KEHIDUPAN SEORANG PENJUAL BAJIGUR DI JAGAKARSA
I. Latar Belakang
Maraknya makanan cepat saji (fast food) dan junk food yang menawarkan berbagai macam pilihan dengan harga bervariasi mulai dari harga yang mahal sampai murah membuat masyarakat lebih memilih makanan tersebut. Selain banyak pilihan dan harga terjangkau, makanan cepat saji mudah didapatkan hanya dengan memesan melalui telepon dan akan diantar sampai rumah atau tempat yang ingin dituju serta menjanjikan ketepatan waktu. Kemudahan-kemudahan yang diberikan selain memanjakan masyarakat dapat pula membuat masyarakat lupa akan keberadaan para penjual makanan tradisional. Keadaaan seperti ini sungguh tidak baik dan bagaikan satu hantaman bagi para penjual makanan dan jajanan tradisional. Salah satu yang merasakan dampak dari makanan cepat saji ialah penjual bajigur. Bajigur, minuman tradisional dari Jawa Barat yang berbahan utama gula aren dan santan. Minuman ini begitu populer dimasanya sebelum tergerus oleh zaman. Bajigur biasa disajikan bersama pisang rebus, ubi rebus, kacang rebus, kacang kedelai, klepon, kue pisang, timus dan lain sebagainya. Tetapi bajigur tidak sepopuler dulu, eksistensi penjual bajigur semakin jarang bukan berarti telah punah. Masih ada beberapa dari mereka bertahan hidup dengan menjual bajigur. Walau harus diakui bahwa penghasilan dari menjual bajigur di zaman modern tidak sebesar dulu.
- Mengapa penting untuk diteliti
Zaman semakin berkembang menuju modern dan banyak pilihan kuliner yang ditawarkan. Sedangkan bajigur minuman tradisional, mungkin kini hanya para orang tua yang kenal dengan bajigur. Penting untuk diteliti agar dapat mengetahui bagaimana bajigur menghidupi para penjual minuman tradisional.
- Asumsi
Adanya berbagai makanan dan minuman yang kekinian, membuat para penjual makanan dan minuman tradisional semakin terpojokkan.
II. Teori Sosiologi
Teori yang digunakan dalam penelitian adalah teori tindakan sosial yang dipelopori oleh Max Weber. Tindakan sosial menurut Max Weber adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain.
III. Pertanyaan Penelitian
1) Bagaimana kehidupan seorang penjual bajigur untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ?
IV. Metode Lapangan
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif, karena penelitian ini dilaksanakan dengan wawancara mengajukan beberapa pertanyaan. Metode kualitatif dipilih karena penelitian ini mengamati kehidupan seseorang yang tidak dapat diukur dengan angka atau uji statistik
V. Area Riset
Penelitian dilaksanakan di jalan belimbing, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mewawancarai seorang penjual bajigur yang sedang berdagang. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2014.
VI. Pertanyaan Lapangan
1) Apakah dengan menjual bajigur pilihan terakhir ?
2) Apakah bajigur masih menjadi minuman yang dicari masyarakat ?
3) Bagaimana cara menarik masyarakat agar tertarik dengan bajigur ?
4) Berkeliling mulai jam berapa ?
5) Anda seorang perantau atau asli sini ?
VII. Hasil Laporan Penelitian
Seorang penjual bajigur yang dikenal sebagai pak Ali sudah sejak lama menjual bajigur sekitar dari tahun 1997 hingga sekarang. Beliau mengaku saat ini hanya dapat menjual bajigur untuk menghidupi istri dan membiayai sekolah tiga anaknya. Sebelum menjadi penjual bajigur, beliau sempat kerja serabutan. Laki-laki kelahiran tahun 1962 ini tinggal di kontrakan kecil di daerah ciganjur. Beliau asli Jakarta yang terkadang mengeluh mahalnya harga pangan di ibu kota. Tetapi itu tidak menjadi alasan untuk berhenti sebagai penjual bajigur. Kata pak Ali, bajigur jarang diminati masyarakat saat ini karena kalah saing dengan capucino cincau yang marak dipinggir jalan. Bajigur dikenal sebagai minuman hangat, tetapi kini pak Ali menjadikan bajigur minuman dingin dengan harapan agar menarik perhatian masyarakat untuk membeli. Dan ternyata cara itu berhasil walau hanya sedikit yang berminat tetapi itu satu kemajuan. Beliau bekeliling mulai pukul 08.00 – 17.00 WIB. Pak Ali berkeliling sekitar setu babakan, ciganjur dan jagakarsa. Pembeli bajigur biasanya para lanjut usia sedangkan anak-anak atau remaja lebih memilih membeli kedelai, timus, ubi rebus dan jagung rebus. Pendapatan yang diperoleh pak Ali tidak menentu kadang Rp80.000 tak jarang juga hanya Rp20.000. Dengan penghasilan yang pas-pasan pak Ali tetap bertekad mensekolahkan anak-anaknya walaupun itu harus pinjam sana-sini. Laki-laki berkumis ini berharap baijgur tidak punah agar generasi selanjutnya mengenal minuman tradisional yang biasa diminum pada suasana dingin. Suara khas yang digunakan ketika berjualan bajigur membuat masyarakat sekitar hafal betul akan kedatangan pak Ali "guuur yang anget yang anget yang dingin guur aya aya aya".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar