Sabtu, 21 September 2013

Syarifah Zahrina Firda KPI 1B_Tugas3_Teori Emile Durkheim

Teori Emile Durkheim 2

A.  The division of labor society
Tesis the division of labor society ialah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. kelihatannya pembagian kerja memang menjadi tuntutan ekonomi yang merusak solidaritas sosial, akan tetapi Durkheim berpendapat bahwa "fungsi ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih."

Teori Durkheim ini juga merupakan penyangkalan terhadap analisis Comte. Comte berpendapat bahwa adanya spesialisasi pekerjaan berbeda, mereka tidak lagi memiliki pengalaman yang sama. Hal ini merusak kepercayaan moral bersama. Konsekuensinya, seseorang tidak akan mau berkorban saat kebutuhan sosial makin meningkat. Namun, teori ini justru berpendapat bahwa pembagian kerja yang tinggi bukannya menandai keruntuhan moral sosial, melainkan melahirkan moralitas sosial jenis baru.
Ada dua jenis solidaritas pada teori ini yaitu :
1.     Solidaritas mekanis
Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat seperti ini terjadi karena mereka terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama.
2.     Solidaritas organis
Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis yaitu bertahan bersama justru dengan perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tangung jawab yang berbeda-beda.
B. Elementary forms of religious life
Pada teori ini Durkheim menempatkan sosiologi agama dan teori pengetahuan di bagian depan. Sosiologi agamanya terdiri dari usaha mengidentifikasi hakikat agama yang selalu ada sepanjang zaman dengan menganalisis bentuk-bentuk agama yang paling primitif. Sementara teori pengetahuannya berusaha menghubungkan kategori-kategori fundamental pikiran manusia dengan asal-muasal sosial mereka. Argumen Durkheim yang sangat berani adalah bahwa ikatan moral ini kemudian berubah menjadi ikatan kognitif karena kategori-kategori pemahaman, semisal klasifikasi, waktu, tempat dan penyebab semuanya berasal dari ritual keagamaan.
Masyarakat (melalui individu) menciptakan agama dengan mendefinisikan fenomena tertentu sebagai sesuatu yang sakral sementara yang lain sebagai profan. Durkheim menemukan hakikat abadi agama dengan cara memisahkan yang sakral dari yang profan. Aspek realitas sosial yang didefinisikan dan dianggap sakral inilah yaitu suatu yang terpisah dari peristiwa sehari-hari yang membentuk esensi agama. Segala sesuatu yang selainnya didefinisikan dan dianggap profan – tempat umum yaitu suatu yang bisa dipakai, aspek kehidupan duniawi.
Di satu pihak yang sakral melahirkan sikap hormat, kagum dan bertanggung jawab. Di pihak lain, sikap-sikap terhadap fenomena-fenomena inilah yang membuatnya dari profan menjadi sakral. Apa sumber dari rasa hormat, kagum dan bertanggung jawab ini? Di sini Durkheim tetap mempertahankan kebenaran esensial agama sembari mengungkapkan realitas sosialnya. Durkheim tidak percaya bahwa agama itu tidak ada sama sekali karena tak lebih sekedar sebuah ilusi. Setiap fenomena sosial yang mudah menyebar mesti memiliki kebenaran. Namun, kebenaran tersebut belum tentu sama dengan apa yang diyakini oleh para penganutnya.
Menurut Durkheim perbedaan antara yang sakral dan yang profan serta terangkatnya berbagai aspek kehidupan sosial ke level yang sakral memang merupakan syarat mutlak bagi keberadaan agama, namun belum cukup sebagai syarat kemungkinannya.
Ada 3 syarat lain yang dibutuhkan yaitu :
1.     Adanya kepercayaan religius, kepercayaan adalah representasi yang mengepresikan hakikat hal yang sakral dan hubungan yang mereka miliki, baik dengan sesama hal yang sakral atau dengan hal yang profan.
2.     Harus ada ritual agama yaitu aturan tingkah laku yang mengatur bagaimana seorang manusia mesti bersikap terhadap hal-hal yang sakral tersebut.
3.     Agama membutuhkan gereja atau suatu komunitas moral yang melingkupi seluruh anggotanya.
Hubungan timbal balik antara yang sakral, kepercayaan, ritual dan gereja mendorong Durkheim untuk mengemukakan defiisi agama sebagai berikut : Agama adalah kesatuan sistem kepercayaan dan praktik yang menyatu dalam sebuah komunitas moral tunggal yang dinamai gereja, semua yang melekat padanya. Ritual dan gereja sangat penting dalam teori agama Durkheim karena keduanya menghubungkan representasi sosial dengan praktik individu.

Sumber :
Ritzer George dan Dauglas J. Teori sosiologi, Edisi terbaru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini