I. Latar Belakang
a. Persoalan Etika yang dikaji
Istilah "Kindegarden" atau taman kanak-kanak baru dipakai Froebel tahun 1837 pemikiran untuk mendirikan sekolah khusus bagi anak-anak telah ada jauh sebelum itu. Bebrapa tokoh penting seperti Martin Luther, Comenius, Pestalozzi, Darwin dan Saguin memberi sumbangan yang tak ternilai untuk menyarankan agar anak laki-laki sebaiknya di beri pendidikan formal. Hal ini didasarkan atas penyataan bahwa anak laki-laki pada saat itu merupakan tulang punggung keluarga yang harus mampu menghidupi keluarganya, mendidik, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya. Untuk itu anak laki-laki sebaiknya bisa membaca, menulis, dan berhitung. Ia juga menyarankan agar musik dan olahraga di masukkan dalam kurikulum (Frost dan Kissinger 1976).
Tokoh lain adalah John Comenius (1592-1670) ia menginginkan agar semua anak mendapat kesempatan belajar di sekolah. Idenya yang cemerlang dan masih dipakai sampai sekarang adalah kurikulum yang terintegrasi (integrated curriculum) dan kurikulum yang memberi kesempatan anak untuk belajar pengalaman langsung. Kurikulum yang terintegrasi tidak memisahkan bidang studi seperti matematika, sains, ilmu sosial, seni dan bahasa.
Charles Darwin (1959) menulis buku tentang The Origin of species dimana ia menyatakan bahwa setiap individu yang adaftif akan survive atau tetap hidup dan melanjutkan keturunannya. Oleh karena itu agar anak bisa tetap hidup maka ia harus berlatih beradaptasi dengan lingkungannya. Disamping itu, para pendidik perlu menyadari adanya perbedaan antar individu yang berdampak pada perbedaan cara belajarnya.
Jean jacques Rousseau (1712-1778) ia menuangkan pikirannya tentang paud dalam novelnya Emile. Ia menuangkan pendapat bahwa anak adalah miniatur oarang dewasa dan menyarankan agar anak di didik sebagaimana kodratnya. Ia berpendapat bahwa pendidikan sebaiknya di sesuaikan dengan usia anak. Menurutnya anak usia lahir sampai lima tahun belajar terbanyak melalui aktivitas fisiknya. Sementara anak usia lima tahun sampai dua belas tahun belajar melalui pengalaman langsung dan melalui eksplorasi terhadap lingkungannya.
b. Alasan (Filosofis dan Praktis)
Saat ini sudah ada begitu banyak lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini yang berdiri di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Mulai dari yang bersertifikasi internasional, berlatar agama, hingga lainnya. Begitu banyaknya penawaran dan embel-embel tersebut, tak heran orangtua kebingungan harus memilih yang mana yang tepat untuk anak.
Namun, pada umumnya, kita semua tahu bahwa pendidikan anak usia dini itu penting, karena di usia inilah anak membentuk pendidikan yang paling bagus. Di usia inilah anak-anak harus membentuk kesiapan dirinya menghadapi masa sekolah dan masa depan. Investasi terbaik yang bisa diberikan untuk anak-anak adalah persiapan pendidikan mereka di usia dini.
Begitu juga hal yang dilakukan oleh R.A Nurul Yaqin. R.A yang didirikan oleh Hj. Nurjannah ini terbentuk pada tanggal 11 November 2006 terinspirasi dari kurangnya pendidikan anak usia dini yang berada di lingkungan kampung baru kebon jeruk sukabumi selatan. R.A yang awalnya menggunakan halaman masjid ini, kini telah berpindah ke kediaman beliau yang terletak di jl. Pahlawan raya no.51 sukabumi selatan kebon jeruk Jakarta barat. Tujuan dibentuk nya R.A Nurul Yaqin ini adalah:
· Meningkatkan pemahaman dalam beragama
· Mengembangkan nilai sosialisasi dan potensi dalam diri anak
· Meningkatkan pengetahuan atau pengalaman melalui kemampuan daya pikir
· Menumbuhkan minat baca dan rasa ingin tahu pada anak
· Memberikan fasilitas bermain bagi keluarga yang tidak mampu
· Membantu pemerintah dalam mencerdaskan bangsa dan meningkatkan SDM anak sejak usia dini
c. Kasus yang diangkat
Ada banyak masalah yang dihadapi oleh R.A Nurul Yaqin. Diantaranya ada anak usia dini yang ia temui memperbolehkan pengasuhnya ikut ke dalam kelas. Disini jelas, pengasuh mengambil alih otoritas orangtua. Padahal tenaga pendidik tidak menyarankan pengasuh ke dalam ruang kelas. Ada alasannya. Anak-anak harus belajar mandiri. Kemudian saya pernah melihat dalam kelas ada seorang anak yang selalu dipangku pengasuhnya. Begitu guru mengajaknya belajar, ia malah memeluk pengasuh dan menolak diajak guru. Artinya, mereka tidak berani melakukan sesuatu. Anak-anak usia dini seharusnya berani mengambil risiko. Yang jadi masalah di lembaga pendidikan anak usia dini di Indonesia, adalah kurangnya pelatihan guru-guru agar terus menjadi lebih baik, tak adanya kerjasama antara sekolah dengan orangtua, dan kurang kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini lainnya.
Perlu diketahui lagi, pendidikan anak usia dini di Indonesia tidak sama, karena tidak disubsidi pemerintah seperti kebanyakan negara lain. Karena itu, lihatlah uang sekolah untuk anak di usia dini sebagai investasi. Ketahuilah bahwa proses pendidikan anak tidak dimulai dari sekolah dasar, tetapi dari 18 bulan.
BAB II
II. Teori Etika
1. Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme. Pertama,
egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia
dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini, orang boleh saja
yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan
yang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi.
Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak
ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitu suatu tindakan yang peduli pada
orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan
dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri
(self-interest).
Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang
lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang
lain.
2. Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak
mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham
utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak, (2) dalam
mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah
kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.
Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang
memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu,
sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak.
BAB III
III. Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, yang merupakan penggambaran, pemahaman, interpretasi, penafsiran, pengembangan, dan eksplorasi terhadap suatu masalah penelitian. Metode ini mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan serta pengaruh dari suatu fenomena. Dalam pendekatan metode ini bentuk penjelasan tentang fenomena yang dibahas, yang bertujuan untuk memahami makna sehingga menghasilkan daya deskriptif yang mampu menggambarkan secara luas tentang prosedur etika pada lembaga/institusi komunikasi yang pada penilitian kali ini mengangkat permasalah etika yang ada di R.A Nurul Yaqin JL.Pahlawan Raya No.51 Sukabumi Selatan Kebon Jeruk Jakarta Barat.
1. Subjek dan Objek Penelitian
- Subjek Penelitian
Subjek penelitianya adalah R.A Nurul Yaqin sebagai suatu lembaga institusi yang akan diteliti.
- Objek Penelitian
Objek penelitianya adalah mengapa dalam melaksanakan tugas mulia tersebut, di R.A ini seringkali banyak masalh etika yang terjadi?
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah populasi dan sample. Istilah yang digunakan adalah setting atau tempat penelitian. Tempat penelitianya adalah di secretariat R.A Nurul Yaqin Sukabumi Selatan Kebon Jeruk Jakarta Barat dari tanggal 9 Oktober 2014 s/d 10 Oktober 2014
3. Teknik Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut
- Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
- Observasi
Observasi adalah pengamatan secara sengaja, sistematis, mengenai fenomena social yang kemudian dilakukan pencatatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar