Tugas ke-4
Agama dan Kelahiran Kapitalisme
Weber menghabiskan sebagian besar umumnya untuk mengkaji agama terlepas dari, atau justru mungkin karena ketidakreligiusannya, atau sebagaimana yang dia akui sendiri, karena dia "sama sekali tidak tersentuh dengan soal-soal religious" (Gerth dan Mills, 1958: 25). Salah satu perhatian utamanya adalah huungan antar berbagai agama dunia dengan perkembangan system ekonomi kapitalis yang hanya terjadi di Barat (Schluchter, 1996). Jelas bahwa sebagian besarkaryanya dilakukan pada level social-struktural dan cultural; pikiran dan tindakan calvinis, penganut agama Budha, Konfusian, Yahudi, Muslim (B. Turner, 1974; Nafassi, 1998), dan penganut agama lain diyakininya dipengaruhi oleh perubahan struktur soaial dan institusi social.
Karya Weber tentang agama dan kapitalisme mencakup penelitian-penelitian sejarah lintas budaya; di sini, sebagaimana di tempat lain, ia memakai sosiologi historis-komporatif (Kalberg, 1997). Freund meringkas kesalingterkaitan rumit dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Kekuatan ekonomi memengaruhi agama protestan.
2. Kekuatan ekonomi memengaruhi agama selain protestan (misalnya, Hindu-isme, Konfusianisme, dan Taoisme).
3. Gagasan-gagasan agama memengaruhi pikiran dan tindakan individu-khususnya, pikiran dan tindakan ekonomi.
4. System gagasan agama meninggalkan pengaruh yang tidak sedikit di seluruh dunia.
5. System gagasan agama (khususnya agama Protestan) melahirkan akibat yang unik di Barat dalam membantu merasionalkan sector ekonomi dan hamper setiap institusi lain. (Freund, 1968: 213).
6. System gagasan agama didunia luar Barat menciptakan kendala structural yang begitu besar bagi rasionalisasi.
Weber (1921/1963) mengembakan tipologi jalan keselamatan. Asketisisme adalah jenis religiositas pertama yang cakupannya begitu luas, yang menggabungkan orientasi pada tindakan dengan komitmen orang beriman dalam dua subtype. Pertama, asketisisme dunia lain, yang meliputi serangkaian norma dan nilai yang memerintahkan para pengikut agar tidak bekerja didunia sekuler dan melawan hawa nafsu (Kalberg, 2001). Yang paling menarik perhatian Weber adalah subtype kedua, asketisisme duniawi, karena jenis ini mencakup Calvinisme. Agama semacam itu tidak menolak dunia; namun, ia secara aktif menyerukan anggotanya untuk bekerja di dunia sehingga mereka menemukan keselamatan, atau paling tidak tanda-tandanya.
Kalau kedua tipe asketisme tersebut berisi jenis-jenis tindakan dan penolakan-diri, maka mistisisme berisi kontemplasi, emosi dan pengucilan diri. Weber membagi lagi mistisisme sebagaimana yang dilakukannya terhadap asketisisme. Mistisisme yang menolak dunia meliputi pelarian total dari dunia. Mistisisme duniawi mengarah pada upaya kontemplatif untuk memahami makna dunia, namun upaya-upaya ini berailihat berada diluakhir dengan kegagalan, karena dunia dilihat berada diluar pemahaman individu.
Weber, khususnya dalam karya akhirnya, menjelaskan bahwa minat paling utamanya adalah lahirnya rasionalisme khas Barat. Kapitalisme, dengan organisasi tenaga kerja bebas, pasar terbuka, dan system tata buku yang rasional, hanyalah satu komponen dari system yang berkembang tersebut. Weber tidak secara langsung mengaitkan system gagasan etika Protestan dengan struktur system kapitalis dengan system gagasan lain, "semangat kapitalisme." Dengan kata lain, di dalam karyanya, kedua system gagasan tersebut berkaitan langsung.
Menurut pandangan Weber, semangat kapitalisme tidak dapat didefinisikan begitu saja berdasarkan kerakusan ekonomi; dalam banyak hal, justru sebaliknya. Dia adalah system etika, dan etos, yang memang jadi salah satu pendorong terjadinya kesuksesan ekonomi. Berubahnya upaya menghasilkan keuntungan menjadi etoslah yang jadi hal kritis di Barat.
Semangat kapitalisme dapat dipandang sebagai system normative yang berisi sejumlah ide yang saling terkait. Sebagai contoh, tujuannya adalah mengajarkan "sikap yang mengupayakan keuntungan secara rasional dan secara sistematis" (Weber, 1904-05/1958: 64). Selain itu, ia mengajarkan untuk menjauhi kenikmatan dunia: "tahukah kamu orang yang cermat dalam berbisnis? Ia akan berdiri tegak di hadapan raja" (Weber,1904-05/1958:53). Yang juga tercangkup dalam semangat kapitalisme adalah gagasan seperti "waktu adalah uang", "bekerjalah giat", "berhematlah", "tepati waktu", "berbuatlah adil", dan "mencari uang adalah tujuan yang sah dalam dirinya". Diatas semua itu, terdapat ide bahwa orang berkewajiban untuk terus meningkatkan kesejahteraannya sendiri.
Calvinis dan semangat kappitalisme. Calvinisme adalah aliran protestanisme yang paling menarik perhatian Weber. Salah satu cirri Calvinisme adalah gagasan bahwa hanya sejumlah kecil orang terpilih yang memperoleh keselamatan. Selain itu, Calvinisme berujung pada gagasan predestinasi; orang telah ditakdirkan apakah termasuk ke dalam golongan orang yang diselamatkan atau dikutuk. Tidak ada yang dapat dilakukan individu atau agama secara keseluruhan untuk memengaruhi nasib ini. Namun gagasan predestinasi ini menjadikan orang merasa tidak yakin apakah mereka termasuk yang diselamatkan atau tidak. Untuk mengurangi ketidakpastian ini, Calvinis mengembangkan gagasan bahwa tanda dapat digunakan sebagai indicator apakah seseorang diselamatkan atau tidak. Orang diserukan untuk bekerja keras, karena jika mereka jeli, mereka dapat menyingkap tanda-tanda keselamatan, yang dapat ditemukan dalam kesuksesan ekonomi. Singkat kata, Calvinis diserukan untuk terlibatkan dalam aktivitas intens dan duniawi dan menjadi "manusia pekerja"
Calvinisme juga memiliki kaitan yang jauh lebih specific. Pertama, seperti telah disebut di atas, tanpa kenal lelah kapitalis bisa mengejar kepentingan ekonomi mereka dan merasa bahwa hal ini bukan sekedar kepentingan-diri, namun melainkan tugas etis mereka. Kedua, Calvinisme membekali kapitalis yang tengah tumbuh "dengan manusia pekerja giat, penuh semangat dan biasanya rajin yang menjalani pekerjaannya dengan tekun sebagai tujuan hidup yang dikehendaki oleh Tuhan" (Weber, 1904-05/1958:117). Ketiga, Calvinisme melegitimasi ketimpangan system stratifikasi dengan memberikan kapitalis "jaminan rasa nyaman bahwa timpanganya distribusi barang di dunia ini merupakan kemurahan special dari sang khalik" (Weber, 1904-05/1985:117).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar