Nama : Dauatus saidah
Jurusan : PMI 2
Dinamika Desa dalam Tinjauan Sejarah dan Kebijakan Pembangunan di Indonesia
A. Fokus Kajian Sosiologi Pedesaan
Sosiologi pedesaan spesialisasi dari kajian sosiologi memfokuskan perhatiannya pada gejala khusus yang menyangkut masyarakat pedesaan. Kajian terhadap masyarakat pedesaan (khususnya di Indonesia) sudah ada sejak zaman kerajaan dan masa pemerintahan kolonialisme. Pada mas pemerintahan kolonialisme belanda, data-data tentang masyarakat pedesaan berasal dari catatan-catatan musafir dan pelaut, peneliti, para pendeta penyiar agama nasrani dan para pegawai pemerintah colonial (Koentjaraningrat, 1964). Ada beberapa karangan pegawai pemerintah colonial belanda yang dijadikan monografi tersendiri, seperti hasil penelitian eksplorasi adat istiadat di Pulau Buru Maluku, Sumatra Utara, Riau, Kalimantan Barat, dan Jawa Timur oleh T.J.Willer, hasil lukisan tentang berbagai unsure budaya Gorontalo, Biliton, Timor dan Ambon oleh J.C.F. Riedel, dan berbagai karya lainnya yang terkait dengan unsur-unsur budaya masyarakat pedesaan di Indonesia.[1]
B. Pradigma Sosiologi
Sosiologi pedesaan merupakan bagian dari kajian sosiologi yang mempunyai karakteristik kajian tersendiri, yaitu komunitas pedesaan dan agraris. Sebagai bagian dari kajian sosiologi, tentunya sosiologi mempunyai pokok kajian yang menjadi acuan para ilmuan yang mempelajarinya, dengan kata lain sosiologi pedesaan memiliki pradigma kajian sebagaimana ilmu lainnya. Pradigma merupakan pandangan yang mendasar dari ilmuan tentang apa yang menjadi pokok kajian yang mestinya harus dipelajari sebagai ilmu pengetahuan (Ritzer 1992, Salim 2001). Dengan demikian pradigma merupakan suatu pokok persoalan dalam suatu cabang ilmu menurut versi ilmuan tertentu.[2]
C. Dinamika Kajian Sosiologi Pedesaan
Sosiologi pedesaan sebagai bagian dari kajian sosiologi merupakan ilmu yang memiliki pradigma beragam, yaitu pradigma fakta social, definisi social perilaku social, serta pradigma terpadu yang memadukan antar pradigma lainya. Salah satu hasil kajian sosiologi pedesaan yang dilakukan oleh prof.Dr. sajogya dan cukup fenomenal adalah indicator kemiskinan yang didasarkan atas konsumsi beras masyarakat di desa dan di kota (sitorus, 1996). Indicator kemiskinan ini banyak dipakai peneliti asing untuk Negara-negara berkembang. Pendekatan yang dilakukan merupakan pendekatan budaya yang cukup lama di berbagai pedesaan.
Penelitian pedesaan lainya yang melihat dampak modernitas terhadap kawasan pedesaan pernah dilakukan oleh sajogyo (1982) dan dove (1985).kedua hasil penilitian mengupas dampak modernisasi di beberapa wilayah Indonesia. hasil penelitian keduanya menunjukan dampak negative modernisasi di daerah pedesaan. Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan kebudayaan local dengan nilai kebudayaan baru. Budaya baru yang masuk bersama dengan modernisasi.
Dove dalam penelitiannya membagi dampak modernisasi menjadi empat aspek yaitu ideology ekonomi, ekologi dan hubungan social. Aspek ideology sebagai kegagalan modernisasi sebagai contoh di daerah Sulawesi selatan dan jawa tengah. Penelitian Dove menunjukan bahwa modernisasi yang terjadi pada suku Wana telah mengakibatkan tergusurnya agama local yang telah mereka anut sejak lama dan digantikan oleh agama baru. Moderniasi seolah menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang mampu membelenggu kebebasan asasi manusia termasuk di dalamnya kebebasan beragama. Pengetahuan local masyarakat juga menjadi komoditas jajahan bagi modernisasi. Pengetahuan local yang sebelumnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat haus serta merta digantikan oleh pengetahuan baru yang dianggap lebih superior. [3]
D. Hakikat Perubahan Sosial
Kehidupan social bukan merupakan bahan cetakan(molded) melainkan suatu proses berkesinambungan yang selalu membaharu, bertumbuh kembang, dan berubah. Setiap gejala niscaya berada dalam keadaan "menjadi" (in a state of continual "becoming").
Para paori kar sosiologi menunjukan pada perubahan-peubahan mendasar dalam pola budaya,struktur dan perilaku social sepanjang waktu sebagai perubahan social. Perubahan social pada dasarnya merupakan proses yang dilalui oleh masyarakat sehingga menjadi berbeda dengan sebelumnya.
Dari pengertian tersebut tampak bahwa penanda kritis dari perubahan social adalah adanya pebedaan pola budaya, dan perilaku social antara satu waktu dengan waktu lain karena itu, perubahan social hanya dapat ditemu kenali setelah membandingkan antara pola budaya, struktur dan peilaku social yang pada waktu sebelumnya dengan waktu sekarang. Semakin besar perbedaan, mencerminkan semakin luas dan mendalamnya suatu perubahan social.
E. Model Teoritik Perubahan Sosial
Teori-teori tentang perubahan social umumnya menaruh perhatian pada arah dan wujud perubahan social. Menurut Stewart dan Glynn 1988, paling tidak ada tiga pandangan tentang perubahan social yaitu :
1. Teori daur ulang
2. Teori garis lurus
3. Garis pertentangan
Menurut teori daur ulang, masyarakat selalu berada suatu titik lingkaran evolusi. Setiap kemajuan atau kemunduran selalu melalui titik-titik lain dalam lingkaran evolusi, dan kembali pada kedudukannya yang kurang lebih sama sebagaimana sebelumnya.
Menurut teori perubahan social garis lurus, perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahapan-tahapan tertentu. Kebudayaan manusia dengan sendirinya akan mengikuti evolusi yang berbentuk garis lurus. Karena itu teori ini bersifat lebih optimis, bahwa perubahan social secara evolusioner selalu menuju keadaan yang lebih baik.
Teori pertentangan sangat diprngaruhi oleh pemikiran dialektika ini menurut Georg Hegel. Dialegtika ini terdiri atas tiga tahapan yaitu tahapan tesis atau gagasan awal, tahapan antithesis atau gagasan penentang, dan tahapan sintesis atau pemecahan melalui suatu penyatuan kedua gagasan yang bertentangan.[4]
Daftar Pustaka
Salam,Syamsir,2008.Sosiologi Pedesaan.Ciputat: lembaga penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Rahardjo,Mudjia,2007.Sosiologi Pedesaan.Malang: UIN Malang press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar