Fenomena Sosial pada Masyarakat Sekitar Pantai Parangtritis
Pantai parangtritis merupakan salah satu tujuan wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara garis besar untuk pengembangan pariwisata di kawasan Pantai Parangtritis perlu penataan dan pengaturan tempat-tempat pemukimam penduduk, penginapan-penginapan, warung atau rumah makan dan lain sebagainya. Dengan dibukanya obyek wisata Parangtritis tersebut menyebabkan adanya fenomena sosial, fenomena sosial yang terjadi di pantai parangtritis diantaranya ada penyimpangan sosial,konflik sosial, interaksi, perubahan sosial.
Pantai Parangtritis yang hingga saat ini dibenahi oleh pemerintah daerah agar pantas dan menarik, selalu mendapat kunjungan dari wisatawan. Terutama pada hari-hari liburan ,pantai parangtritis ramai pengujung, apalagi dengan selesai dibangunya Jembatan Kretek yang melintasi kali Opak dengan adanya jembatan kali opak ini akan mempermudah kunjungan wisata ke objek wisata Pantai Parangtritis.
Ramainya kawasan wisata Pantai Parangtritis itu didukung oleh pengembangan penginapan dan rumah-rumah makan, penyediaan fasilitas seperti kuda tunggangan, kolam renang dan transportasi yang mudah dari kota Yogyakarta ke pantai parangtritis. Dampak perkembangan Pantai Parangtritis sebagai kawasan wisata memiliki dampak negatif maupun positif khususnya untuk masyarakat sekitar obyek wisata.
Dampak positif dibukanya objek wisata Pantai Parangtritis banyak dimanfaatkan oleh beberapa golongan masyarakat sebagai lahan bisnis, karena terdapat banyak orang yang mencari nafkah dengan berjualan di sekitar pantai Parangtritis. Mulai dari menjual makanan, minuman, baju, kaos, pernak-pernik, hingga mengamen, dan mengemis. Selain itu, di pantai Parangtritis juga banyak orang yang menyediakan fasiltas seperti mushola, kamar mandi, penginapan, serta lahan parkir baik motor maupun mobil. Pantai parangtritis merupakan pantai yang landai dengan bukit berbatu, pesisir serta pemandangan bukit kapur di sebelah utara pantai. Sehingga hal ini sangat menarik wisatawan baik asing maupun lokal. Di kawasan pantai ini, wisatawan dapat berkeliling pantai untuk menikmati pemandangan dengan menggunakan bendi dan kuda yang disewakan oleh penduduk. Wisatawan yang berkunjung ke pantai parangtritis kebanyakan tertarik karena keindahan alamnya serta untuk menghilangkan penat atau sebagai tempat hiburan.
Sedangkan dampak negatif dari perkembangan Pantai Parangtritis sebagai kawasan wisata itu tampak pada erosi nilai-nilai budaya. Apalagi dengan munculnya hotel-hotel yang memiliki fasilitas yang cukup bagus yang kebanyakan didirikan oleh para pendatang, Interaksi yang terjadi antara warga pribumi dan para pendatang terjalin kurang erat. Hal ini karena terkadang para pendatang mendirikan tempat penginapan tanpa seijin warga dan mereka tidak memiliki identitas yang jelas sehingga interaksi yang terjalin di antara mereka kurang baik bahkan terkadang warga sekitar sama sekali tidak mengenal para pendatang tersebut. Hal inilah yang kemudian menimbulkan sikap tidak peduli antar warga pribumi dan para pendatang. Faktor tersebut menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya dampak negatif yaitu penyimpangan sosial dari adanya obyek wisata Parangtritis, hal ini muncul karena kebebasan para pengujung hotel yang memanfaatkan untuk kepentingan dan kepuasan pribadi.
Kebebasan untuk berperilaku itu dalam hal-hal tertentu nampak adanya sikap tak peduli terhadap kepentingan masyarakat yang lain. Seperti adanya hotel-hotel dengan segala fasilitasnya dan munculnya para pramunikmat yang siap melayani para tamu yang menginap. Sikap yang tak peduli itu tidak begitu diperhatikan oleh masyarakat kawasan wisata pantai parangtritis. Sehingga seakan-akan dari sikap tak peduli menumbuhkan sikap individu-individu yang hanya mementingkan kebutuhan pribadi. Untuk mengatasi penyimpangan sosial tersebut diperlukanlah suatu pengendalian sosial untuk mengurangai atau menghilangkan dampak dari penyimpangan sosial tersebut. Dampak perkembangan pariwisata dikawasan wisata parangtritis terhadap perilaku masyarakat hanya terbatas pada masyarakat yang tinggal di pantai.
Penduduk sekitar yang masih apatis dengan obyek wisata Pantai Parangtritis, ini mengakibatkan hanya sebagian masyarakat saja yang merasakan dampak yang timbul dari obyek wisata tersebut, dalam bidang ekonomi khususnya. Kurangnya partisipasi masyarakat itu disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Kurangnya SDM di masyarakat sekitar pantai.
2. Tingkat pedidikan yang rendah.
3. Kurangnya pemuda atau Karangtaruna yang dilibatkan untuk mengurus obyek wisata.
4. Kurangnya sosialisasi di masyarakat akan pentingnya obyek wisata untuk perekonomian.
5. Masyarakat yang masih tradisional dan masih menyepelekan obyek wisata.
Faktor-faktor itu menyebabkan obyek wisata Parangtritis belum bisa dimaksimalkan, akan tetapi sekarang sudah mulai banyak masyarakat yang berjualan dan mendirikan penginapan di sekitar pantai. Menurut narasumber, yang memajukan perdagangan adalah para pendatang karena mereka memiliki bekal dan SDM yang tinggi. Hal ini membuat mereka bisa memaksimalkan peluang untuk melalukan mibilitas sosial di daerah obyek wisata. Rata-rata yang menjadi pedagang-pedagang besar dan pemilik penginapan besar adalah para pendatang.
Dengan adanya para pendatang yang mulai sukses di bidang ekonomi ini mengakibatkan masyarakat sekitar mulai sadar untuk mengadakan upaya peningkatan ekonomi. Seperti dengan berdagang di sekitar obyek wisata Pantai Parangtritis. Dengan banyaknya pedagang dari masyarakat pribumi maupun pendatang, hal ini memberikan pengaruh positif maupun negatif di antara mereka.
Perubahan sosial yang terjaadi di masyarakat Pantai Parangtritis cukup signifikan, ini bisa dilihat dari segi mata pencaharian mereka. Dahulu kebanyakan masyarakat di sekitar pantai parangtritis bermatapencaharian sebagai petani, tetapi dengan dibukanya pantai parangtritis sebagai obyek wisata membuat para masyarakat sekitar membuka warung-warung makan, tempat parkir maupun hotel.
Ditinjau dari adanya konflik, memang pernah terjadi konflik antara pedagang dengan pihak Kraton Yogyakarta. Tanah di sekitar Pantai Parangtritis adalah tanah yang dimilki pihak Kraton. Di situlah para pedagang mendirikan toko di tanah Kraton tanpa ijin, sehingga menimbulkan konflik. Pada saat itu toko pedagang yang tidak berijin itu digusur oleh pihak Kraton dan kemudian diberi ganti rugi atasnya. Tetapi ganti rugi tersebut dianggap tidak sesuai dengan keinginan para pedagang. Tidak hanya sampai di situ, setiap waktu-waktu tertentu pihak Kraton meminta pajak kepada para pedagang. Tetapi penarikan pajak tersebut akan diberitahukan terlebih dahulu agar para pedagang bisa melakukan persiapan uang pajak terlebih dahulu. Rata-rata para pedagang yang sudah memiliki surat tanah masih saja dipertanyakan legalitas hukumnya maupun keabsahannya oleh pihak Kraton. Menurut narasumber, kepengurusan surat pemilikan atas tanah di daerah Parangtritis sangat rumit.
Sumber : http://nicofergiyono.blogspot.co.id/2013/10/sosiologi-pariwisata-observasi-tentang.html
Analisis
Meningkatnya popularitas Pantai parangtritis sebagai destinasi wisata sebenarnya patut disyukuri, karena membawa efek positif bagi perekonomian warga setempat. Meskipun demikian, ada dampak negatif yang ditimbulkan. Kualitas ekologi Pantai parangtritis mulai menurun yang diakibatkan oleh banyaknya wisatawan yang berkunjung. Salah satunya adalah Banyaknya Bangunan hotel-hotel yang didirikan tanpa seijin warga dan mereka tidak memiliki identitas yang jelas. Bukan hanya itu saja karena adanya hal itu juga menimbulkan salah satu penyebab terjadinya penyimpangan sosial dari adanya obyek wisata Parangtritis,Yaitu persaigan antara masyarakat lokal dengan dengan para pendatang yang malah membuat pemadangan di daerah sekitar parangtritis menjadi tidak asri lagi karena adanya warung-warung dan tempat makan juga dengan ijin yang tidak jelas
Hal tersebut menghambat kelestarian alam. Padahal apabila Pantai parangtritis dirusak keindahannya dengan banyaknya pedagang-pedagang dan warung-warung di sekitar sehingga pemadangan tidak lagi asri maka daripada itu harus adanya pariwisata berkelanjutan.
Berikut Butler menjelaskan dalam Subadra dan Nadra mengenai pariwisata berkelanjutan sebagai berikut:
"Sustainable tourism is a tourism which concerns with management of the sustainable development of the natural, built, social and cultural tourism resources of the host community in order to meet the fundamental criteria of promoting their economic well-being, preserving their nature, culture, social life, intra and inter-generational equity of costs and benefits, securing their life sufficiency and satisfying the tourists' needs."[1]
Dari permasalahan di atas, maka penting untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berwawasan lingkungan atau yang lebih sering disebut pariwisata berkelanjutan. Pasal 4 huruf e UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa kepariwisataan bertujuan untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya. Industri pariwisata tidak boleh hanya melihat aspek bisnis saja, namun juga aspek pelestarian alam. Masalah ini membutuhkan peran aktif dari berbagai stakeholder. Dari sisi organisasi sektor publik, Pemerintah Pusat memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan ini. Selain pihak Pemerintah, pariwisata berkelanjutan juga membutuhkan partisipasi dari masyarakat dan pihak swasta.
[1] Subadra, I Nengah dan Nyoman Mastiani Nadra. 2006. Dampak Ekonomi, Sosial-Budaya, dan Lingkungan Pengembangan Desa Wisata di Jatiluwih-Tabanan. Jurnal Manajemen Pariwisata, Juni 2006, Volume 5, Nomor 1. Hlm.50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar