Nilai ekonomi dan kehidupan dipemukiman pemulung di daerah pondok labu Jakarata selatan
Pendahuluan
Pemulung dipandang sebagai strata kasta paling bawah di dalam masyarakat kita. Mungkin karena pekerjaan mereka yang bersinggungan langsung dengan sampah. Bahwasanya hanya beberapa orang saja dari masyarakat kita yang menyadari sesungguhnya betapa besar peran pemulung dalam pengelolaan sampah sehingga dapat dikatakan pemulung adalah produksi kecil dalam pengolahan sampah.
Apa yang dilakukan olehnya merupakan salah satu bentuk nyata dalam pengelolaan lingkungan hidup, karena sampah-sampah yang diambil oleh pemulung adalah rata-rata merupakan sampah non organik seperti botol/gelas plastik air mineral, kardus-kardus bekas, besi rongsokan, kaca dsb. Dan ternyata kesemuanya itu masih memiliki nilai jual.Yang disisakan oleh pemulung adalah sampah-sampah organik yang bagian pengelolaannya adalah tugas dari Pemerintah Daerah dalam hal iniadalah tugas dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota.
Saya memilih tema ini karena saya merasa pemulung selama ini dianggap kumuh, kotor dan sampah masyarakat padahal peran pemulung saya besar sekali dalam kebersihan kota dan memiliki nilai ekonomi yang bagus. Oleh sebab itu saya mengangkat tema ini agar dapat menepis opini masyarakat dan kami juga ingin lebih mengetahui lebih dalam mengenai pemukiman pemulung dan kehidupan sebagai pemulung. Kami melakukan observasi di pemukiman pemulung di daerah pondok labu Jakarta selatan. Alasan kami memilih di daerah tersebut karena pemukiman pemulung itu berada di antara perumahan penduduk yang serba mewah. Dalam lapak pemukiman pemulung tersebut, hanya terdiri dari 6 kepala keluarga yang diantaranya, Bu Yastini. Saat diwawancarai, Beliau sangat ramah dan menjawab dengan baik atas semua pertanyaan kami. Di sekitar area pemukiman tersebut kami hanya melihat 1 orang anak kecil dalam gendongan ibunya. Sunggguh pemandangan yang berbeda dari pemukiman pemulung lainnya yang biasanya kebanyakan anak-anak kecil di dalamnya. Bu Yastini memberi keterangan bahwa di sana memang hanya ada 1 orang anak kecil. Bu Yastini dan beberapa keluarga lainnya memang sudah bertekad untuk tidak membawa anak-anaknya ke kota namun tetap menyekolahkan di kampungnya. Mereka khawatir, jika anak-anak mereka dibawa ke kota mereka akan malas menuntut ilmu dan memilih untuk bekerja.
Sudah saatnya pemerintah memberikan konstribusi yang baik bagi pemulung agar bisa dipandang positif untuk masyarakat. Tempatkan mereka pada posisi yang baik. Berikanlah modal untuk bisa mengembangkan usaha ataupun membuat lapangan pekerjaan baru.Berikan pendidikan yang layak agar mereka bisa menjadi anak bangsa yang berprestasi.
Pembahasan
1. Latar belakang pemulung
Pemulung adalah seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari barang yang sudah tidak layak pakai, maka orang bekerja sebagai pemulung adalah orang yang bekerja sebagai pengais samapah, dimana antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang dimana ada sampah pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung disitu ada sampah.
Dalam menjalani pekerjaannya pemulung dapat dibedakan menjadi dua yaitu pemulung yang menetap dan pemulung yang tidak menetap. Pemulung yang menetap adalah pemulung yang bermukimdi gubuk-gubuk kardus, tripleks, terpal dan lainnya disekitar temapat pembuangan akhir sampah. Sedangkan pemulung yang menetap adalah pemulung yang mencari sampah dari gang ke gang, jalanan, tong samapah dan pinggiran sungai. Tidak semua dari mereka yang berprofesi sebagai pemulung seratus persen menggantungkan penghhasilannya dari memulung tetapi ada juga yang yang hanya menjadikan memulung sebagai pekerjaan sampingan atau mencari uang tambahan.
Berikut ini adalah beberapa alasan mengenai seseorang menggeluti profesi sebagai pemulung dari hasil wawancara dengan pemulung di daerah pondok labu Jakarta selatan:
1. Factor ekonomi.
2. Sulitnya mencari pekerjaan.
3. Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keterampilan.
4. Tidak memiliki modal untuk membuat usaha.
Pendidikan merupakan dasar dari program pengembangan produktifitas kerja, tingkat pendidikan yang rendah membuat pola pikir relatif sempit, sebagian besar pemulung hanya tamat pendidikan SD kemudian didukung oleh factor ekonomi keluarga yang tidak mampu. Factor lain adalah modal yang terbatas sehingga sarana yang digunakan oleh pemulung sangatlah sederhana yaitu karung plastic dan gancu untuk mengungkit sampah atau barang beka
2. Pemukiman pemulung
Kami melakukan observasi pada hari Jumat tanggal 22 oktober 2013 di kawasan pondok labu Jakarta selatan .Di sana kami bertemu dengan Bu Yastini yang di daerah itu dia berperan sebagai koordinator para pemulung bawahannya, dalam wawancara tersebut kami menanyakan banyak hal yang diantaranya adalah tentang kehidupan mereka sehari-hari.
Didaerah tersebut terdapat 5 lapak dan tiap-tiap lapak mempunyai Bos, Bos tersebut orang yang memberi modal kepada anak buahnya yang berupa gerobak, tempat tinggal, dan modal itu semua dibagikan untuk satu orang pemulung.
Lingkungan tempat tinggal mereka kalau di nilai dari ukuran kesehatan memang sangat lah kurang barang tumpukan sampah yang berserakan hanya di tumpukan begitu saja. Tempat yang sempit untuk bertempat tinggal orang banyak, tetapi mereka tetap bertahan hidup disana.
3. Nilai ekonomi pemulung
Pemulung merupakan status sosial yang paling rendah.Ia bekerja untuk mengumpulkan sampah seperti kaleng bekas, botol minuman bekas yang dikumpulkan dalam karung, kemudian diserahkan kepada bos kecil. Dalam ekonomi, pemulung dapat disetarakan dengan produsen.
Bos kecil merupakan orang yang menampung sampah-sampah dari para pemulung..Sampah-sampah tersebut ditimbang untuk kemudian dihitung berapa berat sampah tersebut.Ia memiliki tempat penampungan sampah. Rata-rata dari mereka dapat menampung hingga 2-5 ton per hari.Dalam ekonomi, bos kecil apat disetarakan dengan peran pedagang pengumpul (collector).
Bos besar memiliki tempat penampungan yang lebih besar dari bos kecil.Ia adalah penadah dari hasil kumpulan sampah bos kecil. Dalam ekonomi, bos besar dapat disetarakan sebagai lembaga pemasaran atau agen.
Dari hasil wawancara dengan pemulung di daerah pondok labu, Penghasilan bisa mencapai Rp 50.000,-per harinya. Sedangkan bos kecil, dapat menghasilkan sekitar Rp 200.000,- dan bos besar menghasilkan Rp 400.000,- per hari.
Meskipun pemulung terlihat kumuh, tetapi secara finansial, mereka mampu menghidupi keluarganya. Dalam sebulan, pemulung dapat menghasilkan sekitar Rp 700.000,-.
Metedeologi
A. Metode dan jenis pendekatan
Metode adalah kegiatan yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Metode yang terbaik untuk menyelesaikan suatu masalah ialah yang metode yang sistematis dan sesuai dengan kebutuhan masalahnya. Metode yang saya gunakan dalam peneletian ini adalah metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dengan metode kualitatif membuat saya lebih mudah dalam melakukan penelitian karena proses pengumpulan data yang saya lakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan berpartisipasi langsung dengan objek yang saya teliti
Pendekatan yang saya lakukan menggunakan metode observasi yang mana metode ini harus terjun langsung ketempat yang kita teliti untuk melakukan wawancara dengan objek yang akan kita amati agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan faktannya dan pada kali ini saya akan meniliti tentang Nilai ekonomi dan kehidupan dipemukiman pemulug di daerah pondok labu Jakarta selatan.
B. Subjek dan objek penelitian
Istilah subjek di sini yaitu peneliti menujuk kepda individu atau kelompok sasaran yang akan di teliti,sedangkan objek penelitian adalah masalah yang di angkat untuk di teliti,dan dalam masalah kali ada mengenai kehiduan sosial anak jalan, subjek yang akan di teliti yaitu tentang nilai ekonomi dan kehidupan di pemukiman pemulung pondok labu Jakarta selatan.
C. Lokasi penelitian
1. Di daerah Pondok Labu Jakarta Selatan
2. Di jalan kampung bali pondok labu Jakarta selatan
D. waktu penelitian
1. Proses observasi di daerah pondok labu Jakarta selatan dilakukan mulai tanggal 21 sampai 22 oktober 2013.
2. Proses wawancara dilakukan tanggal 23 sampai 24 oktober 2013.
E. Subjek / Objek penelitian
Profil singkat pemulung yang saya amati,ia berasal dari kota indramayu,bu yastini, bernama bu yastini berusia 38 tahun yang mana,dan ia beraktifitas sebagai pemulung dari jam 8.00 sampai dengan jam15.00. penghasilan bu yastini dalam sehari sebesar 50.000. alsan ibu yastini berprofesi sebagai pemulung adalah karena himpitan ekonomi. Bub yastini pernah bersekolah di SD itu pun tidak sampai lulus karena keluraga bu yastini mempunyai ekonomi yang sangat rendah. Dia meninggalkan 2 orang anak di kampung halamannya agar mau menuntut ilmu. Dan tidak ada niaatan bu yastini untuk membawa anaknya kekota karena takut anaknya malas belajar karena lebih memilih bekerja.
F. Analisis data
Analisis data Dalam penelitian kali ini saya memfokuskan pada kehidupan sosial bu yastini,yang mana kehidupan sosial kurang baik,oleh karena itu peneliti terus menggali lebih dalam tentang kehidupan sosialnya,dengan menggunakan teori Fungsionalisme struktural yang mana dengan menggunakan teori ini peneliti dapat mendapatkan tentang kehidupan sosialnya secara jelas, mungkin sedikit sekali pemulung yang seperti bu yastini ini yang mau memperhatikan pendidikan anaknya, kalau bukan karena himpitan ekonomi bu yastini tidak melakukan pekerjaan ini.
KESIMPULAN
Peran pemulung sangat bagus sekali dalam pengolahan lingkungan hidup kita sebagai manusia jangan melihat pekerjaan seorang pemulung yang mengais sampah tetapi dampak manfaat yang ditumbulkan oleh pemulung dalam kebersihan di kota ini. Walaupun mereka berpendidikan rendah mereka mengerti manfaat sampah. Bahkan mereka bisa menghidupi keluarganya dengan rezeki yang halal walaupun pekerjaan mereka dipandang sebagai sampah masarakat. Dan perlu di ingat pemulung lebih mulia dari pada koruptor.
Data hasil wawancara singkat
Nama : yastini
Umur : 38
Asal : indramayu
Waktu : 16.00 wib
Tempat : dirumah bu yastini
D: Sejak kapan ibu menjadi pemulung?
Y: 8 tahun yang lalu de
D: Ibu berasal dari daerah mana?
Y: indramayu
D: Ibu tinggal disini bersama siapa?
Y: suami saya, yang sama sama sebagai pemulung
D: apakah ibu pernah bersekolah?
Y: pernah ibu hanya di SD itu juga belum lulus
D: kenapa ibu lebih memilih bekerja sebagai pemulung?
Y: karena himpitan ekonomi dan biaya kehidupan di kota yang mahal
D: Di ajak siapa ibu menjadi pemulung disini?
Y: teman seperjuangan hhehe,
D: mulai dari jam berapa dan sampai jam berapa ibu beraktifitas sebagai pemulung?
Y: mulai dari jam 8.00 sd 15.00
D: berapa pendapatan ibu dalam sehari?
Y: 50.000, itu juga gak nentu de
D: apakah ibu betah tinggal di tempat kumuh seperti ini?
Y: ya, betah betahin de. Mau gmana lagi yang penting ka nada tempat tinggal
D: kenapa ibu tidak memilih kerja yang lain saja selain pemulung?
Y: tidak de, karena ibu tidak memiliki kemampuan selain menjadi pemulung
Daftar pustaka
2. Simmamora henry, manajemen sumber daya manusia (Yogyakarta bagian penerbitan
YKPN 2004)
3. sunarto,kamanto, 2004, pengantar sosiologi , jakarta: lembaga penerbit fakultas ekonomi universitas indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar