Kamis, 06 September 2012

Annisa Novianti jurnalistik 1A

Biografi


           
Sangat berbeda ketika saya telah menjadi murid SD. Bagi saya, sekolah adalah neraka dunia yang harus dilewati dengan jalan yang terseok-seok. Karena pada saat itu saya tidak pandai di mata pelajaran matematika. Bukannya diajarkan dengan penuh kesabaran dan lebih mendetail, justru saya mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari guru saya pada waktu itu. Mulai dari cubitan yang keras membuat badan saya memar sampai berminggu-minggu, bentakan yang membuat saya takut serta selalu memacu jantung saya, kemudian juga pukulan dari penggaris yang terbuat dari kayu yang tentunya membuat lengkap memar yang terdapat dibadan saya. Pernah suatu ketika, saya membuat kesalahan karena nilai matematika saya belum memenuhi syarat, si guru tersebut ingin mencubit lengan kanan saya, akan tetapi saya langsung berkata "pak jangan yang kanan soalnya lengan kanan saya telah penuh memar, kiri saja pak". Meskipun beliau telah melihat keadaan saya yang seperti itu, beliau tetap mencubit lengan saya yang kiri. Saya selalu berpikir ketika itu, kenapa saya yang harus selalu dihukum seperti ini?. Walaupun begitu, saya tidak pernah menaruh dendam apapun kepada guru saya, justru saya telah mengubur dalam-dalam masa lalu saya yang penuh luka. Karena ketika saya berusia 7 tahun saya telah kehilangan papa saya untuk selamanya.
            Hari demi hari berlanjut, akhirnya saya tamat SD dan akhirnya saya dapat lulus dengan hasil baik setelah saya belajar dengan keras. Saya di terima di SMP negeri, sebenarnya saya juga tidak terbesit dipikiran untuk diterima di sekolah tersebut. Akan tetapi berkat keyakinan mama saya. Menjalani dunia SMP sangat berbeda dengan dunia SD, ketika saya berpikir untuk menggunakan jilbab, banyak yang menentang saya. Ketika itu, saya benar-benar memutuskan untuk mengenakan jilbab. Sejak saya memakai jilbab, saya banyak dijauhi oleh semua orang, hanya mama saya yang tidak pernah menjauhi saya, bahkan mama saya juga mendukung. Akan tetapi, untunglah lama kelamaan banyak orang-orang yang simpati dengan saya. Setelah saya duduk dibangku SMP selama 2 tahun, akhirnya saya duduk dikelas 3 SMP. Ketika itu musibah kembali datang, saya terkena penyakit tifus yang parah sehingga saya tidak hadir ke sekolah sampai berminggu-minggu. Bahkan saya nyaris meninggal saat itu, akan tetapi Allah berkata lain. Saya masih diberi kesempatan untuk hidup, sejak saat itu saya tidak pernah menyia-nyiakan anugerah sehat. Namun, masalah kembali datang, saya mengalami kesulitan dalam belajar saat itu karena saya tertinggal pelajaran sampai berminggu-minggu. Tapi, saya tidak tinggal diam. Saya tetap terus berusaha sampai-sampai saya menginap dirumah sepupu saya yang seorang guru matematika untuk belajar. Berat saya rasakan memang, akan tetapi saya akhirnya dapat berhasil lulus. Meskipun saya hanya dapat bersekolah di SMA swasta, keinginan saya untuk mengikuti jejak Meutya Hafid tidak pernah padam. Selama saya di SMA tidak ada kata menyerah dalam mengerjakan apapun, apabila saya sedang lelah dan penat dalam belajar dan mengerjakan tugas, saya langsung mengingat Meutya Hafid. Bagaimana perjuangannya, dan bagaimana jalannya yang berliku dalam menapaki jenjang kariernya. Usaha serta kerja keras saya terbayarkan, setiap kenaikan kelas saya selalu mendapat peringkat 5 besar yang mengantarkan saya untuk mengikuti jalur SNMPTN undangan. Kemudian saya memilih UIN syarifhidayatullah Jakarta dengan jurusan pertama jurnalistik dan jurusan keduanya adalah Bahasa Indonesia. Ketika saya memilih UIN, tidak terbesit dipikiran saya untuk dapat diterima karena di Universitas ini hanya menerima 1 siswa dari seluruh Indonesia di jurusan jurnalistik. Ternyata doa dari mama saya dikabulkan oleh Allah SWT, tepatnya pada tanggal 26 tepatnya hari jumat saya diterima di UIN Syarifhidayatullah melalui jalur SNMPT undangan dengan jurusan jurnalistik. Pada hari itu pula, saya mendapat pengumuman kelulusan SMA. Mulai sejak saat saya diumumkan diterima di UIN Jakarta, saya mulai berjanji dalam hati agar dapat seperti Meutya Hafid, saya akan berusaha sekuat tenaga saya agar cita-cita saya selama ini menjadi jurnalis berita dapat terkabul ammiinn.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini