PERBAIKAN
JUDUL : PROFIL PENERIMA BERAS MISKIN (RASKIN) DI SEKITAR DAERAH SAWANGAN
NAMA : JULIA RAHMANIA
NIM : 1113054100012
JURUSAN : KESEJAHTERAAN SOSIAL
KELAS : 2A
I. LATAR BELAKANG
Raskin adalah salah satu program pemerintah untuk membantu masyarakat yang miskin dan rawan pangan, agar mereka mendapatkan beras untuk kebutuhan rumah tangganya. Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin.
Tidak semua masyarakat Indonesia yang berhak atas raskin, hanya mereka yang tergolong miskin dan rawan pangan yang dapat menerima raskin. Untuk memilih kelompok yaitu sesuai criteria yang ditetapkan data keluarga miskin dan rawan pangan dikumpulkan dari berbagai sumber seperti kelurahan, LSM, dll.
Biaya hidup yang semakin naik dari tahun ke tahun tetapi pendapatan yang stagnan (bahkan minim) dari masyarakat marginal atau miskin adalah asusmi awalnya.
II. PERTANYAAN PENELITIAN
1. Apa yang menyebabkan raskin ini ada?
2. Bagaimana cara mensosialisasikan kepada warga tentang adanya raskin?
III. METODE PENELITIAN
Menggunakan Metode Kualitatif
Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis . Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu "teori".
IV. Teori Yang Digunakan
Dalam penelitian ini, saya menggunakan teori sosiologi klasik yaitu emile durkheim. Metode yang digunakan adalah observasi dan hasil dari penelitian tersebut beruba narasi.
V. Area Riset
Ø Kegiatan penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sawangan-Depok.
Ø Objek : Beras Miskin ( Raskin )
Ø Subjek : Kelompok
Ø Narasumber : Pekerja di Kelurahan Sawangan-Depok
Salah satu warga masyarakat penerima raskin yang berada di sekitar Sawangan-Depok
Ø Waktu : Penelitian pertama berlangsung pada hari Jum'at 25 April 2014 dan akan dilanjutkan pada hari Rabu 30 April 2014
VI. Output penelitian
Program Raskin adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. Program ini merupakan kelanjutan Program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998. Pada 2013, Program Raskin menargetkan penyediaan 1,9 juta ton beras bagi 15,8 juta rumah tangga miskin dengan total biaya Rp 6,28 triliun. Setiap rumah tangga menerima 4 liter beras setiap bulan dengan harga Rp10.000 per 4 liter di titik distribusi. Penyaluran beras hingga titik distribusi menjadi tanggung jawab Bulog, sementara dari titik distribusi kepada rumah tangga sasaran menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Kajian ini menggunakan pendekatan tinjauan dokumen dan analisis data sekunder (metaevaluasi) yang didukung dengan wawancara informan kelurahan dan masyarakat sekitar sawangan; dan studi lapangan. Berikut ini adalah temuan utama hasil kajian.
Dari sisi penyaluran hingga titik distribusi, Badan Urusan Logistik (Bulog) telah melaksanakan tugasnya dengan relatif baik dan sesuai dengan pedoman program. Namun, penilaian keberhasilan program tidak dapat dilakukan secara parsial karena Program Raskin merupakan sebuah kesatuan program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Permasalahan pelaksanaan Program Raskin banyak terjadi dari titik distribusi hingga rumahtangga penerima.
Menurut Pedoman Umum (Pedum) Raskin, keberhasilan Program Raskin diukur berdasarkan tingkat pencapaian indikator 6T, yaitu tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepatkualitas, dan tepat administrasi. Secara umum, hasil kajian terhadap pelaksanaan Program Raskin menunjukkan bahwa efektivitas program masih relatif lemah. Hal ini ditandai oleh sosialisasi dan transparansi yang kurang memadai; target penerima, harga, jumlah, dan frekuensi penerimaan beras yang kurang tepat; biaya pengelolaan program yang tinggi; pelaksanaan pemantauan yang belum optimal; dan mekanisme pengaduan yang kurang berfungsi.
Sosialisasi program merupakan salah satu kunci keberhasilan sebuah program, namun kegiatan penting ini tidak diatur secara rinci dalam Pedum Raskin. Hal ini menjadi salah satu penyebab bervariasinya kegiatan sosialisasi tingkat aparat antarwilayah dan lemahnya sosialisasi kepada masyarakat.
Dapat disimpulkan dari tinjauan dokumen dan kunjungan lapangan bahwa sosialisasi kepada masyarakat yang mengandalkan penyebaran informasi informal dari aparat desa/kelurahan dan petugas pembagi merupakan salah satu titik lemah program. Umumnya masyarakat dan penerima manfaat tidak memperoleh informasi program secara menyeluruh. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak mengetahui informasi umum, seperti arti Raskin, jatah beras yang seharusnya diterima, harga beras di titik distribusi, dan frekuensi penerimaan per tahun. Namun demikian, di wilayah yang dikunjungi, umumnya masyarakat sudah mengetahui esensi program sebagai bantuan beras dari pemerintah untuk masyarakat miskin.
Tinjauan dokumen dan kunjungan lapangan menunjukkan bahwa transparansi program masih lemah, baik tentang ketersediaan informasi umum program, daftar penerima manfaat, maupun tentang penentuan harga.
Secara umum pendistribusian beras Raskin masih mengalami beberapa masalah, seperti pagu rumah tangga miskin (RTM) sasaran lebih rendah daripada jumlah total RTM, penargetan kurang akurat, jumlah beras dan frekuensi penerimaan oleh penerima manfaat sebagian besar kurang dari ketentuan, dan harga yang dibayar penerima manfaat tidak selalu tepat.
Pedum Raskin 2005-2009 menyatakan bahwa penentuan rumah tangga sasaran dilakukan
melalui musyawarah desa (mudes) dengan mengacu pada data KPS dan KS-1 BKKBN. Namun pada Pedum Raskin 2010–2014, tidak ada ketentuan bahwa mudes harus mengacu pada data RTM BPS. Apalagi dalam bab "Penetapan Penerima Manfaat" tidak disebutkan bahwa penerima manfaat harus rumah tangga miskin. Tidak adanya ketentuan tersebut dapat dijadikan dasar pembenaran petugas pelaksana untuk membagikan beras Raskin tidak hanya kepada RTM atau bahkan dibagi rata, asal keputusannya diambil melalui mudes.
Menurut tinjauan dokumen, penargetan merupakan poin utama kelemahan Program Raskin karena tidak seluruh rumah tangga miskin menerima beras Raskin dan banyak rumah tangga tidak miskin yang menerimanya. Hasil analisis data yang saya teliti menyimpulkan kondisi yang sama, yakni:
a. Beras Raskin diterima oleh semua kelompok rumah tangga berdasarkan tingkat kesejahteraan (kuintil pengeluaran rumah tangga per kapita). Rumah tangga dari kuintil 1 dan 2 yang merupakan kelompok paling tidak sejahtera hanya mencapai 53% dari total penerima.
b. Korelasi antara penerima Raskin dan status rumah tangga miskin antara 2013 dan 2014 mengalami peningkatan, namun nilainya tetap rendah, yakni dari 40% menjadi 48%.
Alokasi beras untuk setiap rumah tangga mengalami beberapa kali perubahan. Tinjauan dokumen menunjukkan bahwa ketika alokasi beras ditetapkan 4 liter/penerima raskin. Harga yang dibayar oleh penerima raskin berkisar Rp.10.000/4 liternya. Hasil tinjauan berbagai dokumen menyatakan bahwa penerima raskin selalu menerima beras Raskin setiap bulan sekali.
Untuk pelaksanaan Program Raskin periode Juni-Desember 2014, Tim Koordinasi Raskin Pusat telah mencetak daftar nama dan alamat RTS-PM dan mengirimkan ke setiap desa/kelurahan untuk ditempelkan di kantor desa/kelurahan. Dengan cara ini, RTS-PM dan masyarakat umum dapat mengetahui rumah tangga mana saja di desa/kelurahan tersebut yang berhak menerima beras Raskin. Menurut tinjauan lapangan, masyarakat belum merasa sejahtera. Karena kualitas beras yang diberikan masih rendah. Raskin tidak boeh diperualbelikan untuk orang mampu.
Pertanyaan penelitian yang diajukan kepada wakil anggota dari kelurahan :
1. Apa yang menjadi tujuan utama dalam program raskin?
2. Bagaimana tingkat penetapan penerima maanfaat raskin?
3. Adakah profil atau ketentuan khusus untuk penerima raskin?
4. Bagaimana cara menentukan tingkat keberhasilan raskin?
5. Bagaimana tingkat kesejahteraan warga dengan adanya program raskin ini?
6. Adakah jadwal khusus untuk penerimaan raskin ini?
7. Bagaimana system pengelolaan raskin?
8. Bagaimana cara mensosialisasikan kepada warga tentang adanya raskin?
9. Bagaimana pendistribusiannya?
10. Apakah Raskin itu berbayar atau tidak?
11. Bagaimanakah tanggapan warga tergadap kualitas beras raskin?
12. Bolehkah raskin diperjualbelikan untuk orang yang mampu?
Pertanyaan penelitian kepada salah satu warga sawangan :
1. Bagaimana tingkat kesejahteraan warga dengan adanya program raskin ini?
2. Apakah warga sudah benar-benar tahu apa itu raskin?
3. Apakah raskin itu berbayar atau tidak?
4. Bagaimana tingkat kualitas berasnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar