Minggu, 16 November 2014

Giovanni_KPI 5/E_Tugas Etika 7

Nama  : Giovanni

Kelas   : KPI 5/E

NIM    : 1112051000142

Tugas  : Etika dan Filsafat Komunikasi

Etika dalam Profesi Komunikasi

Ada berbagai macam profesi yang berhubungan dengan komunikasi. Salah satu profesi yang sangat dekat kaitannya dengan komunikasi adalah media. Para pekerja media khususnya mereka para jurnalis memiliki sebuah pedoman yang dapat menunjang dan mengatur mereka dalam menjalankan tugas. Jurnalis di Indonesia sendiri secara hukum segala kegiatannya diatur dalam Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999. Selain dibatasi oleh ketentuan tersebut, jurnalis di Indonesia juga berpegang pada Kode Etik Jurnalistik.

Kode etik jurnalistik sejatinya tidak hanya satu. Ada beberapa macam kode etik jurnalistik yang diakui di Indonesia, seperti Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (KEJ-PWI), Kode Etik Wartawan Indonesia(KEWI), Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis Indonesia (KEJ-AJI), Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia dan lainnya. Namun yang akan dibahas berikutnya adalah Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia.

Secara Ontologi, dapat kita lihat bahwa Kode Etik Jurnalistik merupakan kumpulan etika yang mengatur profesi kewartawanan. KEJ-PWI, merupakan kumpulan etika yang mengatur wartawan dalam menjalankan profesinya disusun oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). KEJ-PWI ditujukan serta diberlakukan bagi seluruh wartawan anggota PWI.

Secara Epistemologi, KEJ-PWI lahir berdasarkan kesadaran bahwa setiap wartawan Indonesia harus menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan pancasila. Oleh karena itu, rasanya perlu ada sebuah pedoman yang dapat mengatur hal-hal tersebut. Sehingga nantinya dapat terwujud pers yang professional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

KEJ-PWI memiliki sejarah yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pers di Indonesia sendiri. PWI sendiri dibentuk pada tahun 1946 di Solo. Namun, di masa-masa awal pembentukannya, PWI belum memliki kode etik. Setahun berselang, tepatnya tahun 1947 lahirlah kode etik PWI. Seiring berjalannya waktu, bermunculan organisasi wartawan lain selain PWI. Hal ini menyebabkan perlu ada kode etik jurnalistik bagi wartawan yang bukan termasuk anggota PWI. Kemudian pada tanggal 30 September 1968, dewan pers menyusun kode etik jurnalistik bagi wartawan Non PWI. Hal ini menyebabkan terjadi dualisme kode etik jurnalistik, kode etik jurnalistik yang berlaku bagi wartawan anggota PWI dan kode etik jurnalistik yang berlaku bagi wartawan Non PWI.

Pada tanggal 20 Mei 1975, pemerintah mengesahkan PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan Indonesia menyusul peraturan pemerintah mengenai wartawan pada tahun 1969 yang turun melalui Peraturan Menteri Penerangan No. 02/Pers/MENPEN/1969. Pada pasal 4 peraturan tesebut dituliskan bahwa wartawan Indonesia harus menjadi anggota organisasi wartawan Indonesia yang telah disahkan oleh pemerintah. Dengan demikian, secara otomatis kode etik yang berlaku bagi seluruh wartawan adalah KEJ-PWI. Pada era reformasi, pers semakin berkembang. Pemerintah melahirkan Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang ini membebaskan wartawan dalam memilih organisasinya. Hal ini menyebakan banyaknya organisasi wartawan bermunculan. Kode etik jurnalistik juga semakin banyak. Alhasil, pada tanggal 6 Agustus 1999 sebanyak 25 organisasi wartawan melahirkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang berlaku bagi seluruh wartawan di Indonesia. KEWI juga disahkan oleh Dewan Pers. Dengan lahirnya KEWI maka KEJ-PWI kemudian hanya ditujukan bagi wartawan anggota PWI.

Secara Aksiologi, dapat kita lihat bahwa KEJ-PWI berfungsi sebagai landasan moral dan etika profesi yang dapat dijadikan pedoman operasional dalam menjaga dan menegakan integritas serta profesionalisme seorang wartawan. KEJ-PWI juga dibuat agar wartawan tetap memegang teguh prinsip dasar yang harus mereka anut seperti yang termaktub dalam BAB I KEJ-PWI mengenai kepribadian dan integritas yang harus dimiliki oleh seorang wartawan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini