Senin, 01 April 2013

Tugas 3. Teori Idealis (Pendekatan Isi/Content)/ Nur Oktaviani (109051000126)

Pendahuluan
    Menurut  Bungin,  bahwa asal mula kajian komunikasi dalam sosiologi bermula dari akar tradisi pemikiran Karl Marx, dimana Marx sendiri termasuk pendiri sosiologi yang beraliran Jerman. Gagasan-gagasan awal Marx tidak pernah lepas dari pemikiran Hegel. Sementara Hegel memiliki pengaruh yang kuat terhadap Marx. Menurut Ritzer sebagaimana dikutip Bungin, pemikiran Hegel yang paling utama adalah ajarannya tentang dialektika dan idealisme. Dialektika dipahami sebagai cara berpikir yang mana menekankan arti pentingnya suatu proses, hubungan, dinamika, konflik dan kontradiksi. Dialektika juga dipahami oleh Hegel sebagai bagian yang berhubungan satu dengan lainnya. Ternyata berawal dari pengajarannya tentang dialektika/hubungan inilah lalu kemudiannya timbullah gagasan-gagasan tentang komunikasi. Gagasan-gagasan ini, oleh Jurgen Habermas disebut dengan tindakan komunikasi (interaksi). [1]

Idealis adalah seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan agama serta menghayatinya. Idealism mengatakan bahwa realitas terdiri atas ide-ide, fikiran-fikiran, akal atau jiwadan bukan benda material dan kekuatan. Idealism menekankan akal sebagai hal yang lebih dahulu daripada materi. Selain itu idealism adalah sesuatu pandangan dunia atau metafisik yang mengatakan bahwa realitas sangat berhubungan erat dengan ide, fikiran, atau jiwa. Kaum idealis condong untuk menekankan teori koherensi atau konsistensi tetntang kebenaran, yakni suatu putusan dipandang benar jika ia sesuai dengan putusan-putusan lain yang telah diterima sebagai yang benar.[2]
Metode Studi
            Dalam penulisan paper ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Dalam pengerjaannya, penulis mencari dan mendapatkan sumber informasi dari buku-buku dan sumber lain yang membahas mengenai teori-teori sosiologi yang relevan dengan tema yang sedang dibahas.
Analisis
            Teori idealis merupakan hasil dari pemikiran seorang sarjana hukum, yaitu Max Weber. Meneurut Weber, Tingkah laku manusia akan lebih mudah dipahami bila motif-motif dan maksud-maksud mereka pun diperhitungkan. Pemikiran Weber dipengaruhi oleh dua orang ilmuwan, yaitu Dilthey sebagai seorang Neoidealis dan Rickert sebagai seorang NeoKantian. Menurut Weber, ilmu kebudayaan memiliki peran untuk memahami makna-makna. Ilmu kebudayaan bertujuan untuk memahami suatu proses yang sedang berjalan dengan semacam bukti khusus yang dikaitkan dengan jalinan hubungan-hubungan yang bermakna. Selain itu  Weber juga berpendapat bahwa sosiologi harus bebas nilai, tidak berpihak kepada kepentingan atau keyakinan pribadi. Ini untuk menjamin objektivitas kebenaran sosiologi, namun semua itu akhirnya mengundang kritik terhadap Weber.
Menurut Max Weber suatu perilaku mungkin memiliki arti tertentu, terlepas dari seseorang atau beberapa orang terlibat dengannya serta memberikan arti tertentu pada perilaku tersebut.[3] Makna merupakan suatu hubungan yang terasa secara sadar antara cara-cara dan tujuan-tujuan. Berbagai makna dapat diorganisasikan dengan sejumlah cara, dengan efisiensi dengna menetapkan keunggulan tujuan-tujuan dan cara-cara sebagaimana dalam tujuan-tujuan yang benar menurut agama dan melakukan cara-cara untuk mencapainya berdasarkan agama, dengan munculnya emosi, dengan penetapan tradisi-tradisi dan kebiasaan-kebiasaan. Dalam  membahas permasalah content atau isi berdasarkan teori idealis yaitu bagaimana seseorang memandang atau memaknai content atau isi dari sebuah informasi yang disajikan oleh media menjadi lebih penting. Karena dari pemahaman atau pemaknaan yang dia lakukana akan menjadi sebuah proses dalam terciptanya sebuah pengetahuan yang diperoleh secara aktif yaitu dengan cara membandingkan antara pengetahuan yang baru dengan teori yang sudah ada.
     
Maka agar terbentuknya kesamaan pandangan atau makna dalam isi informasi dari sebuah media harus adanya kesamaan pemahaman. Hal ini dibutuhkan agar makna dari sebuah informasi yang disampaikan memiliki makna yang sesuai dengan makna yang sebenarnya dan tidak menimbulkan beragam pemahaman dan pemaknaan. Karena baik buruknya informasi yang diterima oleh masyarakat itu sangat bergantung pada pemaknaannya. Maka, apa yang akan kita peroleh di masa depan adalah cara pandang yang kita gunakan pada saat ini. Jika ide-ide tersebut berlian dan di makna sebagai sesuatu yang baik, maka nantinya dapat dipastikan berbuah baik bagi pengetahuan yang kita peroleh.


[1] Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Prenada Media Group. 2006. Hal. 17
[2] http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Filsej%20-%20Filsafat%20Idealisme.pdf
[3] Soerjono Soekanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini