Minggu, 30 Maret 2014

MUHAMAD IBROHIM_tugas 4_PEMBANGUNAN DESA

TUGAS IV SOSIOLOGI PEDESAAN
PEMBANGUNAN DESA
MUHAMAD IBROHIM
NIM:1113054000041
PMI II
Seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka Penyelenggaraan pemerintahan di daerah khususnya kabupaten/kota dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demikian kemudian lebih akrab disebut Otonomi Daerah.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hakikat Otonomi Daerah adalah upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah sendiri. Kewenangan yang luas dan utuh yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan ini, pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan kepada pemerintah dan masyarakat. Penerapan otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi logis berupa pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah berdasarkan manajemen keuangan daerah yang sehat.
Prinsip luas, nyata dan bertannggungjawab dalam penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. 
Dalam perkembangan otonomi daerah, pemerintah pusat semakin memperhatikan dan menekankan pembangunan masyarakat desa melalui otonomi pemerintahan desa. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat, mewujudkan paran aktif masyarakat untuk turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa.
Hal ini lebih ditegaskan dalam pengaturan mengenai desa yaitu dengan ditetapkannya PP No 72 tahun 2005. Prinsip dasar sebagai landasan pemikiran pengaturan mengenai desa  yaitu : Keanekaragaman, Partisipasi, otonomi asli, Demokratisasi, dan Pemberdayaan masyarakat.
Ginanjar Kartasas¬mita (1994) memberikan pengertian pembangunan yang sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”. Pembangunan dalam Paradigma Governance bertujuan untuk mewujudkan Interaksi antara Pemerintah, Dunia Usaha Swasta, dan Masyarakat.  Apabila sendi-sendi tersebut dipenuhi, maka terwujudlah Good Governance. 
Selanjutnya berdasarkan Permendagri No 66 tahun 2007  tentang Perencanaan Pembangunan Desa, pembangunan di desa merupakan model Pembangunan partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa bersama-sama secara musyawarah, mufakat, dan gotong royong yang merupakan cara hidup masyarakat yang telah lama berakar budaya wilayah Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 Permendagri No 66 tahun 2007,  karakteristik pembangunan partisipatif diantaranya direncanakan dengan pemberdayaan dan partisipatif. Pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sedangkan partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan.
Pembangunan di desa menjadi tanggungjawab Kepala desa sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) PP No 72 tahun 2005 ditegaskan bahwa Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Kegiatan pembangunan direncanakan dalam forum Musrenbangdes, hasil musyawarah tersebut di  ditetapkan dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Desa) selanjutnya ditetapkan dalam APBDesa. Dalam pelaksanaan pembangunan  Kepala Desa dibantu oleh perangkat desa dan dapat dibantu oleh lembaga kemasyarakatan di desa.
Selanjutnya khusus untuk anggaran pembangunan yang bersumber dari Alokasi dana desa, 70% dari anggaran tersebut merupakan belanja pemberdayaan masyarakat. Ditegaskan dalam Pasal 22 ayat (2) Permendagri No 37 tahun 2007 jo. Pasal 21 ayat (4) Perbup No 55 tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa bahwa Belanja Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk :
1.      Biaya perbaikan prasarana dan sarana publik ;
2.      Menunjang kegiatan LPMD dan PKK;
3.      Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa;
4.      Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan;
5.      Perbaikan lingkungan dan pemukiman;
6.      Teknologi Tepat Guna;
7.      Perbaikan kesehatan dan pendidikan;
8.      Pengembangan sosial budaya; dan/atau
9.      Kegiatan lainnya yang dianggap penting

Pemberdayaan masyarakat,  secara lugas dapat diartikan sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini