Sabtu, 08 Maret 2014

Agung Laksono Wibowo_Tugas 1_Teori Sosiologi Emile Durkheim

Nama : Agung Laksono Wibowo
Nim    : 1113054100004
Prodi  : Kesejahteraan Sosial 2A
TEORI SOSIOLOGI EMILE DURKHEIM
   Emile Durkheim merupakan salah seorang ilmuwan terkemuka dalam sejarah perkembangan sosiologi. Bahkan, ia dapat disebut pula sebagai Sosiolog Prancis pertama, maupun sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Ia lahir di Epinal, Provinsi Lorraine, Prancis Timur pada 15 April 1858 dan meninggal dunia pada usianya yang ke-59 tahun, tepatnya pada 15 November 1917. Sepanjang hidupnya, ia telah mendedikasikan hidupnya dalam perkembangan ilmu sosiologi modern. Dialah pula yang memperbaiki metode berpikir sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pada pemikiran-pemikiran filosofis, akan tetapi berdasarkan realitas gejala sosial yang ada dalam kehidupan di masyarakat.
   Durkheim termasuk seorang ilmuwan yang sangat produktif. Karya utamanya, antara lain ; The Division of Labor in Society (1968), karya pertamanya yang berbentuk Disertasi Doktor ; Rules of Sociological Method (1965), Suicide (1968), Moral Education (1973), dan The Elementary Forms of the Religious Life (1966). Dan ia pun banyak pula menulis artikel dalam majalah yang diterbitkannya, L'Annee Sociologique (1896).
      Adapun beberapa pemikiran secara teoritis yang telah dikemukakan oleh Emile Durkheim, yakni beserta pemaparannya ialah sebagai berikut ;
1.      Fakta Sosial ( The Rule of Sociological Method )
   Fakta sosial ialah cara bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang berada di luar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya, sebagaimana nampak pada definisi berikut ini, " Here, then, is category of  facts with very distinctive characteristic : it consists of  ways of acting, thinking, and feeling, external to the individual, and endowed with a power of coercion, by reason of which they control him. These ways of thinking and acting, constitute the proper domain of sociology (Durkheim, 1965:3-4).
  Untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan pada konsep fakta sosial ini, Durkheim menyajikan sejumlah contoh. Seperti Pendidikan Anak ; sejak bayi seorang anak diwajibkan makan, minum, tidur pada waktu tertentu, diwajibkan taat, dan  menjaga kebersihan, serta ketenangan ; diharuskan tenggang ras terhadap orang lain, serta menghormati adat dan kebiasaan.
Durkheim mengklasifikasikan menjadi dua tipe ranah fakta sosial:
a.       Fakta Sosial Material
Fakta sosial material, lebih mudah dipahami karena dapat kita amati. Fakta sosial material  sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kita yang sama-sama berada di luar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial material.
b.      Fakta Sosial NonMaterial
Durkheim mengakui, bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertentu, ia ada dalam fikiran individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Individu masih perlu sebagai satu jenis lapisan bagi fakta sosial nonmaterial, namun bentuk dan isi partikularnya akan ditentukan oleh interaksi dan tidak oleh individu. Oleh karena itu dalam karya yang sama Durkheim menulis : bahwa hal-hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasi melalui manusia; mereka adalah produk aktivitas manusia.
2.      Teori Bunuh Diri ( Suicide )
   Berkaitan tentang teori bunuh diri, maka sangat berkoheren dengan dua buku karangan Emile Durkheim, yakni The Division of Labor in Society (1968), dan Suicide (1968). Dalam kedua buku tersebut, ia mengemukakan, bahwa pembagian kerja dalam masyarakat, dewasa ini kebanyakan orang pada umumnya, akan lebih cenderung menggunakan istilah lain, seperti spesialisasi dan diferensiasi yang merupakan suatu fakta sosial. Maka tidak heran bila kita kaji secara seksama, bahwa teori fakta sosial sangat berkaitan erat dengan teori bunuh diri yang telah Durkheim kemukakan sendiri.
   Berdasarkan pengamatan Durkheim, bahwa angka bunuh diri dari tahun ke tahunnya memiliki angka peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh kekuatan yang berada di luar individu. Dalam suatu jenis bunuh diri yang dinamakannya, altruistic suicide, bahwa angka bunuh diri disebabkan integrasi sosial yang terlalu kuat, misalnya pada masyarakat militer. Sedangkan pada jenis bunuh diri, egoistic suicide, disebabkan oleh integrasi masyarakat yang terlalu lemah, seperti halnya faktor rendahnya keimanan religious dalam beragama, maupun kemiskinan.
3.      Teori Solidaritas ( The Division of Labor in Society )
 Masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang yang melakukan pekerjaaan yang sama, tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Solidaritas merujuk pada suatu hubungan antara individu dan kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
a.       Solidaritas Mekanis
Solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif, karena anggota masyarakat ini memiliki kesamaan, dan cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap sistem nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Pelanggar akan dihukum atas pelanggarnya terhadap sistem moral kolektif. Sekalipun hanya pelanggaran kecil.
b.      Solidaritas Organik
Masyarakat solidaritas organik dibentuk oleh hukum restitutif. Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu. Dalam hal ini Durkheim menyatakan, Solidaritas Moral pada masyarakat modern bukannya hilang tetapi berubah total. Pada masyarakat ini, perkembangan kemandirian oleh perkembangan pembagian kerja menimbulkan kesadaran individual yang lebih mandiri, sekaligus menjadi semakin memiliki ketergantungan, karena masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian pekerjaan sosial.
4.      Teori tentang Agama ( The Elementary Forms of Religious Life )
   Dalam teori ini, Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim merupakan "a unified system of belief and practices relative to sacret things", dan selanjutnya " that is to say, things set apart and forbidden – belief and practices which unite into one single moral community called church all those who adhere to them." Agama berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang dianggap sakral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi, Durkheim melanjutkan.
Kesimpulannya, agama merupakan lambang collective representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka tentang collective consciouness semakin bertambah kuat. Setelah upacara keagamaan, maka suasana keagamaaan dibawa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian lambat laun collective consciouness tersebut semakin lemah kembali.
 
Daftar Pustaka
Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Erlangga
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini