Kamis, 31 Oktober 2013

Muhammad Iman_Ringkasan 2

Nama : Muhammad Iman Saputra 1110051000154
Rangkuman 2
        Emile Durkheim lahir di Epinal propinsi Lorraine, Perancis Timur pada tanggal 15 April 1858. Ia anak seorang rabi Yahudi. Namun Durkheim tidak mengikuti tradisi orang tuanya untuk menjadi rabi. Ia memilih menjadi Katholik, tetapi kemudian memilih untuk tidak tahu menahu tentang Katholikisme. Ia lebih menaruh perhatian pada masalah moralitas, terutama moralitas kolektif.Durkheim termasuk dalam tokoh Sosiologi yang memperbaiki metode berpikir Sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis tetapi Sosiologi akan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat diobservasi.
Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di Ecole Normale Superieure setelah sebelumnya gagal dalam ujian masuk. Di Universitas tersebut pemikiran Durkeim dipengaruhi oleh dua orang profesor di Universitasnya itu (Fustel De Coulanges dan Emile Boutroux).
Setelah menamatkan pendidikan di Ecole Normale Superieure, Durkheim mengajar filsafat di salah satu sekolah menengah atas (Lycees Louis-Le-Grand) di Paris pada tahun 1882 sampai 1887.
S U I C I D E     T H E O R Y
Durkheim sangat terkenal dengan studinya tentang kecenderungan orang untuk melakukan bunuh diri. Dalam bukunya yang kedua, 'Suicide' dikemukakannya dengan jelas, hubungan antara pengaruh integrasi sosial terhadap kecenderungan unutk melakukan bunuh diri. Dalam hal ini Durkheim dengan tegas menolak anggapan-anggapan lama tentang penyebab bunuh diri yang disebabkan oleh penyakit kejiiwaan sebagaimana teori psikologi mengatakannya.
Dia menolak anggapan Gabriel Tarde, seorang sarjana Perancis yang mengatakan bahawa bunuh diri adalah akibat imitasi. Dia juga menolak teori ras tentang kecenderungan orang melakukan bunuh diri, dan ia juga menolak teori yang menyatakan bahwa orang bunuh diri karena kemiskinan. Selanjutnya  Durkheim menambahkan bahwa jika diselidiki, sebenarnya ada pola yang lebih teratur daripada sebab-sebab serta penjelasan yang diberikan oleh teori terdahulu mengenai bunuh diri.
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan dari banyak negara, dimana ternyata terdapat di negara-negara tertentu yang memiliki angaka bunuh diri yang tidak berbeda dari waktu ke waktu akan tetapi berbeda dari satu negara dibandingkan dengan negara lain. Kalau demikian halnya, bunuh diri haruslah bersumber dari keadaan masyarakat yang bersangkutan. Data yang telah yang dikumpulkan Durkheim untuk menunjukan bahwa di negara-negara tertentu terdapat angka bunuh diri yang hampir tidak berbeda dari waktu ke waktu adalah sebagai berikut.
Negara dan Angka Bunuh Diri
Tahun
Perancis
Rusia
Saksen
Bavaria
Denmark
1849
3583
1507
328
189
337
1850
3596
1736
390
250
340
1851
3598
1009
402
260
401
Demikian halnya dengan usaha Durkheim unutk menolak bahwa bunuh diri diakibatkan karena sebeb-sebab psikologis, dia menunjukkan angka-angka bunuh diri dari berbagai negara sebagai berikut.
Negara
Jumlah orang sakit jiwa
Angka bunuh diri
Norwegia
180-1
4-107
Skotlandia
164-2
8-34
Denmark
125-3
1-258
Perancis
99-5
5-100
Data di atas menunjukkan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak membawa pengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.Dengan demikian, menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap struktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat. Untuk membuktikan teori ini, Durkheim memusatkan perhatiannya kepada 3 macam kesatuan sosial yang pokok di dalam masyarakat, yaitu kesatuan agama, keluarga, dan kesatuan politik. Berikut contoh pusat perhatian kesatuan sosial agama dan analisisnya terkait bunuh diri.
Bunuh Diri di Dalam Kesatuan Agama
Durkheim menunjukkan data yang membuktikan bahwa angka laju bunuh diri adalah berbeda diantara penganut agama Protestan dengan penganut agama Katolik dan penganut agama Katolik ortodox.
a.       Negara-negara protestan (Prusia-Saksen-Denmark)
Angka laju bunuh diri : 190 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
b.      Negara-negara Roma Katolik (bercampur sedikit Protestan)
Angka laju bunuh diri : 90 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
c.       Negara-negara Katolik mayoritas (Portugal-Itali)
Angka laju bunuh diri : 58 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
d.      Negara-negara Katolik ortodox
Angka laju bunuh diri : 40 orang untuk tiap-tiap satu juta orang
            Dengan angka-angka ini, Durkheim membuat kesimpulan bahwa penganut agama-agama Protestan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk melakukan bunuh diri dibandingkan dengan penganut agama Katolik. Ia menyatakan bahwa terjadinya perbedaan angka bunuh diri antara penganut agama Protestan dan Katolik adalah terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh kedua agama tersebut kepada para penganutnya. Penganut agama Protestan memperoleh kebebasan yang jauh lebih besar untuk mencari sendiri hakekat ajaran kitab suci, sedangkan dalam agama Katolik tafsir agama lebih ditentukan oleh para pater (pemuka Gereja).
Agama Protestan menolak ajaran tradisional yang diajarkan oleh pemuka Gereja, akibatnya kepercayaan bersama dari orng-orang Protestan menjadi berkurang sehingga timbul suatu keadaan dimana penganut ajaran Protestan tidak lagi menganut tafsir yang sama, sehingga sekarang ini terdapat banyak gereja Protestan (sekte-sekte). Dengan kata lain, terdapat perbedaan derajat integrasi sosial diantara penganut agama Katolik. Integrasi sosial yang rendah dari penganut agama Protestan itulah yang menyebabkan angka laju bunuh diri dari penganut ajaran agama ini lebih besar kecenderungannya melakukan bunuh diri dibandingkan dengan penganut ajaran Katolik.
          Jadi jelas di sini, Durkheim ingin menekankan bahwa bunuh diri tidak berhubungan dengan ajaran-ajaran agama, tetapi lebih berhubungan dengan derajat integrasi dari pengikut-pengikut suatu ajaran agama sebagai faktor sosial. Sehingga faktor bunuh diri itu, sebenarnya harus dilihat dari sudut kehidupan komunitas atau masyarakat.
4 macam bunuh diri
Perluasan baru atas ide-ide ini terdapat dalam karya Durkeim, Suiced ( Bunuh Diri), dia membagi bunuh diri menjadi empat macam:
1.      Altruistik (Dimana kasus bunuh diri terjadi demi kepentingan kelompok seperti, seorang pahlawan perang).
2.      Egoistik (karena adanya kekurangan dalm organisasi sosial dan berupaya untuk menjauhkan diri dari kelompok itu)
3.      Anomik,dimana penyesuaian masyarakat terganggu oleh perubahan sosial yang negatif
4.      Fatalistic, tidak terlalu banyak dibahas oleh Durkheim
2.      Fakta Sosial (The Rule Of Sociological Method)
Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual.
Durkheim membedakan dua tipe ranah fakta sosial:
a.       Fakta sosial Material
Fakta sosial material lebih mudah dipahami karena bisa diamati. Fakta sosial material  tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuta yang sama-sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nonmaterial.
b.      Fakta sosial Nonmaterial
Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertentu, ia ada dalam fikiran individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Individu masih perlu sebagai satu jenis lapisan bagi fakta sosial nonmaterial, namun bentuk dan isi partikularnya akan ditentukan oleh interaksi dan tidak oleh individu. Oleh karena itu dalam karya yang sama Durkheim menulis : bahwa hal-hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasi melalui manusia; mereka adalah produk aktivitas manusia.
Jenis-jenis fakta sosial nonmaterial:
a.       Moralitas
Perspektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari secara empiris, karena ia berada di luar individu, ia memaksa individu, dan bisa dijelaskan dengan fakta-fakta sosial lain. Artinya, moralitas bukanlah sesuatu yang bisa dipikirkan secara filosofis, namun sesuatu yang mesti dipelajari sebagai fenomena empiris. Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong oleh kepeduliannya kepada "kesehatan" moral masyarakat modern.
b.      Kesadaran Kolektif
Durkheim mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut; "seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu sistem yang tetap yang punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan kesadaran kolektif atau kesadaran umum. Dengan demikian, dia tidak sama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran-kesadaran partikular".
Ada beberapa hal yang patut dicatat dari definisi ini. Pertama, kesadaran kolektif terdapat dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika dia menyebut "keseluruhan" kepercayaan dan sentimen bersama. Kedua, Durkheim memahami kesadaran kolektif sebagai sesuatu terlepas dari dan mampu menciptakan fakta sosial yang lain. Kesadaran kolektif bukan hanya sekedar cerminan dari basis material sebagaimana yang dikemukakan Marx. Ketiga, kesadaran kolektif baru bisa "terwujud" melalui kesadaran-kesadaran individual.
Kesadaran kolektif merujuk pada struktur umum pengertian, norma, dan kepercayaan bersama. Oleh karena itu dia adalah konsep yang sangat terbuka dan tidak tetap. Durkheim menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa masyarakat "primitif" memiliki kesadaran kolektif yang kuat, yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama, lebih dari masyarakat modern.
c.       Representasi Kolektif
Contoh representasi kolektif adalah simbol agama, mitos, dan legenda populer. Semuanya mempresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai kolektif, dan mendorong kita untuk menyesuaikan diri dengan klaim kolektif. Representasi kolektif juga tidak bisa direduksi kepada individu-individu, karena ia muncul dari interaksi sosial, dan hanya bisa dipelajari secara langsung karena cenderung berhubungan dengan simbol material seperti isyarat, ikon, dan gambar atau berhubungan dengan praktik seperti ritual.
d.      Arus Sosial
Menurut Durkheim, arus sosial merupakan fakta sosial yang tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas. Durkheim mencontohkan dengan "dengan luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan" yang terbentuk dalam kumpulan publik.
e.       Pikiran Kelompok
Durkheim menyatakan bahwa pikiran kolektif sebenarnya adalah kumpulan pikiran individu. Akan tetapi pikiran individual tidak secara mekanis saling bersinggungan dan tertutup satu sama lain. Pikiran-pikiran individual terus-menerus berinteraksi melalui pertukaran simbol: mereka megelompokkan diri berdasarkan hubungan alami mereka, mereka menyusun dan mengatur diri mereka sendiri. Dalam hal ini terbentuklah suatu hal baru yang murni bersifat psikologis, hal yang tak ada bandingannya di dunia biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini