THE DIVISION OF LABOR IN SOCIETY
The division of Labor in society (Durkheim 1893/1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama (Tiryakian,1994). Di dalamnya Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Dalam karya ini, Durkheim ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas.
Pada pendahuluan edisi pertama karyanya ini, Durkheim memulai dengan ungkapan "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik."
Selama hidupnya di Prancis, Durkheim merasakan adanya krisis moral. Revolusi Prancis telah menggiring orang untuk terpusat pada hak-hak individual yang sering mengekspresikan diri sebagai serangan terhadap otoritas tradisional dan keyakinan religius. Gejala ini terus berlanjut bahkan hingga pemerintahan evolusioner berakhir.
Pada pertengahan abad ke-19, banyak orang yang merasa keteraturan masyarakat terancam karena mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri dan bukan masyarakat. Menurut Auguste Comte masalah ini isa ditelusuri ke dalam peningkatan pembagian kerja. Comte berpendapat bahwa sosiologi akan menjadi "semacam" agama baru yang akan melahirkan kohesi sosial. Namn sampai taraf tertentu, The Division of Labor in Society justru bisa dilihat sebagai penyangkalan terhadap analisis Comte ini. Durkheim berpendapat bahwa pembagian kerja yang tinggi bukannya menandai keruntuhan moral sosial, melainkan melahirkan moralitas sosial jenis baru.
Tesis The Division of Labor adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Kelihatannya pembagian kjerja memang menjadi tuntutan ekonomi yang merusak solidaritas sosial, akan tetapi Durkheim (1893/1964:17) berpendapat bahwa fungsi ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih.
Dalam karyanya The Division of Labor in Society, Durkheim mencoba mengkaji perbedaan antara hukum dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis dan hukum dalam masyarakat dengan solidaritas organis
(Cotterell, 1999). Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif. Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kasamaan satua sama lain dank arena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas pelanggaran terhadap sistem nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Sebaliknya masyarakat dengan solidaritas organis dibentuk oleh hukum resptitutif, dimana seseorang yang melanggar mesti melakukanrestitisi untuk kejahatan mereka. Dalam mayarakat seperti ini, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau segmen tertentu dari masyarakat dan bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Artinya, dalam The Division of Labor Durkheim berpendapat bahwa dalam masyarakat modern bentuk solidaritas moral mengalami perubahan, bukannya hilang. Kita memiliki bentuk solidaritas baru yang memungkinkan adanya interdependensi yang lebih kuat dan relasi yang lebih erat dan tidak terlalu kompetitif.
(Cotterell, 1999). Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif. Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kasamaan satua sama lain dank arena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas pelanggaran terhadap sistem nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Sebaliknya masyarakat dengan solidaritas organis dibentuk oleh hukum resptitutif, dimana seseorang yang melanggar mesti melakukanrestitisi untuk kejahatan mereka. Dalam mayarakat seperti ini, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau segmen tertentu dari masyarakat dan bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Artinya, dalam The Division of Labor Durkheim berpendapat bahwa dalam masyarakat modern bentuk solidaritas moral mengalami perubahan, bukannya hilang. Kita memiliki bentuk solidaritas baru yang memungkinkan adanya interdependensi yang lebih kuat dan relasi yang lebih erat dan tidak terlalu kompetitif.
ELEMENTARY FORMS OF RELIGIOUS LIFE
Raymond Aron (1965:45) mengatakan The Elementary Forms of Religious Life adalah karya Durkheim yang paling penting, paling besar dan paling orisinal. Collins dan Makowsky (1998:107) mengatakan "Karya ini barangkali sebagai satu-satunya buku terbaik pada abad ke-20."
Dalam buku ini Durkheim menempatkan sosiologi agama dan teori pengetahuan di bagian depan. Mari kita mulai dengan teori agama Durkheim. Masyarakat (melalui individu) menciptakan agama dengan mendefinisikan fenomena tertentu sebagai sesuatu yang sacral sementara yang lain sebagai profan. Aspek realitas sosial yang didefinisikan dan dianggap sakral ini yaitu suatuyang terpisah dari peristiwa sehari-hari yang membentuk esensi agama. Segala sesuatu yang selainnya didefinisikan dan dianggap profane tempat umum, suatu yang bisa dipakai, adpek kehidupan duniawi. Di satu pihak yang sakral melahirkan sikap hormat, kagum, dan bertanggung jawab. Di sini Durkheim tetap mempertahankan kebenaran esensial agama sembari mengungkapkan realitas sosialnya. Durkheim berpendapat bahwa secara simbolis masyarakat menubuh kedalam masyarakat itu sendiri. Agama adalah sistem symbol yang dengannya masyarakat dapat menyadari dirinya. Inilah satu-satunya cara yang bisa menjelaskan kenapa setiap masyarakat memiliko kepercayaan agama, akan tetapi masing-masing kepercayaan tersebut berbeda satu sama lain.
Masyarakat merupakan kekuatan yang lebih besar dari kekuatan kita. Ia melampaui kita, menuntut pengorbanan kita, dan mengisi kita dengan energy. Masyarakat menurut Durkheim menggunakan kekuatan melaluyi represenasi. Durkheim melihat Tuhan tak lebih dari sekadar "hasil pengejawantahan wujud Tuhan dan simbolisasi-Nya." (Durkheim 1906/1974:52). Dengan kata lain, masyarakat merupakan sumber dari kesakralan itu sendiri.
Kepercayaan, Ritual dan Gereja. Perbedaan antara yang sakral dan yang profane serta yang terangkatnyabeberapa aspek kehidupan sosial ke level yang sakral memang merupakan syarat mutlak bagi keberadaan agama, namun belum cukup sebagai syarat kemungkinannya. Tiga syarat lain yang dibutuhkan adalah Pertama harus ada pengembangan kepercayaan religius. Kepercayaan adalah "Representasi yang mengekspresikan hakikat hal yang sakral dan hubungan yang mereka miliki, baik dengan sesama hal yang sakral, atau dengan hal yang profane (Durkheim, 1912/1965:56). Kedua mesti ada ritual agama yaitu "Aturan tingkah laku yang mengatur bagaimana seorang manusia mesti bersikap tehadap hal-hal yang sakral tersebut." (Durkheim 1912/1965: 56). Ketiga agama membutuhkan gereja. Atau suatu komunitas moral yang melingkupi seluruh anggotanya. Hubungan timbal balik antara yang sakral, kepercayaan, ritual, dan gereja mendorong Durkheim untuk mengemukakan definisi agama sebagai berikut: "Agama adalah kesatuan sistem kepercayaan dan praktik yang menyatu dalam sebuah komunitas moral tunggal yang dinamai gereja, semua yang melekat padanya. (1912/1965: 62). Ritual dan gereja sangat penting bagi teori agama Durkheim karena keduanya menghubungkan representasi sosial dengan praktik individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar