jadi, apa sebenarnya yang perlu diperhatikan dan media mana yang harus lebih unggul, karena ternyata masing-masing media itu saling mendukung dan memiliki segmen yang berbeda-beda. 

3.      Kesimpulan
Realitas yang dibentuk oleh media massa yang dalam tulisan ini adalah media elektronik berupa radio dan televisi, kedua media itu menampilkan dan menyuguhi massanya dengan realitas bentukan media itu sendiri. Sehingga, potensi-potensi pembentukan masyarakat maya sangat besar terjadi.
Tampilan-tampilan atau suguhan yang disajikan radio dan televisi, seperti berita yang berada disatu tempat atau bahkan di satu negara secara nyata tidak dapat dikomsumsi oleh masyarakat yang berada di tempat atau negara berbeda, kini berita tersebut dapat dinikmati dengan mudah walaupun berbeda lokasi. Tampilan berupa realitas yang dibentuk oleh media massa ini merupakan realitas media dan itu dapat diakses oleh masyarakat yang berbeda ruang dan jarak yang jauh secara bersamaan. Relasi ini membuat masyarakat yang terhubung akan merasa seperti yang katakan Burhan Bungin, yaitu di sebuah desa yang besar (the big village).
DAFTAR PUSTAKA
Barker, Chris. Cultural Studies: Teori dan Praktek. Penerjemah Tim KUNCI Cultural Studies Center. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2005.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat 3th ed. Jakarta: Kencana, 2008.





[1] Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktek. Penerjemah Tim KUNCI Cultural Studies Center (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2005).
[2] Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, 3th ed. (Jakarta: Kencana, 2008), h. 159.
[3] Ibid., h. 160.
[4] Ibid.
[5] Ibid., h. 212-216.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini