Selasa, 20 November 2012

Yusuf Tadarusman 109051000111 Tugas Penelitian Sosiologi

Propaganda di New Media (Twitter) Dalam Studi Kasus Pilkada Gubernur DKI Jakarta 
Oleh  :  Yusuf Tadarusman (109051000111) KPI 7 D                                                           

BAB 1
PENDAHULUAN
1.     LATAR BELAKANG MASALAH
              Pada masa teknologi tinggi sekarang ini media baru seperti internet berpotensi lebih banyak dipandang sebagai alat yang banyak bernilai negatif. Hal tersebut memungkinkan masyarakat memanfaatkan media baru hanya untuk pemenuhan kebutuhan institusi tertentu yang tidak memikirkan efek negatif baik untuk masyarakat luas. Karena pada saat ini banyak orang yang mengikatkan atau melabelkan dirinya pada suatu lembaga khusunya dalam bidang politik yang memanfaatkan media baru untuk mempengaruhi khalayak. Mereka menjalankan arus informasi untuk mengubah tindakan, opinin, pola pikir bahkan pandangan hidup orang banyak. Media baru kini dimanfaatkan oleh partai-partai politik untuk menjalankan kepentingan karena media memiliki kekuatan untuk mempengaruhi masyarakat. Dalam hal ini media sangat-sangat efektif dalam menjalankan usaha partai politik mempersuasifkan atau mempropagandakan dalam kampanye pemilihan.
       
       Kegunaan media baru sangat kontroversi, terlebih masyarakat kini mudah terpengaruh isu propaganda dan menyerap informasi yang nyatanya hanya berisi manipulasi pikiran semata. Serangan informasi propaganda  kerap kali terjadi ketika masa-masa kampanye pemilihan. Apalagi perkembangan media baru merambah dan melekat juga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehingga mudah sekali bagi lembaga partai melancarkan arus propaganda maupun persuasif yang berbau politik dalam kampanye pemilihan. Media baru memiliki keistimewaan memanipulasi opini publik tentang mengenai pencitraan atau menanamkan sosok ideal seorang kandidat dalam kampanye pemilihan. Media baru banyak lebih mudah memasuki sosio-kultur masyarakat modern yang haus akan informasi. Propaganda sebagai teknik komunikasi berkonotasi negatif sangat membantu pasangan kandidat dalam kampanye pemilihan ketika memutarbalikkan fakta atas citra buruk yang dimiliki sehingga khalayak percaya dan bersikap seperti yang propagandis lakukan.
              Selain itu, penyajian media baru digunakan propagandis untuk memanipulasi opini publik yang telah terbentuk atas masalah yang telah mengikat kandidat dan diketahui khalayak. Media baru menyaring pandangan negatif yang berasal dari berbagai komunikator lawan politik. Media baru mampu memutarbalikkan fakta mengenai keadaan segala sesuatu dan bagaimana seharusnya kandidat itu dengan menyajikan gambaran isu positif untuk menutup-nutupi fakta mengenai isu negatif. Berita yang terkandung dalam media baru dalam kampanye pemilihan terkadang  menyusupi propaganda dan persuasif kepada khalayak. Hal itu menjadi bagian dari taktik kampanye lembagai partai menjelang pemilihan umum. Para kandidat menyusupi pesan tersembunyi dalam media baru ketika masa kampanye berlangsung. Mereka tidak kampanye langsung kepada pemilih melainkan membuktikannya secara tidak langsung dalam media baru bahwa mereka adalah calon pejabat yang baik.
              Tidak bisa dihindari mengenai fenomena propaganda dalam media baru belakangan ini kerap kali dijadikan sebagai tombak politikus dalam pemilihan umum. Pada dasarnya individu yang terikat dengan dunia politik akan menggunakan segala cara untuk mencapai kepentingan yang diinginkan. Politikus propaganda memanfaatkan teknologi modern dalam kegiatan kampanye yang bersifat persuasif berkonotasi negatif. Artinya politikus merekayasa sebuah isu melalui media baru yang berisi informasi palsu dan memutarbalikkan fakta. Terdapat kesenjangan kredibilitas dalam apa yang dikatakan kandidat kepada khalayak, berita bohong dan tidak akurat ia gunakan untuk mengembalikan berbagai kontradiksi dalam dirinya menjadi kandidat yang menonjol dalam kebaikan.
              Media baru disebut-sebut sebagai "second media age", dimana media tradisional seperti radio, Koran, dan televisi telah banyak ditinggalkan oleh khalayak. Internet sebagai media baru yang dioperasikan dengan seperangkat alat komputer berjaringan merupakan tonggak dari perkembangan teknologi interaksi global di akhir dekade abad ke-20[1]. Kehadiran media baru mengubah arah komunikasi yang selama ini menganut satu arah atau broadcast, maka dengan kehadiran teknologi media baru komunikasi bisa menjadi dua arah bahkan lebih aktraktif. Media baru sangat efektif dan memberi efek langsung yang nyata kepada khalayak. Maka politikus menggunakan media baru guna melancarkan tujuan propagandanya. Politikus dalam masa kampanye menyebarkan informasi yang mudah dicerna secara berulang-ulang, tidak abstrak atau terpola, bersisi tunggal, diformulasikan secara sederhana dan terus disebarkan melalui berbagai media komunikasi.
              Jelang pemilihan umum biasanya kandidat menggunakan jalur propaganda ke dalam media baru ketika kampanye. Kebanyakan orang menganggap kampanye pemilihan sebagai upaya kandidat mempropagandakan pemberi suara yang potensial. Namun jangka waktu kampanye biasanya terbatas bagi politikus bahakan hampir tidak cukup untuk melancarkan propaganda yang sesuai diinginkan. Karena tidak ada teknik dalam propaganda yang efektif dalam kampanye yang terbatas. Namun beberapa media memiliki keunggulan dalam hal melancarkan propaganda yang singkat. Media baru seperti internet dalam studi kasus pemilukada DKI Jakarta memberikan bukti bahwa tim sukses dua pasangan calo gubernur yaitu jokowi dan basuki serta Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli menggunakannya sebagai media perantara selama kampanye berlangsung. Mereka mencoba memanfaatkan kekuatan utama media baru seperti jejaring sosial dalam mengkombinasikan informasi yang bersifat persuasif dan propaganda untuk dikonsumsi oleh khalayak. Bagi mereka kampanye politik yang berhasil hanya memanfaatkan satu media komunikasi. Dalam kasus ini jejaring sosial seperti twitter yang sedang banyak menggandrungi masyarakat informasi dimanfaatkan lembaga politik untuk penyebaran persuasif bahkan berkesan propaganda dalam kampanye pemilihan.
              Kedua pasangan memanfaatkan media baru sebagai peluang utama mendapatkan pemilih yang potensial. Namun disisi lain mereka menyusupkan kesan propaganda dalam media baru ketika kampanye berlangsung. Perang isu politik dan janji-janji para kandidat disebarluaskan ke khalayak dalam bentuk propaganda guna memperoleh pengaruh langsung berupa tindakan dan efek sesuai tujuan propagandis. Dalam studi kasus pemilukada ini yang menggunakan media baru adalah para juru kampanye professional. Beliau ini yang berperan aktif mencover setiap isu propaganda yang berkembang di masyarakat. Ketika sebuah isu negatif muncul terhadap kandidatnya maka tim suksesnya akan langsung memutarbalikkan fakta dengan menggunakan data yang tidak akurat kepada tim sukses lawan. Inilah yang terjadi antara kedua pasangan tersebut dalam masa kampanye. Media baru dijadikan cara pandang lembaga politik dalam berkampanye. Namun mengapa isu yang diangkat oleh para kandidat berkesan tidak akurat dan hanya untuk mempropagandakan khalayak. Apakah hal itu menjadi teknik politikus dalam memperoleh suara dalam pemilihan umum. Tim sukses manakah dari kedua pasangan  calon gubernur DKI yang berhasil menjalankan tindakan penyebaran arus informasi berlatar belakang propaganda melalui media perantara jejaring sosial dalam hal ini twitter. Strategi apakah yang digunakan mereka ketika kampanye media baru berlangsung.
2. STUDI KASUS
           Ketidakmampuan politikus yang tidak memiliki teknik mempropagandakan khalayak dalam kampanye pemilihan menyebabkan gagalnya menghimpun pemilih yang potensial. Hal ini yang menjadi salah satu faktor penyebab mengapa perlunya kekuatan media baru dalam melancarkan misi propaganda oleh tim sukses. Maka dari itu terdapat usaha-usaha tim sukses dalam menyalurkan kampanye informasi untuk mempromosikan tujuannya seperti yang dilakukan oleh tim sukses pasangan calon gubernur jokowi dan basuki. Mereka menentukan media baru yang tepat untuk setiap segi program kampanye yang mereka jalankan dengan cermat sehingga isi pesan yang disampaikan mampu merubah opini khalayak sesuai yang diharapkan. Dalam kasus ini mereka memanfaatkan jejaring sosial twitter yang sedang tren saat ini. Hampir seluruh masyarakat perkotaan mengakses internet sebagai sumber informasi politik.
              Strategi propaganda menggunakan media baru dalam pemilihan umum. Khalayak sebagai subjek propaganda akan mudah terkena efek berdasarkan pada proses komunikasi. Hal ini yang menyebabkan kedua pasangan memanfaatkan perkembangan teknologi dalam kampanye pemilihan karena pengaruh yang nyata. Dalam jejaring sosial twitter salah satu pasangan yaitu Fauzi Bowo dan Nachrowi tidak menganggap bahwa media baru tersebut memberikan pengaruh besar dalam kampanye pemilihan. Mereka mengaku bahwa tim sukses telat memanfaatkan media baru ketika kampanye pemilihan berlangsung. Menurut tim sukses Foke-Nara Kahfi Siregar mengemukakan bahwa tim sukses pasangan Jokowi dan Basuki menjelang pemilihan umum menggunakan jejaring sosial secara diam-diam mengeluarkan informasi propaganda yang memutarbalikkan fakta untuk mengubah opini publik mengenai pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi.
              Propaganda terjadi dalam media penyiaran nasional seperti berita berikut ini tim advokasi Jokowi-Ahok melaporkan cawagub DKI Nachrowi Ramli kepada Panwaslu DKI karena dugaan pelanggaran SARA atas pernyataan yang disampaikannya Senin (10/9) kemarin. Pernyataan Nara itu termuat dalam pemberitaan media massa yang menyatakan, "Saya mengingatkan kepada kaum Betawi, tidak ada pilihan lain selain satu untuk semua. Silakan keluar dari Betawi jika tidak memilih orang Betawi".[2] Kemudian di hari selanjutnya Nachrowi Ramli mengatakan bahwa Jokowi Jangan Berlagak Miskin. Jokowi mengaku dirinya cuma orang kecil, Nara anggap itu pencitraan. "Bikin iklan di luar kampanye saja mampu. Apa itu orang kecil? Bikin iklan di televisi itu kan mahal. Jadi Jokowi tidak usah berlagak miskin. Itu sudah nggak zaman," ujar Nara.[3] Kasus berupa isu lainnya dalam media baru jejaring sosial terdapat pesan propaganda mengenai pasangan jokowi dan basuki yang diterpa isu SARA selama kampanye putaran kedua. Namun isu tersebut tak sepenuhnya mempengaruhi mayoritas masyarakat muslim di DKI Jakarta.
              Masih banyak lainnya isu yang beredar dalam media penyiaran baik dalam jejaring sosial seperti twitter maupun dalam media online. Kebanyakan isu yang diangkat semata-mata untuk mengubah, mengarahkan, mengubah sikap dan tindakan suatu kelompok sasaran agar sesuai dengan efek yang diinginkan. Dengan begitu secara tidak langsung terlihat propaganda menjadi bagian dalam strategi tim sukses kedua pasangan dalam masa kampanye pilkada. Mereka tidak menyadari bahwa teknik kampanye yang dijalankan bukan hanya persuasif tetapi propaganda politik. Mereka mengembangkan suatu isu propaganda untuk memperoleh pengaruh dan pada akhirnya khalayak memilih kandidat akibat hal tersebut.
 BAB 2
PEMBAHASAN DAN TEORI
1.  Propaganda
Propaganda Dalam Kampanye Pilkada
Mengawali masa kampanye, di beberapa daerah bermunculan black propaganda atau propaganda gelap, baik melalui aneka selebaran gelap, layanan singkat (SMS), e-mail dan berbagai diskusi dalam komunitas tertentu untuk menjatuhkan dan menyudutkan pasangan calon kepala daerah. Black propaganda dalam literatur politik, terutama dalam komunikai politik sebenarnya adalah sesuatu yang baru, terutama dalam komunikasi politik sebenarnya adalah sesuatu yang baru.[4]
Menurut Alleyne sesuatu pernyataan dapat dikualifikasikan sebagai black propaganda, ialah apabila berasal dari sumber palsu, menyebarkan kebohongan dan manipulasi, sedangkan istilah lawannya adalah white propaganda, yakni pernyataan yang dapat dipertanggungjawabkan secara cermat dan teruji akurasinya. Black propaganda belakangan ini sering pula diidentikkan sebagai bentuk dari kampanye menyerang lawan politik (attack campaign). Kampanye jenis ini biasa dan lazim dilakukan di Amerika Serikat dalam pemilu presiden, maupun pemilu lokal; sebagai bentuk keseriusan menampilkan program-program kerja calon.
Kampanye menyerang (attacking campaign) sering terjadi di dalam suatu pemilihan umum. Di dalam komunikasi politik attack campaign sering diidentikkan dengan kampanye negatif (negative campaign) seperti yang ditegaskan Lynda Lee Kaid dalam Handbook of Political Communication Research (2004). Menurutnya, istilah negatif dalam kampanye tersebut adalah negatif bagi lawan politik. Sebagai contohnya, ketika seorang capres, seperti Megawati, menyerang kebijakan SBY sebagai lawan politiknya, maka kampanye itu bersifat negatif bagi SBY. Demikian pula sebaliknya.[5]
Pada umumnya bentuk attack campaign ada tiga macam:
1.      Kampanye advokasi, yaitu kampanye yang difokuskan pada upaya mempopulerkan diri dan kualitas calon dari calon yang lain.
2.      Kampanye menyerang lawan, yaitu upaya untuk menyampaikan pada publik akan kegagalan-kegagalan calon lain dalam menjalankan program.
3.      Kampanye perbandingan, yakni upaya menyampaikan pada publik secara berbanding rekam jejak (track record) calon, kualitas dan kapasitas, moral dan program kerja antar calon.[6]
Manfaat Black Propaganda
1.      Black Propaganda akan memicu terbukanya rekam jejak calon. Di mana rekam jejak adalah merupakan acuan utama publik untuk memilih calon, semakin terbuka rekam jejak calon di mata publik semakin luas pemahaman akan karakter calon pemimpinnya.
2.      Black propaganda akan dapat menguji calon dalam mengatasi masalah. Jika calon dapat mengatasi masalah kecil ini dengan elegan, yakni: santun, tegar, argumentatif, tidak emosional, cermat dan dapat meyakinkan serta diterima publik, maka dengan sendirinya publik akan menilai, bahwa calon tersebut akan mampu mengatasi masalah-masalah besar dan rumit di daerahnya dengan elegan pula.
3.      Black propaganda akan dapat menguji kedekatan calon kepada masyarakat. Artinya semakin dekat calon dengan masyarakat, maka semakin menunjukkan kemungkinan calon untuk dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat dan dapat mengetahui problem daerahnya beserta program yang dikehendaki. Sebaliknya, semakin jauh calon dengan masyarakat, maka semakin tipis pula jarak kemungkinan calon menyerap aspirasi masyarakatnya.[7]
Oleh karena itu, kita semua dan para calon kepala daerah tak perlu merasa takut dan khawatir adanya black propaganda. Karena, sesungguhnya black propaganda justru bernilai positif, yakni mencerdaskan pemilih dan para calon. Bagi pemilih, dengan sendirinya akan dapat mempermudah melakukan pilihannya. Karena terbukanya rekam jejak calon, akan semakin memperluas pengetahuan pemilih terhadap kemampuan calon dalam mengatasi masalah dan semakin memperpendek jarak antara pemilih dan calon. Dan bagi calon kepala daerah, black propaganda mestinya menjadi tantangan sendiri yang menyenangkan, serta akan dapat menguji segenap integritas intelektual, bertutur, dan berargumentasi secara cermat, agar diterima publik dalam menepis aneka bentuk black propaganda.[8]
Propaganda.  Propaganda adalah suatu kegiatan komunikasi yang erat kaitannya dengan persuasi. Lasswell melihat propaganda membawa masyarakat dalam situasi kebingungan, ragu-ragu, dan terpaku pada sesutau yang licik yang tampaknya menipu dan menjatuhkan mereka.[9]
Propaganda sekarang merupakan bagian politik rutin yang normal dan dapat diterima, dan tidak hanya terbatas pada pesan-pesan yang dibuat selama perayaan politik, kampanye, krisis, atau perang. Tujuan propaganda adalah membelenggu rakyat dengan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan.[10] Untuk meningkatkan efektivitas propaganda, seorang juru kampanye perlu mengetahui tipe atau bentuk propaganda, yakni sebagai berikut.[11]
1.      Propaganda putih, yaitu menyebarkan informasi ideologi dengan menyebut sumbernya.
2.      Propaganda kelabu, yaitu propaganda yang dilakukan oleh kelompok yang tidak jelas. Biasanya ditujukan untuk mengacaukan pikiran orang lain, seperti adu domba, dan gosip.
3.      Propaganda hitam, ialah propaganda yang menyebarkan informasi palsu untuk menjatuhkan moral lawan, tidak mengenal etika dan cenderung berpikir sepihak. Misalnya CIA dan KGB saling menyebarkan berita palsu yaitu sekedar menakut-nakuti pihak lawannya.
Propaganda juga rawan terhadap praktik-praktik penipuan. Ada beberapa macam teknik penipuan yang biasa dilakukan melalui propaganda yang perlu diwaspadai seseorang, antara lain sebagai berikut.[12]
1.      Memberi julukan (name calling)
Cara ini digunakan untuk menjelek-jelekkan seseorang dengan memberi gelaran yang lucu atau sinis sehingga orang yang dipengaruhinya benar-benar yakin. Misalnya, dia itu cerdik seperti Abunawas; dia berperilaku sama dengan Yahudi, dan sebagainya.
2.      Gemerlap (glittering generalities)
Propaganda yang menggunakan kata-kata bombastis sehingga orang tanpa sadar mengukutinya. Misalnya "barangnya sudah habis, ternyata orang masih mau", atau "mohon maaaf kepada warga Jakarta atas kemacetan lalu lintas karena simpatisan Partai X yang telah membludak" padahal di Jakarta busa dikatakan tiada hari tanpa macet.
3.      Pengalihan (transfer)
Pengalihan ialah teknik propaganda yang dilakukan dengan cara pengalihan pada objek lain. Misalnya larangan iklan rokok untuk media TV, diganti dengan berbagai macam sponsor untuk kegiatan sosial, seperti seminar, lomba olah raga, tetapi tersirat mengandung propaganda rokok karena memasang logo perusahaan yang memproduksi rokok.
4.      Pengakuan (testimonial)
Pengakuan ialah teknik propaganda yang memakai nama orang-orang terkenal seperti bintang film dan olahragawan, meskipun sebenarnya yang bersangkutan tidak memakainya. Misalnya "Minuman Suplemen A adalah minuman para juara," padahal para atlet belum tentu mengkonsumsinya.
5.      Plain Floks
Cara ini sering dipakai oleh para politisi untuk memengaruhi orang banyak. Misalnya meskipun ia sudah menjadi orang penting, tampak ia seperti orang kebanyakan, merakyat, dan sederhana hidupnya (bersahaja).
6.      Pengikut (bandwagon)
Teknik propaganda seperti ini ditujukan kepada orang-orang yang berpengaruh seperti kepala kantor, pemimpin partai, kepala desa. Maksudnya kalau orang itu menjadi anggota, anggota lainnya yang lebih rendah status sosialnya akan mengikuti atasannya.
7.      Memakai Fakta (card stacking)
Cara ini diguakan untuk mencoba mengemukakan fakta untuk meyakinkan orang lain. Misalnya melalui contoh-contoh, tetapi di balik itu ia menutupi kekurangan yang dimilikinya.
8.      Kecurigaan yang penuh emosi (emotional stereotype)
Ialah teknik propaganda untuk menumbuhkan rasa curiga yang penuh emosi. Misalnya "ia memperoleh nilai baik karena ia meniru pekerjaan Anda", ataukah memberi penamaan kepercayaan yang bersifat negatif karena stereotipe, misalnya etnis, agama, dan keturunan.
9.      Retorika
Ialah teknik yang digunakan dengan memilih kata-kata yang bisa menarik seseorang sehingga orang itu bisa menuruti kehendaknya.
Salah satu bentuk propaganda yang sering merisaukan masyarakat adalah desas-desus dalam bentuk rumor atau gosip. Desas-desus biasa disebut isu atau sassus muncul dalam masyarakat yang tidak stabil. Dalam masyarakat seperti ini desas-desus muncul dan menjalar dengan sangat cepat. Desas-desus muncul karena selain ketidakadaan informasi, juga dilancarkan untuk membingungkan orang dengan tujuan tertentu.[13]
Sebuah desas-desus bisa berhasil jika pesan yang disebarkan singkat, sederhana, dan menonjol. Sebaliknya suatu desas-desus sangat mudah bergeser jika makin jauh dari fakta yang diketahui, dan mengalami pemutarbalikan dari keadaan yang sebenarnya.[14]
2. Media Baru dan Perkembangannya
Media baru adalah media yang berkembang pada era komunikasi interaktif. Media baru adalah media yang baru sama sekali sebagai sebahagian dari lompatan sejarah umat manusia seperti yang pernah terjadi pada kelahiran mesin cetak. Akan tetapi seperti sebuah alat transportasi, kehadiran media baru tidak serta-merta menghapus penggunaan media cetak dan telekomunikasi.
Para peneliti media baru memiliki pelbagai definisi tentang media baru, yang tergantung sudut pandangnya, seperti teknologi, ekonomi, ataupun perilaku (psikologi). Akan tetapi, sebagian besar definisi tersebut memang berada dari sudut teknologi. Ron Rice misalnya, mendefinisikan media baru sebagai teknologi komunikasi yang melibatkan komputer (mainframe, PC atau notebook) yang menyatakan penggunanya untuk berinteraksi antara sesama pengguna ataupun dengan informasi yang diinginkannya.
Produk dari media baru sangat canggih dengan beberapa teknologi baru seperti CD/DVD-ROM, televisi kabel, jaringan komputer (internet atau LAN) dan berbagai turunan dari internet (facebook, chatting, web, email, newsgroup). Akan tetapi, sebagai produk perkembangan teknologi tentu ada kelebihan sekaligus kekurangan dari media baru dibandingkan media interpersonal ataupun media massa. Media interpersonal misalnya, hanya dapat mengkomunikasikan hanya satu pesan unik pada satu orang. Sedangkan, media massa dapat mengkomunikasikan pesan secara meluas, dengan pesan yang seragam untuk semua penerimanya. Kedua hal inilah yang dibongkar pada era media baru, karena dengan media baru seorang komunikator; Pertama, dapat berkomunikasi secara interpersonal terhadap sebuah pesan yang unik untuk banyak orang pada satu waktu. Kedua, dapat berkomunikasi dengan banyak orang dengan pesanan yang unik untuk setiap orang[15].
Prinsip propaganda melalui media massa[16]
Tentu saja untuk mengaktifkan propaganda politik di media massa juga sangat perlu memperhatikan beberapa prinsip-prinsip umum yang diturunkan dari riset mengenai pengaruh komunikator dalam keberhasilan usaha persuasif (dalam Dan Nimmo, 1993:50):
1.      Status komunikator. Artinya setiap peran membawa status atau prestise tersendiri. Secara umum, semakin tinggi posisi atau status seseorang di tengah masyarakat, maka akan semakin mampu dia melakukan persuasi. Misalnya saat Orde Baru, Soeharto merupakan propagandis konsep developmentalism, sementara era Orde Lama Soekarno menjadi propagandis dari tujuan revolusi.
2.      Kredibilitas komunikator. Mempersepsikan bahwa propagandis itu memiliki keahlian, dapat dipercaya dan memiliki otoritas, mereka dapat dianggap komunikator yang kredibel.
3.      Daya tarik komunikator, hal ini meningkatkan daya tarik persuasif. Yakni tingkat kesamaan usia, latarbelakang, dll.
Salah seorang ahli propaganda Goobbels, dalam memikirkan strategi kampanye persuasifnya membedakan antara haltung dengan stimmung. Haltung merupakan upaya mempengaruhi perilaku, sikap, dan perbuatan orang. Sementara stimmung merupakan morel mereka, penerimaan dan retensi imbauan persuasif.
Karakteristik Media Baru[17]
1.      Network
Secara teknis definisi network selama ini dipahami dalam terminology teknologi informasi, terutama pada subjek ilmu komputer. Dalam karakteristik media baru, bahwa definisi network adalah perangkat digital yang saling terkoneksi dalam kanal-kanal komunikasi.
2.      Information
Konsep tentang informasi dalam pembahasan ini beranjak dari pemikiran Claude Shannon dan Warren Weaver tentang proses transformasi informasi (Gane and Beer, 2008:35-37).
Kehadiran teknologi, misalnya computer dan internet, tidak lagi dipandang sebagai media dalam menyampaikan informasi dari pengirim ke penerima begitu juga sebaliknya. Media sudah menjadi bagian dari proses informasi tersebut.
3.      Interface
Term "interface" akan menjelaskan bagaimana media baru beroperasi dan bagaimana produksi informasi itu memberikan efek. Sebab, term tersebut merupakan sebuah konsep dan alat material sehingga memungkinkan terhubung dengan network. Steven Johnson menjelaskan bahwa kata 'interface'  merupakan perangkat lunak yang menghubungkan interaksi antara pengguna (user) dengan computer.
4.      Archive
Karakteristik selanjutnya dari media baru adalah archive atau bisa disebut dengan istilah penyimpanan (arsip). Kehadiran situs jejaring social seperti Facebook, MySpace, atau Twitter menjadi perangkat lunak yang memungkinkan sebuah arsip dari individu pengguna itu terjadi. Bahwa situs jejaring social tersebut memiliki fasilitas untuk menyimpan aktivitas dari penggunanya, seperti foto-foto kegiatan, serta fasilitas "wall" yang memungkinkan pengguna menulis status apa yang sedang dipikirkan, peristiwa apa yang sedang dialami, sampai pendapat mereka tentang sebuah peristiwa.
5.      Interactivity
Bagi Graham interactivity merupakan salah satu cara yang berjalan di antara pengguna dari mesin (teknologi). Kehadiran teknologi komunikasi pada dasarnya memberikan kemudahan bagi siapa pun yang dasarnya memberikan kemudahan bagi siapa pun yang menggunakan teknologi untuk saling berinteraksi; bahkan teknologi telah mewakili kehadiran dan atau keterlibatan fisik dalam berkomunikasi.
6.      Simulation
Karakteristik selanjutnya dari media baru adalah simulasi atau hyperreality. Media dalam konsepsi Baudrillard, pada dasarnya bukanlah cerminan dari realitas, melainkan ia sudah menjadi realitas tersendiri. Inilah yang disebut Baudrillard sebagai hyperreality di mana media tidak lagi menampilkan realitas tetapi menjadi realitas tersendiri bahkan apa yang ada di media lebih nyata (real) dari realitas itu sendiri (Ritzer and Goodman, 2004: 678).
BAB 3
ANALISIS MATERI
1. Pentingnya Media Baru (Twitter) dalam Pilkada DKI 2012
Meminjam istilah dari Marshal Mc Luhan tentang global village yang kurang lebih menggambarkan fenomena yang terjadi saat ini. Orang – orang dapat berinteraksi dengan orang dari belahan dunia lain. Melalui media sosial seperti facebook dan twitter memberikan wadah bagi orang untuk berinteraksi. Dari sekian banyak media sosial yang ada, dalam penelitian ini kami memilih twitter sebagai media yang kami amati tentang interaksi yang terjadi terutama propaganda yang terjadi dalam pilkada DKI Jakarta putaran kedua ini.
Dipilihnya twitter dalam penelitian kali ini mengingat karakteristik yang dimiliki oleh twitter itu sendiri yang hanya memiliki 145 karakter sehingga menurut kami, kami tertantang untuk mengamati seni retorika yang muncul dalam akun milik tim pemenangan dari pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. Seni retorika yang muncul tersebut biasa nya singkat, padat dan jelas, sehingga kami tidak perlu melakukan banyak penafsiran terkait propaganda – propaganda yang muncul dalam dunia maya. Karena jumlah karakternya yang sedikit, memungkinkan pemilik akun untuk melancarkan propaganda – propagandanya yang beragam dan dalam waktu yang tidak terlalu lama jika dibandingkan dengan media sosial yang lain.
2. Teknik-Teknik Propaganda dalam Kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua pada Jejaring Sosial Twitter
            Berdasarkan penjelasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, kami menemukan teknik - teknik propaganda yang dilakukan oleh para tim pemenangan dari masing – masing cagub dan cawagub DKI Jakarta. Berikut ini kutipan Propaganda Timses pasangan Jokowi dan Basuki dari Jejaring sosial Twitter .
Kesimpulan
              Propaganda merupakan salah satu teknik komunikasi untuk menyebarkan informasi kepada khalayak. Jika selama ini propaganda melalui media – media lama, dewasa ini kehadiran media baru ternyata dimanfaatkan pula sebagai media propaganda. Banyak teknik – teknik propaganda yang dapat ditemukan pula dalam dunia twitter, terbukti banyak ditemukannya teknik – tekni propaganda di twitter.
              Jika selama ini propaganda identik untuk menyerang, dalam pilkada ini ternyata propaganda dapat ditemukan tidak hanya dalam bentuk penyerangan tetapi juga untuk membangun pertahanan.
              Menurut Alleyne sesuatu pernyataan dapat dikualifikasikan sebagai black propaganda, ialah apabila berasal dari sumber palsu, menyebarkan kebohongan dan manipulasi, sedangkan istilah lawannya adalah white propaganda, yakni pernyataan yang dapat dipertanggungjawabkan secara cermat dan teruji akurasinya. Black propaganda belakangan ini sering pula diidentikkan sebagai bentuk dari kampanye menyerang lawan politik (attack campaign).
              Dalam masa kampanye pilkada DKI 2012, pasangan jokowi terbukti melakukan strategi dalam media baru khususnya twitter. Tim suksesnya Jokowi kerap kali menyerang media center lawan yaitu tim suksesnya pasangan foke dan Nara. Berbagai isu dilancarkan oleh tim sukses jokowi seperti pengangkatan masalah kemacetan dan penumpukan sampah. Terlebih mengenai buruknya pencitraan pasangan foke dan nara selama jabatan mereka. Namun pasangan Foke dan Nara tidak kunjung melakukan serangan balik, artinya mereka hanya melakukan perlawanan tanpa meyebarkan isu kembali kepada tim sukses pasangan jokowi . Tim sukses Foke dan Nara lebih menyebarkan isu sesuai fakta tanpa melebih-lebihkan informasi tersebut yang mempengaruhi khalayak.
              Entah disadari atau tidak disadari, kedua belah pihak tim sukses telah memakai tekhnik-tekhnik propaganda seperti bandwagon, name calling, testimonial dan teknik lainnya. Dan memang teknik-teknik ini sering muncul pada saat pemilihan umum berlangsung. teknik-teknik propaganda ini dianggap ampuh dalam memberikan citra positif terhadap calon yang diusungnya.
              Pemanfaatan new media dalam berkampanye politik dianggap jurus jitu. Hal tersebut diakui oleh tim sukses kedua belah pihak. Mereka beranggapan, siapa yang berhasil menguasai kampanye di new media (khususnya twitter), maka calon pasangan tersebut akan memperoleh suara lebih dikalangan menengah keatas dan kalangan remaja.
              Maka pada hasil pilkada DKI kemarin yang memenangkan pemilihan cagub dan cawagub periode 2012-2017 adalah pasangan Jokowi dan Basuki. Mereka berhasil memanfaatkan Twitter dalam melancarkan aksi propaganda kepada khalayak. Namun pasangan Foke dan Nara mengalami kekalahan karena disebabkan mereka kurang memanfaatkan Twitter. Hal itu yang menjadi salah satu faktor kekalahan Tim Sukses pasangan Foke dan Nara dalam Pilkada DKI tahun ini.
Daftar Pustaka
Armando, Ade. 2007. Komunikasi Internasional. Jakarta. UT.
Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik, Konsep, Teori, dam Strategi. Jakarta. Rajawali   Pers.
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) cet ke-1
Nasrullah, Rulli. 2012. Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber. Jakarta. Kencana Pernada Media group
Nimmo, Dan. 1999. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Severin J Werner, Tankard W James. 2009. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di  Dalam Media Massa. Jakarta. Kencana.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Wawancara Narasumber ( Ketua Timses Foke-Nara Bang Kahfi Siregar)
1.      Seberapa pentingkah new media dalam kampanye putaran ke-2 ?
Sosial media tidak mempengaruhi  perilaku pemilih, tetapi sejujurnya pemilih banyak yang di kalangan bawah dan menjadi meter ukur di kelas menengah ke atas, bahwa kandidat mendapat pendukung yang banyak. Putaran pertama tidak terlalu memerhatikan di social media. Karena kita yakin masyarakat banyak yang memilih kita. Di putaran kedua, timses Foke-Nara membuat tim khusus social media, di antaranya ada Sarasak sebagai pendukung, ada artis yang mendukung, malahan ada artis yang mau di bayar pertweet, contohnya Radit yang ngetweet dibayar sampai 1 jt lebih dsb tapi kita tidak mau. Kita membuat tim sukses yang di daftarkan di KPU sekitar 80 orang punya akun tweeter. Ada FBJ (Forum Bersama Jakarta) sekitar ratusan anggotanya punya akun twitter juga, Cuma terkadang mereka tidak menggunakan akun pribadinya.
2.      Dimana lokasi media center atau kantor timses Foke Nara ?
Di Menteng, itu seperti studio besar dan sistem kerjanya shift-shiftan.
3.      Kalau video yang dibuat Rani Fernandes apakah resmi?
Ya, beberapa video yang dibuat dia itu resmi dari timses Foke-Nara. Kalau kamu lihat buku atau iklan itu dipersembahkan oleh tim atau pimred itu yang membuat dia. Tapi yang di Youtube banyak video yang bukan kita yang buat, yang buat orang lain karena terlihat tidak ada creadit titlenya di akhirnya. Itu banyakan mahasiswa Moestopo dan UI yang buat dan itu tidak ada biayanya sama seperti tweeter, buatnya tidak pakai biaya. Saya saja punya 5 akun, tetapi saya jarang untuk komunikasi yang lain, saya termasuk orang yang benar-benar "masang barang" kemarin. Benar-benar mengaku, tidak seperti yang lain yang diam-diam saja. Pak Fauzi Bowo juga main twitter, nama akunnya @bangfauziboem sama saya dan tim juga.
4.      Kalau twitter bang Fauzi Bowo itu, yang jadi admin bang Fauzi sendiri atau dikelola orang lain?
Kalau itu, bang Fauzi juga mengelola akunnya sendiri, Namun saya dan tim kerja kami juga ikut mengelola masing-masing. Kita jarang menyebarkan posting, hanya membalas posting saja. Sedangkan yang suka mengelola twitter bang Fauzi tapi bila perlu saja, beliau jarang ngetweet.
5.      Apa saja desk job bang Kahfi sebagai ketua media center?
Di situ saya pegang 3 jabatan. Sebagai kepala media center, kepala bidang media tim sukses, dan wakil ketua bidang isu. Tetapi yang resmi daftar di KPU cuma timses, anggotanya para partai. Saya kan dari partai Demokrat.
6.      Kalau strateginya di tweeter untuk putaran kedua kemarin seperti apa bang?
Kemarin kita ofensif, kan sebenarnya mereka menang, mereka nyerang kita, tapi kita kan tidak mau diserang, kita serang mereka juga. Kita punya dua tim, satu ofensif yang satu depensif.
7.      Kalau lihat timeline bang kahfi antara tanggal 11-20 kemarin, bang kahfi sering bilang juga kalau Jokowi hanya menang pencitraaa, apakah benar?
Ya betul, kalau saya berani bilang seperti itu. Jadi kalau Jokowi tercitra seperti yang dibilang di akun-akunnya itu tidak benar, karena tweetnya banyak yang pegang. Aslinya Jokowi itu galak, terlihat dari debat cagub di televisi. Bagi foke pencitraan itu tidak terlalu penting, karena dia berasal dari kalangan ningrat dan kalau marah, dia beneran marah.
8.      Kalau tentang idenya nemenin Jokowi berkeliling Jakarta siapa?
Itu idenya pak Fauzi sendiri, dia bilang akan mengundang Jokowi sholat Jumat dan menyampaikan, mengenalkan program-program di setiap. Kalau hari Sabtunya yang dijemput oleh ibu Pagiharto, ide anak-anak dan kita (timses). Jadi kita membesarkan hati saja, tunjukkin ke orang-orang kalau pak Fauzi tidak sendiri, dan pidatonya bagus tidak pernah menjelek-jelekkan, seperti "Ayo kita kawal", "Jakarta tidak ada matinya". Kalau saya cinta banget sama pak Fauzi Bowo.
9.      Sebelum pilgub putaran kedua, isu apa yang membuat pencitraan pak Fauzi
Tweeter itu sebenarnya liar, tidak terlalu bisa dikontrol. Jadi isu apa saja kita pakai, tapi yang jelas kesuksesan pak Fauzi Bowo yang sering kita posting setiap hari seperti MRT, banjir, sekolah gratis, sekolah swasta bersubsidi buku. Tetapi tidak luput dari visi misi kita yaitu lebih maju, lebih aman dan lebih sejahtera. Kan apa yang kita posting selalu diserang sama mereka.
10.  Kalau berita tentang bang Rhoma itu benar dibuat atau hanya kelepasan?
Begini, itu beritanya juga salah, dia kan ceramahnya di sebuah mesjid, lagi buka puasa dan pak Fauzi di undang kesitu oleh mesjid itu. Materi ceramahnya adalah surat Al-Imran dan Al-Maidah, bahwa memilih itu pilih yang seagama dan seiman. Emangnya salah? Kan disampaikan pada jamaahnya, yang salah tuh yang menyodorkannya. Makanya sampai sekarang KPU tidak mau menunjukkan siapa yang salah kepada public, yang melepaskan ke youtube kemana-mana.
11.  Apakah Foke tidak mengajukan banding?
Kalau boleh jujur kita bisa minta ke MK
12.  Kalau gelagatnya lebih semarak tweeter atau facebook atau yang lain?
Semarak social medianya di tweeter, facebook dan blog. Foke kalah di forum seperti Kaskus. Yang paling hebat mainstreamingnya adalah TV. Social media tidak terlalu berpengaruh tetapi "baju kotak-kotak" yang sangat berpengaruh. Social media gampang banget mengungkapkan fakta.
2. Wawancara Narasumber ( Ketua Timses "Jokowi-Ahok"- Kartika Djoemadi)
1.   Apa posisi ibu di tmses Jokowi-Ahok?
Saya bukan timses, saya cuma relawan karena kalo timses itu dari grup partai dari PDI-P dan Gerindra. Kalau saya non partisan.
2.   Bagaimana strategi timses Jokowi-Ahok di social media?
Kebetulan saya aktif di social media, di twitter followers saya lumayan banyak, jadi saya jadi relawannya Jokowi. Karena saya piker dari putaran pertama, saya sudah aktif cari informasi tentang Jokowi. Lalu saya tweet, di facebook juga, segala macam informasi saya twitter tentang Jokowi. Jadi praktis kalau orang bilang, kalau saya itu partisipannya Jokowilah dari putaran pertama. Terus diputaran pertama Jokowi menang kan, ternyata prediksi LSI itu salah, yang paling tepat memprediksikan presentase perolehan suara Jokowi-Ahok itu adalah political web pada saat itu. Political web itu setiap agensinya bisa melacak semua percakapan di sosial media. Misalnya, Pilkada DKI mereka harus tau keywordnya seperti, Jokowi, Joko Widodo, Ahok, Basuki, Fauzi Bowo, Foke, pokoknya keyword-keyword yang berhubungan dengan pilgub DKI itu dia masukan. Akhirnya pergerakan sentimen publik di sosial media itu terukur dengan akurat, dan setiap menit itu selalu berubah. Jadi, misalnya waktu jam 10 pagi itu Jokowi dapat 40%, Foke 30%, terus berubah lagi. Pokoknya kita bicarakan Jokowi di sosial media. Pada saat itu sentiman juga bisa diukur positif atau negatif. Kira-kira kalau nadanya itu menyela berarti negatif, kalau nada-nadanya memuji atau mendukung berarti positif nah keyword-keyword itu diukur masuk positif atau negatif.. Begitu putaran pertama selesai, Jokowi menang prediksinya political web itu yang paling akurat.
Nah, diputaran ke-2 baru nih tim Foke itu konsen soal sosial media. Tadinya mereka pikir sosial media tidak penting. Kita sebenrnya relawannya Jokowi di twitter itu kan ribuan, nah mereka itu tanpa diminta dan tanpa dibayar, independen, mereka dari putaran pertama sudah rajin saling memberi info. Pas putaran ke-2 muncullah akun-akun tim Foke, pokoknya tujuannya buat kampanye negatif supaya sentimen negatif Jokowi itu naik, setelah sentimen Jokowi naik, nah publik setelah disurvei di sosial media itu isinya kaum intelektual, rata-rata opinian leader dan informal leader. Jadi Foke mengeluarkan banyak uang untuk orang-orang yang mengkampanyekan tentang dirinya di sosial media. Itupun orang-orangnya tidak mau terlihat. Jadi, misalnya saya Dini nih, saya dibayar sama Foke, saya tidak mau menggunakan akun pribadi saya, saya pakai akun anonim saja. Akhirnya muncullah banyak akun-akun yang aslinya tuh ownernya dibayar untuk ngetweet sebanyak-banyaknya terus dibayar sekian disetiap minggunya. Gimana caranya supaya bikin fitnah atau apa saja tentang Jokowi gitu. Saya nyuruh admin lain, jadi Triomacan ada adminnya banyak, terus ada burung hantu lah segala macam. Jadi misalnya, saya nyuruh adminnya dan admin itu buat 10 akun, nah induknya itu cuma 1, nanti kalau induknya ngetweet, nanti kloningannya retweet atau menanggapinya.
Terus lama kelamaan pada fitnah, kita coba membuat culture. Kemudian saya di panggil Jokowi dari Solo, beliau menanyakan saya aktif ya di sosial media, saya perlu satu koordinator untuk mengumpulkan relaan di sosial media, dikasih wadah lalu di organisir. Supaya mereka punya 1 isu yang bisa di tweet bareng. Kalau misalnya ada fitnah, kita handling bareng-bareng. Akhirnya kita buat judgment Jokowi-Ahok follountir. Jadi orang sambil nunggu bus atau dijalan macet sambil ngetweet. Kemudian saya cari donatur, ada PT Arduda Indonesia punya pak Toni, dia itu adalah sosial media agency, dia kantor infrastrukturnya. Dia yang buat web, sertifikatnya. Pokoknya waktu kita launcing judgment, kita buka pendaftaran dengan akun-akun aslinya bukan anonim, kita mau buat sesuatu yang beda saja gitu. Disana kampanye negatf, disini tidak. Kalau ada informasi negatif kita klarifikasi, kita ngetweet tentang  prestasi-prestasinya Jokowi. Pokoknya kalau mau jadi membernya judgment, syaratnya harus ngetweet minimal sehari tentang Jokowi, tidak ada syarat lain. Jadi, volunteers kita bebas ngetweet dengan bahasa masing-masing, ada yang gaya bahasanya meledak-ledak ada bahasanya santun tapi "dalam", dan ternyata member judgment itu dari Medan ada, dari Bandung, Solo, dari seluruh Indonesia. Waktu kita launcing tanggal 12, members kita sudah ada seribu, begitu kemarin tanggal 20, kan targetnya 10 ribu, itu ternyata 11 ribu-an yang daftar. Dari tanggal 12 sampai 20 itu ada1 juta mantion, ternyata ada 2 juta lebih. Saya bikin setiap seminggu sekali pertemuan, misalnya minggu ini pertemuan facebooker, minggu besoknya pertemuan relawan blogger, terus minggu depannya lagi anak twitter. Kemudian membuat pembekalan tentang sosial media literasi, jadi bagaimana kita membuat tweet yang elegan, lalu dengan bahasa yang seperti apa. Judgment itu kan etalasenya pak Jokowi, kalau untuk real campaign itu urusan partai, kita tidak ikut-ikutan, kita lebih di sosmed saja. Setiap ngetweet selalu sebut nama pak Jokowi, supaya di political web votingnya tinggi. Yang paling seru adalah seminggu sebelum pemilihan kita buat tranding topik. Misalnya, hari ini kita ganti judul lagu dengan Jokowi-Ahok, besok kita ganti judul film Jokowi-Ahok, jadi strateginya strategi yang fun gitu, bukan strategi memfitnah lawan, beda lah pokoknya sama "tetangga sebelah". Kalau dia kan pakai hardcore kalau kita pakai softcore. Anak-anak tweet kamil project namanya yang buat iklan  itu adalah sampai 12 juta-an habisnya, dari baju-bajunya, soundnya, dll.
Pokonya membuat akun dimana pak Jokowi menjadi brandnya anak-anak muda. Jadi kalau kita ngetweet tidak boleh buat tweet war. Jadi pokoknya mengorganize relawan harus yang changing, harus yang fun. Kita punya agenda setting sosial media, isunya kita tentukan, dan cara memberitahukannya bebas.
3.   Konsonansi?
Jadi, Jokowi-Ahok tidak pernah membayar konsultan politik, konsonansi pun sebenarnya juga relawan tapi dia dapat sponsor, donaturnya itu tidak mau disebutkan namanya, dia kasih dana ke Hasan untuk buat tim untuk mengambil foto-foto pengambilan suara, fotonya lansung dikirim lewat BBM. Kalau Hasan monitoring pencoblosan sampai penghitungan suara.
Jokowi tidak pernah meminta konsultan politik, malah konsultan itu sendiri yang mau menjadi relawannya. Kalau soal mainstream media itu yang koordinator Budi Purnomo, kalau saya lebih ke sosial medianya. Tapi pak Budi juga folountir organizism.
4.   Apakah sosial media sangat berpengaruh?
Ya, sangat berpengaruh. Karena target vouter Jokowi dengan Foke itu berbeda. Target vouter Jokowi pertamanya adalah masyarakat menengah ke bawah, pedagang pasar, PKL, itu srateginya pak Jokowi dengan datang langsung (tatap muka), itu mereka lakukan sendiri. Target vouter     kedua adalah pemilih pemula. Pemilih pemula di dapat di virtual live, ada di sosial media, dunia     maya. Kenapa sangat penting, karena vouter kita banyak yang disitu, selain iut banyak opinion            leader, seperti Adi MS dan Hanung, mereka itu opiniann leadeer, karena apa yang mereka        bicarakan followernya percaya. Jadi, orang-orang itu tidak dibayar, Adi MS bilang "siapa yang       mau bayar saya? Saya saja belum pernah ketemu pak Jokowi."
     Karena munculnya Triomacan dengan fitnah-fitnah itu, munculah judgment. Ownernya inilah.com       itu adalah pemilik Triomacan. Jadi, judgment itu yang minta dibuat oleh pak Jokowi, bagaiman         kita, teman-teman relawam dibuat wadah.
5.   Apa yang ditakutkan Jokowi terhadap follounternya Foke?
Mahasiswanya, karena mahasiswa punya idealism, mereka kalau sudah pro terhadap suatu hal, mereka akan gigih memperjuangkan terhadap sesuatu itu, misalnya saya sudah nge-fans banget sama Foke, bapak saya pak RT dibayar sama Foke. Jadi, yang ditakuti pak Jokowi terhadap folountirnya Foke adalah mahasiswa-mahasiswanya, karena mereka informalider, pendapatnya selalu didengarkan.
6.   Sebenarnya yang membuat mainstream "kotak-kotak" itu siapa?
Pak Jokowi sendiri. Sebenarnya yang bisa membuat brandingnya pak Jokowi itu adalah "kotak-kotak", yang kedua adalah yang "pendeso" itu, misalkan waktu debat itu, pak Jokowi hanya menggunakan sepatu yang harganya hanya 180rb sedangkan foke yang 1 jt-an, pak Jokowi menggunakan mobil inova, itu juga cuma sewaan selama di Jakarta, sedangkan Foke yang mobil mewah. Bayangkan kalau Foke yang memegang Jakarta lagi, Jakarta akan menjadi kota mall terbanyak di Indonesia. Sedangkan Jokowi selama 7 tahun menjabat gubernur di Solo hanya membangun 2 mall. Jadi masyrakat bawah itu pro dengan Jokowi itu karena mereka pasti membantu kita. Yang ketiga, Jokowi bisa membuat masyarakat bergerak mendukung dia tanpa dibayar, karena kita beli baju kotak-kotak 100 ribu. Jokowi itu natural, apadanya, harmonisasi, jadi timses dan relawan itu bersinergi, kalau kita ada acara kita lapor kepada timses, kita undang mereka. Bahkan ada yang bertanya, kalian dibayar berapa sama pak Jokowi untuk buat acara, demi Allah demi Rasulullah kita tidak pernah dibayar sepeser pun. Kalau yang profesional dibayar, tapi kalau aku tidak.
Kalau di sosial media itu tidak ada, gate keepernya itu kita sendiri user, saya jadi jurnaslisnya, saya jadi gate kepeernya juga, saya juga jadi audien gitu. Jadi, info apa pun mau fitnah, mau hujatan, tidak ada remnya kalau di sosial media itu. Karena itu akhirnya yang membuat putaran ke-2 timnya Foke konsen kesana. Video yang ada di youtube itu yang di buat sama timses Foke, isinya fitnah-fitnah Jokowi saja, yang judulnya garis kotak-kotak itu kampanye negatif. Kalau kita tidak, kita kampaye kreatif, kita buat tidak ada yang memfitnah Foke, tetapi memang kita hadapi kenyataannya ya begitu. Beda gitu kualitas kampanyenya. Banyak kok yang bilang.
Jokowi cuma habis 31 milyar kalau Foke 3 triliun buat kampanye, karena birokrat-birokratnya dibayar.
Jokowi di Jakarta dia cuma punya 5 milyar, dan itu hanya untuk biaya akomodasinya selama bolak-balik ke Jakarta. Berarti kan Jokowi tidak punya apa-apa untuk kampanye disini, karena itu kita mendalang dana, jualan baju kotak-kotak, jualan ini, jualan itu.
7.   Kalau kinerjanya timses Jokowi sama sosmed penghubung Jokowi juga dampaknya lebih besar kinerja yang mana, timses atau sosmed penhubung?
Timses kan dari partai, tugasnya pendalangan massa dan koordinir saksi-saksi dan saksi-saksi itu ribuan orang, saksi-saksi itu dibayar, 1 orang 100 ribu rupiah di TPS, 1 TPS 3 orang saksi. Relawan bertugas sampai hari pencoblosan. Jadi semua elemen penting, saksi oleh timses di training, kalau ada masalah komplein. Terus penggalangan massa pada saat kampanye terbuka kita tidak ikutan, itu tugasnya timses.
8.   Sosial media yang paling ramai dimana, apakah twitter, facebook, atau blog?
Di twitter, karena menggunakan akun asli jadi kita lebih fleksibel. Mereka selalu mention-mention tidak pernah ada bolongnya. Kalau twitter Foke kan ada bolongnya, ada sehari tidak ada yang balas.
           
"Perbandingan statement tentang kampanye dari tim sukses Foke-Nara dan Jokowi Ahok"
            Dari interview yang telah kita lakukan dengan nara sumber, dapat kita peroleh beberapa poin yang menjadi komparasi. Yang pertama, menurut tim Jokowi  jejaring sosial Twitter "Sangat berpengaruh" dalam meraih vote-getter dan kemenangan di Pilkada Jakarta 2012 kemarin. Selain Twitter, jejaring sosial lainnya yang cukup ramai dalam perdebatan dan berpengaruh adalah Kaskus (forum). Sedangkan bagi tim Foke, Twitter "Tidak Berpengaruh" dalam meraih vote-getter dan hasil Pilkada.
            Yang kedua, strategi Twitter dari pasangan tim Jokowi adalah "Fun and Joke". Maksudnya untuk melakukan attack caranya dengan Fun Twitt. Untuk melakukan counter attack caranya dengan Joke Twitt. Sedangkan strategi dari tim Foke yaitu "Attack and Defense".
            Yang ketiga, secara time to twit dari tim Jokowi yaitu menggunakan sistem shift. Jadi bergantian. Sedangkan dari tim Foke tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai waktu twit-nya tapi mereka hanya memberikan penjelasan bahwa twit-nya bisa kapan saja.
            Yang keempat, secara pendangan dari tim jokowi menganggap bahwa account twitter Foke adalah akun "Pseudonim". Akun yang dibuat untuk dibuat untuk mencitrakan Jokowi adalah akun-akun asli. Dan akun-akun tersbut dikelola oleh para volunteer (tanpa bayaran sama sekali). Mereka juga menganggap bahwa akun-akun pencitraan Foke adalah tim bayaran. Sedangkan, dari Tim Foke juga beranggapan bahwa akun Jokowi adalah akun "pseudonym" dan akun-akun yang dibuat oleh Foke adalah akun asli.
"Tabel Komparasi Statement Tim Sukses antar Kedua Pasangan Terhadap Kampanye di New Media Khususnya di Twitter"
Tim Jokowi
Tim Foke
A.
Twitter "Sangat Berpengaruh". Selain Twitter, kaskus juga berpengaruh.
Twitter "Tidak Berpengaruh". Yang lumayan greget di Blog/Forum
B.
Strategi Twitter : Fun and Joke
Strategi Twitter : Attack and Defense
C.
Time to Twitt : Sistem shift. Bukan hoot suite
Bebas, tidak ada waktu yang jelas
D.
Klaim bahwa account Twitter Tim Foke "Pseudonim" dan yang Jokowi asli.
Klaim bahwa account Twitter Tim Jokowi "Pseudonim" dan tim Foke asli.
E.
Mengaku sebagai "Volunteer" dan tim Foke "Bayaran"
Tidak menyebutkan


[1] Rulli Nasrullah. 2012. Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber. Jakarta. Kencana Pernada Media group. h: 61.
2 www.Detiknews.com, diakses pada tanggal 12 September 2012, pada pukul 22.00.
[3] www.vivanews.com di akses pada tanggal 14 september 2012, pada pukul 22.00.
[4] Agust Riewanto, Ensiklopedi Pemilu: Analisis Kritis Instropektif Pemilu 2004 Menuju Agenda Pemilu 2009, (Yogyakarta: Lembaga Studi Agama & Budaya dan Fajar Pustaka, 2007) cet ke-1, h.217.
[5] http://fmpb-sumut.blogspot.com/2012/07/indonesia-damai-sejahtera-pahami.html
[6] Agust Riewanto, Ensiklopedi Pemilu: Analisis Kritis Instropektif Pemilu 2004 Menuju Agenda Pemilu 2009, (Yogyakarta: Lembaga Studi Agama & Budaya dan Fajar Pustaka, 2007) cet ke-1, h.218.
[7] Agust Riewanto, Ensiklopedi Pemilu: Analisis Kritis Instropektif Pemilu 2004 Menuju Agenda Pemilu 2009, (Yogyakarta: Lembaga Studi Agama & Budaya dan Fajar Pustaka, 2007) cet ke-1, h.219.
[8] Agust Riewanto, Ensiklopedi Pemilu: Analisis Kritis Instropektif Pemilu 2004 Menuju Agenda Pemilu 2009, (Yogyakarta: Lembaga Studi Agama & Budaya dan Fajar Pustaka, 2007) cet ke-1, h.220.
[9] Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), h. 332.
[10] Ibid, h. 333.
[11] Ibid, h. 334
[12]Ibid, h. 334-336.
[13] Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), h. 336-337
[14]Ibid, h. 337.
[15] http://mohdhafizinorazezan.blogspot.com/p/pengenalan.html
[16] Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) cet ke-1, h.  125-126.
[17] Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya Di Era Budaya Siber, (Jakarta: Kencana, 2012) cet ke-1, h. 69-89

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini