Nama: Rafi Fajrin Azhari
Nim: 1113054000034
Pembangunan Desa Realitas Yang Menyedihkan
Istilah pembangunan berasal dari kata bangun, diberi awalan pem- dan akhiran –an untuk menunjukkan perihal membangun. Kata bangun setidak-tidaknya mengandung empat arti, yaitu: (1) sadar atau siuman; (2) bangkit atau berdiri; (3) bentuk; dan (4) membuat, mendirikan atau membina. Dengan demikian, pembangunan meliputi segi anatomik (bentuk), fisiologik (kehidupan) dan behavioral (perilaku).
Konsep pembangunan telah menjadi bahasa yang universal. Hasrat bangsa-bangsa di dunia untuk mengejar bahkan memburu masa depan yang lebih baik menurut kondisi dan cara masing-masing, melahirkan berbagai konsep yang berkaitan dengan konsep pembangunan. Konsep itu antara lain: pertumbuhan (growth), rekonstruksi (reconstruction), modernisasi (modernization), westernisasi (westernization), perubahan sosial (social change), pembebasan (liberation), pembaharuan (innovation), pembangunan bangsa (nation building), pembangunan nasional (national development), pengembangan dan pembinaan (Taliziduhu Ndraha, 1987).
Konsep pembangunan terkait erat dengan adanya perkembangan (perubahan) sebutan untuk negara-negara Dunia Ketiga (Developing Countries). Berdasarkan pendekatan antropologi, dikenal dengan sebutan masyarakat primitif, kemudian diubah menjadi masyarakat sederhana. Demikian pula halnya dengan bangsa-bangsa. Semua bangsa yang masih dianggap primitif disebut backward countries. Sebutan ini kemudian diubah menjadi underdeveloped countries (belum atau kurang maju). Sebutan-sebutan tersebut dianggap mengandung unsur negatif dan cenderung memposisikan negara-negara Dunia Ketiga pada posisi yang rendah dan lemah dalam berbagai aspek kehidupan. Karena pada umumnya ternyata Dunia Ketiga berkebudayaan tinggi dan memiliki potensi serta sumber-sumber yang berlimpah-limpak di samping kemerdekaan nasional sebagai modal utama. Kelemahan Dunia Ketiga terutama di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta di bidang pengembangan.
Secara historis, desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara dan bangsa ini terbentuk. Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang istimewa. Struktur sosial sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa merupakan intitusi yang otonomi dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relatif mandiri. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan tingkat keragaman yang tinggi membuat desa mungkin merupakan wujud bangsa yang relatif konkrit.
Pembangunan Desa
Sebagian besar rakyat Indonesia bermukim di daerah pedesaan. Oleh karena itu daerah pedesaan mempunyai fungsi dan peranan yang sangat besar dan strategis bagi dasar pembangunan baik di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya maupun di bidang pertahanan dan keamanan nasional. Dengan demikian daerah pedesaan tidak hanya merupakan sumber kekuatan ekonomi, melainkan juga merupakan dasar bagi ketahanan nasional bangsa dan negara. Namun demikian sumber yang sangat penting bagi kemakmuran bangsa dan negara tersebut belum dapat digali dan dimanfaatkan seluruhnya, karena kondisi sosial, terutama pada masa pra Repelita. Sebelum Repelita I keadaan sosial-politik belum memungkinkan pelaksanaan pembangunan dengan sebaik-baiknya, terutama pembangunan desa. Pada waktu itu keadaan desa dan masyarakatnya pada umumnya masih sangat memprihatinkan. Tingkat pengetahuan dan keterampilan masyarakat masih rendah, prasarana dan sarana desa yang diperlukan masih langka, sehingga produksi dan produktivitasnya sangat rendah.
Oleh karena itu maka sejak Repelita I hingga sekarang diberikan perhatian yang sebesar-besarnya kepada pembangunan daerah pedesaan, baik melalui program-program sektoral, maupun melalui berbagai bantuan pembangunan kepada daerah, yang diatur dengan Instruksi Presiden (Inpres).
Kebijaksanaan pembangunan desa dititikberatkan kepada upaya untuk meletakkan dasar-dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang disesuaikan dengan kondisi daerah pedesaan masing-masing. Setiap kebijakan dan langkah yang diambil diarahkan kepada terjaminnya keserasian antara pembangunan daerah pedesaan dan daerah perkotaan yang menjadi pusatnya, serta kepada pemecahan masalah daerah pedesaan itu sendiri.
Pembangunan desa dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Memberi bantuan pembangunan desa, dengan tujuan meningkatkan pemerataan kegiatan pembangunan dan hasil-hasilnya ke semua desa di seluruh Indonesia dengan mendorong dan menggerakkan potensi swadaya gotong royong yang ada pada masyarakat desa untuk melaksanakan pembangunan desanya.
b. Membangun dan membina sistem perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya secara terkoordinasi dan terpadu melalui Sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) di wilayah kecamatan.
c. Meningkatkan prakarsa dan peranan swadaya masyarakat desa untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan melalui Lembaga Sosial Desa yang kemudian disempurnakan menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Agar supaya LKMD berfungsi, dilaksanakan latihan Kader Pembangunan Desa (KPD) untuk menjadi tenaga penggerak LKMD.
d. Melaksanakan penataan desa, pemukiman kembali serta pembinaan kelompok-kelompok penduduk yang masih hidup terpencil dan terpencar dengan mata pencaharian bercocok tanam secara berpindah-pindah.
e. Melaksanakan pemugaran perumahan dan lingkungan desa secara terpadu antara sektor-sektor dan antara sektor dengan daerah di dalam rangka membantu penduduk desa yang miskin dan tidak mampu untuk membangun atau memperbaiki rumahnya agar memenuhi syarat-syarat kesehatan.
f. Melaksanakan monitoring dan evaluasi tingkat perkembangan desa sesuai dengan tipologi desanya, sehingga setiap tahun dapat diketahui perkembangan desa dari desa swadaya menjadi desa swakarya dan desa swasembada.
Daftar Pustaka:
Marbun, B.N. 1988, Proses Pembangunan Desa, Erlangga, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar