Sabtu, 08 Maret 2014

Lisda Nur Asiah_Tugas1_Teori Sosiologi Emile Durkheim

Nama       : Lisda Nur Asiah
NIM           : 1113054100030
Jurusan    : Kesejahteraan Sosial 2A
Teori Sosiologi Emile Durkheim
Biografi Emile Durkheim
            Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis, 15 April 1858. Ia keturunan pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar untuk menjadi pendeta (rabbi). Tetapi, ketika berumur 10 tahun ia menolak menjadi pendeta. Sejak itu perhatiannya terhadap agama lebih bersifat akademis ketimbang teologis (Mestrovic, 19888). Ia bukan hanya kecewaterhadap pendidikan agama, tetapi juga pendidikan umumnya dan banyak memberi perhatian pada masalah kesusastraan dan estetika.  Ia juga mendalami metodologi ilmiah dan prinsip moral yang diperlukan untuk menuntun kehidupan sosial. Meski ia tertarik pada  sosiologi ilmiah  tetapi waktu itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga antara 1882-1887 ia mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris.
            Hasyaratnya terhadap ilmu makin besar dalam perjalanannya ke Jerman ia berkenalan dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt (Durkheim, 1887/1993). Beberapa tahun sesudah kunjungannya ke Jerman, Durkheim menerbitkan sejumlah buku diantaranya adalah tentang pengalamannya selama di Jerman (R. Jones, 1994). Penerbitan bukunya itu membantu Durkheim mendapatkan jabatan di Jurusan Filsafat Universitas Bordeaux tahun 1887. Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi.
            Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang tokoh intelektual Perancis tersohor. Teteap, karya Durkheim mulai memengaruhi sosiologi Amerika dua puluh tahun sesudah kematiannya, yakni setelah terbitnya The Structure of Social Action (1937) karya Talcott Parsons.
            Secara politik, Durkheim adalah seorang liberal, tetapi secara intelektual ia tergolong lebih konservatif. Karyanya banyak mendapat inspirasi dari kekacauan yang ditimbulkan oleh perubahan sosial besar seperti Revolusi Perancis dan oleh perubahan sosial lain seperti pemogokan buruh industri, kekacauan kelas penguasa, perpecahan negara-gereja, dan angkatan politik antisemitisme yang menonjol di Perancis di masa hidup Durkheim (Karady, 1983).
            Adapun beberapa pemikiran secara teoritis yang telah dikemukakan oleh Emile Durkheim,  yakni beserta pemaparannya ialah sebagai berikut :
1.     Fakta-fakta Sosial (The Rule of Sociological Method)
 Durkheim mengembangkan konsep masalah pokok sosiologi penting dan kemudian diujinya melalui studi empiris. Dalam The Rule of Sociological Method (1895/1982) Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang ia sebut sebagai fakta-fakta sosial. Ia membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan (forces)(Takla dan Pope, 1985) dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu.
Dalam The Rule of Sociological Method ia membedakan antara dua fakta sosial : material dan nonmaterial. Meski ia membahas keduanya dalam karyanya, perhatian utamanya lebih tertuju pada fakta sosial nonmaterial (misalnya kultur, institusi sosial) ketimbang pada fakta sosial material (birokrasi, hukum).
2.     Teori Bunuh Diri (Suicide)
Dalam bukunya yang berjudul Suicide (1897/1982) Durkheim berpendapat bahwa ia dapat menghubungkan prilaku individu seperti bunuh diri itu dengan sebab-sebab sosial (fakta sosial) maka ia akan dapat menciptakan alasan meyakinkan tentang pentingnya disiplin sosiologi. Argumen dasarnya adalah bahwa sifat dan perubahan fakta sosiallah yang menyebabkan perbedaan rata-rata bunuh diri. Mislnya, perang atau depresi ekonomi dapat menciptakan perasaan depresi kolektif yang selanjutnya dapat meningkatkan angka bunuh diri.
Berdasarkan pengamatan Durkheim, bahwa angka bunuh diri dari tahun ketahunnya memiliki angka peningkatan yang cukup signifikan hal ini disebabkan oleh kekuatan yang berada diluar individu. Dalam suatu jenis bunuh diri yang dinamakannya, altruistic suicide, bahwa angka bunuh diri disebabkan angka integrasi sosial yang terlalu kuat, misalnya pada masyarakat militer. Sedangkan pada jenis bunuh diri  egoistic suicide, disebabkan oleh integrasi masyarakat yang terlalu lemah, seperti halnya faktor rendahnya keimanan religious dalam beragama maupun kemiskinan.
3.     Teori solidaritas (The Division of Labor in Society)
 Perhatiannya terhadap fakta sosial nonmaterial ini telah jelas dalam karyanya paling awal, The Division of Labor in Society (1893/1964). Dalam buku ini perhatiannya tertuju pada upaya membuat analisis komparatif mengenai apa yang membuat masyarakat bisa dikatakan berada dalam keadaan primitif atau modern. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh fakta sosial nonmaterial, khususnya oleh kuatnya ikatan moralitas bersama, atau oleh apa yang ia sebut sebagai kesadaran kolektif yang kuat. Tetapi, karena kompleksitas masyarakat modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun. Ikatan utama dalam masyarakat modern adalah pembagian kerja yang ruwet, yang mengikat orang yang satu dengan oranglainnya dalam hubungan saling tergantung.  Tetapi, menurut Durkheim, pembagian kerja dalam masyarakat modern menimbulkan beberapa patoligi (pathologies) .  Dengan kata lain, divisi kerja bukan metode yang memadai yang dapat membantu menyatukan masyarakat. Kecenderungan sosiologi konservatif Durkheim terlihat ketika ia menganggap revolusi tak diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Menurutnya, berbagai reformasi dapat memperbaiki dan menjaga sistem sosial modern agar tetap berfungsi. Meski ia mengakui bahwa tak mungkin kembali ke masa lalu dimana kesadarn kolektif masi menonjol, namun ia menganggap bahwa dalam masyarakat modern moralitas bersama dapat diperkuat dan karena itu manusia akan dapat menanggulangi penyakit sosial yang mereka alami dengan cara yang lebih baik.
4.     Teori tentang Agama(The Elementary Forms of Religious Life)
Dalam karyanya yang kemudian, fakta sosial nonmaterial menempati posisi yang jauh lebih sentral. Dalam karyanya yang terakhir, The Elementary Forms of Religious Life ( 1912/1965 ), ia memusatkan perhatian pada bentuk terakhir fakta sosial nonmaterial – yakni agama. Durkheim yakin bahwa ia akan dapat secara lebih baik menemukan akar agama itu dengan jalan membandingkan masyarakat primitif yang sederhana ketimbang di dalam masyarakat modern yang kompleks. Temuannya adalah bahwa sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang menentukan bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan yang lainnya  bersifat profan, khususnya dalam kasus yang disebut tetomisme. Dalam agama primitif (tetomisme) ini benda-benda seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang didewakan. Selanjutnya tetomisme dilihat sebagai tipe khusus fakta sosial nonmaterial, sebagai bentuk kesadaran kolektif. Akhirnya Durkheim menyimpulkan bahwa masyarakat dan agama (atau lebih umum lagi, kesatuan kolektif) adalah satu dan sama. Agama adalah cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial nonmaterial. Sedikit banyaknya Durkheim tampak mendewakan masyarakat dan produk-produk utamanya. Jelasnya, dalam mendewakan masyarakat menampakan pendirian yang sangan konservatif : orang tak mau menjatuhkan sumber ketuhanannya sendiri atau sumber kehidupan masyarakatnya. Karena ia meyamakan masyarakat dengan dewa (Tuhan), maka Durkheim  berkecenderungan untuk mendorong revolusi. Durkheim adalah seorang reformasi yang mencari untuk meningkatkan fungsi masyarakat. Dalam hal ini, dan dalam hal lainnya, Durkheim sejalan dengan sosiolog konservatif Perancis.
            Buku-buku tersebut di atas dan karya penting lainnya membantu memantapkan posisi sosiologi di dunia akademi di Perancis pada pergantian abad dan menempatkan Durkheim pada posisi puncak dalam bidang kajian yang sedang tumbuh itu. Pada 1898 Durkheim menerbitkanjurnal ilmu L'annee Sociologique (Besnard, 1983). Jurnal ini sangat berpengaruh dalam perkembangan dan penyebaran pemikiran sosiologi.
 
Daftar Pustaka
 
Giddens, Anthony. 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern. Jakarta : UI Press
Beiharz, Peter. 2002. Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini