Senin, 01 April 2013

Teori Kritis (Pendekatan Konteks Kepentingan)_Tasha Helmi Mahindria_Tugas4

TEORI KRITIS (PENDEKATAN KONTEKS KEPENTINGAN)
TASHA HELMI MAHINDRIA (NIM 1110051000177)
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM VI/F
A.      Pendahuluan
Teori kritis dikemukakan oleh sekelompok neo-Marxis dari The Institute of Social Research di Frankfurt, Jerman[1]. Teori kritis sendiri berisi tentang kritik terhadap beragam aspek kehidupan sosial yang ada di masyarakat, diantaranya adalah kritik terhadap sosiologi, masyarakat modern, dan kultur (kebudayaan). Teori kritis awalnya timbul karena ketidakpuasannya dengan keadaan teori Marxian. Teori kritis telah berkembang melampaui aliran Frankfurt, dan sebagian besar berorientasi kepada para pemikir Eropa, meskipun pengaruhnya timbul di dalam sosiologi Amerika.[2]

B.       Metode Studi
Dalam penulisan paper ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Dalam pengerjaannya, penulis mencari dan mendapatkan sumber informasi dari buku-buku yang membahas mengenai teori-teori sosiologi juga dari buku kamus. Buku-buku tersebut adalah Kamus Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008), Teori Sosiologi Modern (George Ritzer & Douglas J. Goodman, 2007), dan Teori Sosiologi Modern (Bernard Raho, SVD, 2007).
C.      Analisis
Teori kritis dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran dari Georg Hegel, Emmanuel Kant, Max Weber, Sigmund Freud dan Karl Marx. Critical School atau yang lebih dikenal dengan Frankfurt School lebih mengutamakan pembelajaran filosofi, jadi mereka tidak terlalu menekankan pada pengumpulan data empirikal, tetapi ini mempermudah untuk menggolongkan mereka sebagai non-empirikal atau antiempirikal.[3]
Doktrin yang fundamental dari sekolah ini menghasilkan kritikan berupa:
1.      Positivisme (kepercayaan yang nyata, fakta "positif" bisa dihasilkan dari observasi dan eksperimen)
è Mereka mengklaim bahwa ilmu sosial adalah bentuk dari kesadaran palsu yang mana "menyokong status quo di bawah tudung yang menyesatkan dari netralitas yang berharga".
2.      Marxisme untuk ketidakcukupan emansipasi dari positivisme dan untuk memikirkan bahwa para proletariat tidak bisa dielakkan membawa revolusi yang bisa mengeliminasi aliensi dan dominasi.
3.      Masyarakat untuk ketidakrasionalan dalam ketenangan individu menuju penerimaan palsu atas kondisi mereka.
Teoritisi kritis tak menyatakan bahwa determinis ekonomi keliru, ketika memusatkan perhatian pada bidang ekonomi, tetapi karena mereka seharusnya juga memusatkan perhatian pada aspek kehidupan sosial yang lain. Determinis ekonomi adalah kaum yang menganggap bahwa sistem ekonomilah yang terpenting dan menegaskan bahwa sistem ekonomi menentukan semua sektor masyarakat lainnya.[4]
Kritik terhadap positivisme sekurangnya sebagian berkaitan dengan kritik terhadap determinisme ekonomi karena beberapa pemikir determinisme ekonomi menerima sebagian atau seluruh teori positivisme tentang pengetahuan. Aliran kritis menentang positivisme karena berbagai alasan, diantaranya karena positivisme cenderung melihat kehidupan sosial sebagai proses alamiah. Positivisme dianggap mengabaikan aktor, menurunkan aktor ke derajat yang pasif yang diturunkan oeh kekuatan alamiah. Teori kiritis tidak dapat menerima gagasan bahwa hukum umum sains dapat diterapkan terhadap tindakan manusia. Positivisme diserang karena berpuas diri hanya dengan menilai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dan karena tak membuat penilaian serupa terhadap tujuan tertentu, dan karena tidak membuat penilaian serupa terhadap tujuan.[5]
Sedangkan sosiologi diserang karena "keilmiahannya", yakni karena menjadikan metode ilmiah sebagai tujuan di dalam dirinya sendiri. Aliran kritis berpandangan bahwa sosiologi tidak serius mengkritik masyarakat, tidak berupaya mengubah struktur sosial masa kini. Menurut aliran kritis, sosiologi telah melepaskan kewajibannya untuk membantu rakyat yang ditindas oleh masyarakat masa kini. Menurut mereka, sosiologi telah melepaskan kewajibannya untuk membantu rakyat yang ditindas oleh masyarakat masa kini[6]. Aliran kritis berpendapat bahwa sosiologi seharusnya mengkritik masyarakat secara serius dan mengupayakan perubahan sosial.[7]
Aliran kritis juga mengkritik masyarakat modern dan berbagai jenis komponennya. Aliran kritis masih tetap memperhatikan masalah dominasi, meski masyarakat kultural modern mungkin lebih didominasi oleh elemen kultural ketimbang oleh elemen ekonomi. Meski kehidupan modern kelihatan rasional, aliran kritis memandang masyarakat modern penuh dengan ketidakrasionalan (Crook, 1995). Menurut pandangan Marcuse, meski tampaknya rasionalitas diwujudkan, masyarakat ini secara keseluruhan adalah tidak rasional (1964: ix; lihat juga Farganis, 1975). Masyarakat adalah tidak rasional karena dunia rasional merusak individu, serta kebutuhan dan kemampuan mereka; bahwa perdamaian dipertahankan melalui ancaman perang terus-menerus; dan bahwa meski sarana yang ada sudah cukup, rakyat tetap miskin, tertindas, tereksploitasi dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri.[8]
Contohnya saja perang yang terus menerus berlanjut di antara Palestina dan Israel. Mereka terus berperang demi memperebutkan satu wilayah yang dianggap menjadi kepemilikan masing-masing negara yang bersangkutan. Israel merasa bahwa tanah yang dijanjikan untuk mereka telah dihuni oleh bangsa Palestina sehingga mereka berusaha untuk merebut haknya, begitu pula dengan Palestina. Mereka terus berjuang menuntut keadilan untuk mempertahankan wilayah Gaza dan Tepi Barat untuk mereka tinggali. Hingga kini, Israel tetap bersikukuh membangun seribu rumah untuk bangsa Yahudi tinggali. Keputusan bangsa Israel membuat geram bangsa Palestina sehingga mereka bertarung melawan tentara-tentara Israel dengan peralatan dan persenjataan yang "seadanya" untuk mempertahankan wilayah mereka. Begitu seterusnya, dan perang tersebut belum berhenti hingga kini.
Teoritisi kritis juga memberikan kritik terhadap "industri kultur", yaitu struktur yang dirasionalkan dan dibirokrasikan yang mengendalikan kultur modern. Ada dua hal yang paling dicemaskan oleh pemikir kritis mengenai industri kultur. Pertama, mereka mengkhawatirkan mengenai kepalsuannya, mereka membayangkannya sebagai sekumpulan paket gagasan yang diperoduksi secara masal dan disebarkan ke tengah-tengah massa melalui media. Kedua, teoritisi kritis terganggu oleh pangaruh yang bersifat menentramkan, menindas dan membius dari industri kultur terhadap rakyat (D. Cook, 1996; Friedman, 1981; Tar, 1977: 83; Zipes, 1994).[9]
Misalnya saja televisi. Dengan adanya televisi, kita bisa mendapatkan informasi sebanyak yang kita mau. Namun, tidak diragukan lagi bahwa televise juga dapat membawa pengaruh buruk bagi kehidupan sosial kita. Salah satu dosen pernah menjelaskan mengenai hasil sebuah penelitian yang menyatakan bahwa korban gizi buruk ternyata berada di lingkungan keluarga yang cukup berada (dalam bidang ekonomi). Namun, mengapa anak-anak tersebut dapat terkena gizi buruk? Ternyata jawabannya karena sebuah televisi. Dengan adanya acara infotaiment sepanjang dua sampai tiga kali dalam sehari, maka sang ibu yang seharusnya merawat anaknya (memberikan makan, dan sebagainya) justru tidak melakukan hal tersebut, malahan sang ibu justru asyik menonton acara televise sampai lupa bahwa anaknya belum diurus. Ini adalah salah satu contoh yang terjadi di lingkungan sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Edisi ke-6. Cetakan ke-4. Jakarta: Kencana.
Komala, Lukiati. 2009. Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses dan Konteks. Bandung: Widya Padjadjaran.
SVD, Bernard Raho. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya.



[1] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Kencana, 2007), h. 176
[2] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Kencana, 2007), h. 176
[3] Lukiati Komala, Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses dan Konteks, (Bandung, Widya Padjadjaran, 2009), h. 24
[4] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Kencana, 2007), h. 170
[5] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Kencana, 2007), h. 171-172
[6] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Kencana, 2007), h. 171-172
[7] Bernard Raho, SVD, Teori Sosiologi Modern, (Jakata, Penerbit Prestasi Pustakaraya, 2007), h. 191
[8] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Kencana, 2007), h. 178-179
[9] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta, Kencana, 2007), h. 180

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini