Dosen Pembimbing : Tantan Hermansah M.Si
DISUSUN OLEH:
Aden Ahmad Jainudin
(1112054000034)
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Serta salawat dan salam tidak lupa juga kami panjatkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW beserta segenap pengikutnya.
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul : "Fenomena pemukiman kumuh padat penduduk di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan" sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Pembahasan ini merupakan hasil observasi penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Dalam penulisan makalah ini penulis sungguh sangat banyak mendapatkan wawasan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, khususnya mengenai judul yang penulis buat mengenai "Fenomena pemukiman kumuh padat penduduk di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan"
Karena keterbatasan kemampuan dan waktu dari penulis, sudah barang tentu hasil makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 24 Oktober 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saya mengangkat judul "Fenomena pemukiman kumuh padat penduduk di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan" melihat dari kota merupakan pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang dicirikan oleh batasan administratif yang diatur dalam peraturan perundangan serta didominasi oleh kegiatan produktif bukan pertanian (Badan standardisasi nasional, 2004). Kota Jakarta merupakan Ibu Kota Indonesia, memiliki peran dan fungsi sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pariwisata dan sebagainya.[1]
Ibu Kota Provinsi memiliki daya tarik bagi kaum urbanis untuk tinggal di dalamnya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan. pemukiman yang sehat adapun ciri-ciri hunian atau perumahan yang sehat di antaranya, pertama, sarana dan prasarana sanitasi ada dan terawat. Kedua adanya ventilasi udara yang cukup untuk pertukaran udara sehat. Ketiga, bangunan yang teratur. Kemudian ciri-ciri lainya, fungsi bangunan sebagai hunian bukan berfungsi yang lain. Ciri-ciri pemukiman sehat yang terkahir adalah ada penghijauan.
Dalam KTT Millenium-PBB yang dilaksanakan bulan september 2000, tujuan pembangunan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDG), salah satu target MDG adalah meningkatkan kualitas kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman kumuh pada tahun 2020. Sebagai upaya untuk mencapai target MDG tersebut.
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya. Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan diatas oleh karena itu penulis tertarik untuk membahasa masalah permukiman kumuh dengan judul penelitan "Fenomena pemukiman kumuh padat penduduk di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan".
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian dan karakteristik permukiman kumuh?
2. Bagaimanakah sebab dan proses terbentuknya permukiman kumuh?
3. Apa masalah-masalah yang timbul akibat permukiman kumuh?
4. Bagaimana upaya untuk mengatasi permukiman kumuh?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah sosiologi perkotaan.
2. Untuk mengetahui sebab dan proses terbentuknya permukiman kumuh.
3. Untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul akibat permukiman kumuh.
4. Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi permukiman kumuh
D. Metodelogi Penelitian
1. Pendekatan
a. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (descriptive research),
b. 1. Studi pustaka mengenai teori dasar tentang pemukiman padat.
2. Observasi lapangan pada lokasi pengamatan yang telah ditentukan.
3. Analisa dari data yang diperoleh di lapangan.
4. Menarik kesimpulan dari analisa untuk dijadikan sebagai guidelines.
Penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan di dalam komunitas atau masyarakat. Pada penelitian ini akan dilihat gambaran pemukiman kumuh padat penduduk yang berada di pinggir rel kereta api kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. ditinjau dari aspek sosio-ekonomi, arsitektur, dan kesehatan masyarakat, misalnya dilihat dari sumber air bersih, mck keluarga, pengelolaan sampah, dan saluran pembuangan air limbah.
2. Observasi lapangan pada lokasi pengamatan yang telah ditentukan.
3. Analisa dari data yang diperoleh di lapangan.
4. Menarik kesimpulan dari analisa untuk dijadikan sebagai guidelines.
Penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan di dalam komunitas atau masyarakat. Pada penelitian ini akan dilihat gambaran pemukiman kumuh padat penduduk yang berada di pinggir rel kereta api kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. ditinjau dari aspek sosio-ekonomi, arsitektur, dan kesehatan masyarakat, misalnya dilihat dari sumber air bersih, mck keluarga, pengelolaan sampah, dan saluran pembuangan air limbah.
2. Lokasi Penelitian
a. Penelitian tentang fenomena pemukiman kumuh padat penduduk dilakukan di pemukiman kumuh padat penduduk yang berada di pinggir rel kereta api kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan
3. Waktu Penelitian
a. Minggu 20 Oktober 2013 dari pukul 15.00-17.00 WIB dan dilanjutkan dari pukul 18.30-19.30 WIB
4. Subjek
a. Informan dalam penelitian ini adalah warga yang ada dikawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Diarahkan untuk mengetahui patokan atau standar penilaian yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas dari kondisi suatu pemukiman
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Untuk memperoleh data lapangan, dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu observasi,angket terbuka, wawancara dan studi pustaka.
6. Hasil wawancara
Ada 2 orang yang saya wawancarai tentang permasalah ini
1. Percakapan dengan seorang Pemulung.
Pemulung:
saya : "Nama bapak siapa?."
Pemulung :"Nama saya toto."
Saya :"Kalau boleh saya tau bapak tinggal dimana?."
Pemulung :"Saya tinggal dipinggiran pasar minggu ".
Saya :"Sejak kapan bapak pekerja seperti ini?."
Pemulung :"bapak bekerja seperti ini(memulung) baru 3 bulan !."
Saya :"Apa sebelum bapak pernah bekerja yang lain?."
Pemulung :"Sebelumnya bapak tidak pernah bekerja yang lain dek bapak hanya pengangguran saja karena pendidikannya kurang ."
Saya :"Apa bapak tidak mau mencari pekerjaan yang lebih dapat mencukupi kebutuhan bapak sehari-hari."
Pemulung :" Ya saya ingin mencari pekerjaan yang lebih baik, misalnya jadi kuli bangunan tapi tidak ada orang yang mengajak saya."
Saya :" Mengapa bapak memilih pekerjaan seperti ini?."
Pemulung :" bapak memilih pekerjaan ini karena terpaksa oleh keadaan dan keterbatasan biaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang banyak."
Saya :" Kalau boleh saya tau, berapa penghasilan bapak setiap harinya?."
Pemulung :"Penghasilan bapak setiap harinya tidak menentu, ya sekitar 20-30 ribu setiap harinya."
Saya :" Apakah penghasilan bapak setiap harinya dapat memenuhi semua kebutuhan hidup bapak dan keluarga?."
Pemulung : " Tidak mencukupi kebutuhan bapak beserta keluarga, sekarang ini semua harga-harga sembako naik terus jadi uang 20 ribu tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup bapak."
Saya : " Lalu bagaimana dengan istri dan anak bapak?."
Pemuluung :" Oh istri bapak juga bekerja sebagai pemulung. Kalau anak saya, alhamdullilah saya dapat menyekolahkannya sekarang dia masih TK dipurwokerto tinggal dengan neneknya."
Saya :" Oh begitu ya pak, makasih ya bu atas waktunya!."
Pemulung :' Ya sama-sama."
Saya : nama ibu siapa ?
Seorang Ibu : munarsih
Saya : pekerjaan ibu apa ?
Seorang Ibu : saya buruh cuci dek
Saya : ibu sejak kapan bekerja sebagai buruh cuci ?
Seorang Ibu : sudah lama sekitar 5 tahun.
Saya : sebelum jadi buruh cuci ibu bekerja sebagai apa /
Seorang Ibu: ibu hanya bekerja sebagai pemulung
Saya : kalo boleh tau berapa pendapatan ibu sehari ?
Seorang Ibu: biasanya perhari 40 – 50 ribu saja
Saya : apakah dengan pekerjaan ini sudah mencukupi biaya kehidupan ibu sehari – hari ?
Seorang Ibu: belum dek, apalagi sekarang apa – apa mahal belom lagi biaya sekolah anak
Saya : ooh begitu, yasudah bu terimakasih atas waktunya
Seorang Ibu: iya sama – sama dek
Pengumpulan Data
- Pengumpulan data diambil melalui studi dokumentasi, studi dokumentasi ini meliputi data baik data berasalkan observasi maupun data melalui studi perpustakaan yang mempelajari berbagai tulisan yang menyangkut penelitian permasalah sosial ini.
- Dalam menguraikan hasil penelitian yang saya temukan saya menggunakan metode naratif deskriptif.
Hasil Temuan
Dasil penelitian saya yang dilakukan kebeberapa wawancara kepada 2 responden di Pemukiman kumuh padat penduduk Pasar Minggu dengan menggunakan metode Kualitatif berdasarkan wawancara terbuka yang terdiri dari enam pertanyaan sebagai berikut.
1. Siapa nama ?
2. Apa Pekerjaannya ?
3. Dari mana asalnya ?
4. Bagaimana kondisi ekonominya ?
5. Berapa Penghasilannya ?
6. Apa yang dirasakan hidup di pemukiman padat penduduk ?
jawaban
1. Pak toto dan ibu munarsih
2. Pak toto sebagai pemulung dan ibu munarsih sebagai buruh cuci
3. Pasar minggu
4. Kurang mampu
5. Rata – rata dari kedua narasumber penghasilannya berkisar dari 30 – 50 ribu per hari
6. Kumuh dan kebersihannya kurang
BAB II
KAJIAN TEORI
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitik beratkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia(human). Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi.[2]
Pengertian Kumuh
Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan. Gambaran seperti itu diungkapkan oleh Herbert
Gans dengan kalimat:
Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula ditempatkan sebagai akibat. Ditempatkan dimanapun juga, kata kumuh tetap menjurus pada sesuatu hal yang bersifat negatif .
Pemahaman kumuh dapat ditinjau dari :
1. Sebab Kumuh
Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dilihat dari:
§ segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara,
§ segi masyarakat / sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti kepadatan lalulintas, sampah.
2. Akibat Kumuh
Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala antara lain:
§ kondisi perumahan yang buruk,
§ penduduk yang terlalu padat,
§ fasilitas lingkungan yang kurang memadai,
§ tingkah laku menyimpang,
§ budaya kumuh,
§ apati dan isolasi.
3. Kawasan Kumuh
Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.
4. Ciri-ciri pemukiman kumuh
Seperti yang diungkapkan oleh Prof. DR. Parsudi Suparlan 6 adalah :
1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruanganya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
4. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai :
§ Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.
§ Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW.
§ Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.
§ Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.
§ Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.
Perumahan tidak layak huni adalah kondisi dimana rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial, dengan kriteria antara lain:
§ Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2sedangkan di desa kurang dari 10 m2.
§ Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
§ Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.
§ Jenis lantai tanah
§ Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).
5. Kualitas Perumahan dan Pemukiman
Dari hasil statistik perumahan yang merupakan hasil pendaftaran bangunan sensus, agaknya tidak mudah untuk mendapatkan gambaran tentang kualitas perumahan dan pemukiman di Indonesia. Pemukiman yang tertata baik atau kumuh, rumah yang layak atau tidak layak tidak
dapat dibaca dari hasil sensus. Ini dapat kita mengerti karena memang belum ada standar baku untuk menentukan apakan suatu rumah atau suatu unit lingkungan layak huni atau tidak.
Dalam rangka program dan proyek peningkatan kualitas lingkungan, khususnya pemukiman kumuh di perkotaan, memang perlu dilakukan telah(assessment) dan penilaian atas kondisi pemukiman. Ukuran atau penilaian yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas pemukiman antara lain :
· Kepadatan penduduk
· Kerapatan Bangunan
· Kondisi jalan
· Sanitasi dan pasokan air bersih
· Kualitas konstruksi perumahan
Penilaian tersebut digunakan untuk menentukan apakah pemukiman kumuh yang disebut kampung tersebut perlu diperbaiki atau tidak.
Upaya Mengatasi Permukiman Kumuh
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.
Cara Mengatasi Permukiman Kumuh:
1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.
Bentuk Bentuk Peremajaan Kota Di Indonesia:
1. Perbaikan lingkungan permukiman.
Disini kekuatan pemerintah/public investment sangat dominan, atau sebagai faktor tunggal pembangunan kota.
2. Pembangunan rumah susun sebagai pemecahan lingkungan kumuh.
3. Peremajaan yang bersifat progresif oleh kekuatan sektor swasta seperti munculnya super blok (merupakan fenomena yang menimbulkan banyak kritik dalam aspek sosial yaitu penggusuran, kurang adanya integrasi jaringan dan aktifitas trafik yang sering menciptakan problem diluar super blok). Faktor tunggalnya adalah pihak swasta besar.
Pemerintah juga telah membentuk institusi yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).Tugas Pokok dan Fungsi Bappenas diuraikan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tugas pokok dan fungsi tersebut tercermin dalam struktur organisasi, proses pelaksanaan perencanaan pembangunan nasional, serta komposisi sumber daya manusia dan latar belakang pendidikannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat Utama, Staf Ahli dan Inspektorat Utama, serta 7 deputi yang masing-masing membidangi bidang-bidang tertentu.
Yang di usahakan adalah: perkembangan ekonomi makro, pembangunan ekonomi, pembangunan prasarana, pembangunan sumber daya manusia, pembangunan regional dan sumber daya alam, pembangunan hukum, penerangan, politik, hankam dan administrasi negara, kerja sama luar negeri, pembiayaan dalam bidang pembangunan, pusat data dan informasi perencanaan pembangunan, pusat pembinaan pendidikan dan pelatihan perencanaan pembangunan (pusbindiklatren), program pembangunan nasional(propenas), badan koordinasi tata ruang nasional, landasan/acuan/dokumen pembangunan nasional, hubungan eksternal.
BAB III
ANALISIS
Warga kumuh kerap digusur, tanpa adanya solusi bagi mereka selanjutnya. Seharusnya, pemerintah bisa mengakomodasi hal ini dengan melakukan relokasi ke kawasan khusus. Dengan penyediaan lahan khusus tersebut, pemerintah bisa membangun suatu kawasan tempat tinggal terpadu berbentuk vertikal (rumah susun) yang ramah lingkungan untuk disewakan kepada mereka. Namun, pembangunan rusun tersebut juga harus dilengkapi sarana pendukung lainnya, seperti sekolah, tempat ibadah, dan pasar yang bisa diakses hanya dengan berjalan kaki, tanpa harus menggunakan kendaraan.
Bangunan harus berbentuk vertikal (rusun) agar tidak menghabiskan banyak lahan. Sisanya, harus disediakan pula lahan untuk ruang terbuka hijau, sehingga masyarakat tetap menikmati lingkungan yang sehat. Dalam hal ini masyarakat harus turut serta untuk menanam dan memelihara lingkungan hijau tersebut.
Bangunan harus berbentuk vertikal (rusun) agar tidak menghabiskan banyak lahan. Sisanya, harus disediakan pula lahan untuk ruang terbuka hijau, sehingga masyarakat tetap menikmati lingkungan yang sehat. Dalam hal ini masyarakat harus turut serta untuk menanam dan memelihara lingkungan hijau tersebut.
Pemerintah dapat menerapkan program rekayasa sosial, di mana tidak hanya menyediakan pembangunan secara fisik, tetapi juga penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga mereka dapat belajar survive. Perlu dukungan penciptaan pekerjaan yang bisa membantu mereka survive, misalnya dengan pemberdayaan lingkungan setempat yang membantu mereka untuk mendapatkan penghasilan, sehingga mereka memiliki uang untuk kebutuhan hidup.
Masyarakat harus ikut dilibatkan dalam mengatasi permukiman kumuh di perkotaan. Karena orang yang tinggal di kawasan kumuhlah yang tahu benar apa yang menjadi masalah, termasuk solusinya. Jika masyarakat dilibatkan, persoalan mengenai permukiman kumuh bisa segera diselesaikan. Melalui kontribusi masukan dari masyarakat maka akan diketahui secara persis instrumen dan kebijakan yang paling tepat dan dibutuhkan dalam mengatasi permukiman kumuh.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota.
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah: ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni, rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran, sarana jalan yang sempit dan tidak memadai,tidak tersedianya jaringan drainase, kurangnya suplai air bersih, jaringan listrik yang semrawut, dan fasilitas MCK yang tidak memadai.
Saran
Pemerintah selain memberikan rumah susun juga harus memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka yang belum punya pekerjaan. Dan masyarakat harus selalu menjaga lingkungannya agar tetap indah, bersih, dan teratur.
Daftar pustaka
Marbun..1990.Kota Indonesia masa depan masalah dan prospek. Jakarta:Erlangga
Setiadi, Elly M-Usman Kolip,pengantar sosiologi, Jakarta.Kencana Prenada Media Group.2011
Koestoer, Raldi Hendro, dkk, 2001, Dimensi Keruangan kota : Teori dan Kasus, Universitas Indonesia, Jakarta.
Bintarto, 1989, interaksi Kota-Desa dan Permalahannya, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Identitas Narasumber
No | Nama Asli | Panggilan | Jenis Kelamin | Usia | Pekerjaan | Status |
1. | Toto Wijayanto | Toto | Pria | 35 Tahun | Pemulung | Menikah |
2. | Munarsih | Narsih | Wanita | 42 Tahun | Tukang Cuci Pakaian | Menikah |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar