Senin, 01 April 2013

teori kritis_ nyi mas ayu galuh s.w_ tugas-4

Teoti kritis _ nyi mas ayu galuh s.w_ 1110051000161 _ kpi 6f _ tugas ke-4.
Teori kritis.
Teori kritis awalnya adalah teori yang berkembang dengan pemikiran marxis, tapi semakin berkembang teori ini malah lebih menjauh dari pemikiran marxis. Teori ini mau mencoba memperbaharui dan merekonstruksi teori yang membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Ciri dari teori kritik masyarakat adalah bahwa teori tersebut bertitik tolak dari inspirasi pemikiran sosial Karl Marx, tapi juga sekaligus melampaui bangunan ideologis marxisme bahkan meninggalkan beberapa tema pokok Marx dan menghadapi masalah masyarakat industri maju secara baru dan kreatif.
Teori kritis yang difahami sebagai 'teori sosial yang dikonsepsikan dengan intense praktis', merupakan buah pikiran yang muncul dari refleksi yang luas tentang hakikat pengetahuan, struktur dari penelitian social, dasar normatif interaksi sosial dan tendensi-tendensi politi, ekonomis dan sosio-kultural. Habermas juga dinilai sebagai teoritikus neo-Marxian yang pada awal-awal tahun dalam karirnya dia secara langsung sudah diasosiasikan dengan mazhab kritis. Dan sekalipun dia memberikan suatu sumbangan yang dinilai penting pada teori kritis, selama bertahun-tahun dia menggabungkan teori Marxian dengan banyak masukan teori yang lain dan kemudian dapat menghasilkan serangkaian gagasan teoritis yang sangat khas. Habermas merupakan representasi atau juru bicara yang memiliki pengaruh terkuat dari tradisi Frankfurt. Sebagaimana garis pemikiran yang telah dibuat oleh para pemikir-pemikir mazhab Frankfurt, Habermas telah membuat kajian yang paling khusus tentang komitmen epistemologis.[1]
Teori kritis memiliki 3 keunggulan atau pokok, yaitu:
·         Pertama, tradisi kritik mencoba memahami sistem yang sudah dianggap benar, struktur kekuatan dan keyakinan atau ideologi, yang mendominasi masyarakat dengan pandangan tertentu di mana minat-minat disajikan oleh struktur-struktur kekuatan tersebut.
·         Kedua, para ahli teori kritik umumnya tertarik membuka kondisi-kondisi sosial yang menindas dan rangkaian kekuatan untuk mempromosikan emansipasi atau masyarakat yang lebih bebas dan lebih berkecukupan.
·         Ketiga, teori kritik menciptakan kesadaran untuk menggabungkan teori dan tindakan. Teori-teori tersebut bersifat normatif dan bertindak untuk mendapatkan atau mencapai perubahan dalam kondisi-kondisi yang memengaruhi masyarakat.
Habermas memberikan sebuah gambaran mengenai teori kritis, dimana teori kritis ini merupakan sebuah metodologi yang ditegakkan di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Adapun ilmu pengetahuan yang dikehendaki di sini adalah ilmu pengetahuan yang bernuansa sosiologis. Menurutnya lagi, teori kritis pada dasrnya bukanlah merupakan suatu teori ilmiah  sebagaimana yang dikenal oleh kalangan luas masyarakat atau publik akademis. Jika pada umumnya aliran positifistik berhenti pada tataran fakta-fakta obyektif, maka teori kritis tidak hanya berhenti sampai di situ. Bisa disebut bahwa teori kritis ini merupakan teori ideology. Teori kritis berusaha untuk dapat menembus realitas social sebagai fakta sosiologis guna menemukan kondisi kondisi yang bersifat transcendental yang melampaui data empiris.  Teori kritis ini sendiri merupakan buah hasil yang dimunculkan oleh mazhab Frankfurt, dimana teori ini mempunyai maksud membuka seluruh selubung ideologis dan irrasionalisme yang telah melenyapkan kebebasan dan kejernihan berfikir yang dimiliki oleh manusia modern. Pada tahap selanjutnya teori kritis ini mengalami sebuah kemacetan dan kepesimisan. Akan tetapi teori kritis  yang lahir dari rahim para pendahulu habermas ini tidak lah berakhir begitu saja . Habermas yang merupakan penerus dari mazhab Frankfurt yang disana ada Max Horkheimer, Herbert Marcuse dan theodor Adorno pada kesempatan berikutnya hendak kembali membangkitkan teori tersebut melalui sebuah paradigma baru.[2]
Dalam pandangan Habermas, teori kritis mazhab Frankfurt melakukan kesalahan ketika menerima begitu saja pemikiran Marx yang mereduksikan manusia pada satu macam tindakan saja, yaitu pekerjaan, termasuk ketika berinteraksi dengan orang lain. Karena bekerja selalu berarti menguasai, maka pekerjaan untuk pembebasan itu selalu akan menghasilkan perbudakan baru yaitu pergumulan untuk saling menguasai (Marx), saling menghisap (Horkheimer) atau the struggle for life, the survival of the fittestmenurut Darwin.


Buku refrensi:
Ø  Frans Magnis Suseno, Pijar-pijar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 2009).
Ø  Sindung Tjahyadi, Teori Kritis Jurgen Habermas: Asumsi-asumsi Dasar Menuju Metodologi Kritik Sosial; dalam: Jurnal Fakultas Filsafat UGM (Yogya: Agustus 2003, Jilid 34, Nomor 2).


[1] Sindung Tjahyadi, Teori Kritis Jurgen Habermas: Asumsi-asumsi Dasar Menuju Metodologi Kritik Sosial; dalam: Jurnal Fakultas Filsafat UGM (Yogya: Agustus 2003, Jilid 34, Nomor 2), hal. 80.
[2] Frans Magnis Suseno, Pijar-pijar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hal. 152-153.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini