Selasa, 10 Mei 2016

Tugas Analisis Kampung Sasak Lombok Ahmad Ali dan M Fahmi Nurdin

AHMAD ALI NIDAULHAQ

1113054000027

M FAHMI NURDIN

1113054000023

TUGAS MATA KULIAH EKOLGI

ANALISIS KAMPUNG SASAK LOMBOK

Sejarah Kampung Sasak Lombok

Sebelum Abad ke 16 Lombok berada dalam kekuasan Majapahit, dengan dikirimkannya Maha Patih Gajah Mada ke Lombok. Malah ada kabar kalau beliau wafat di Pulau Lombok dan dimakamkan di Lombok Timur. Pada Akhir abad ke 16 sampai awal abad ke 17, lombok banyak dipengaruhi oleh Jawa Islam melalui dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri, juga dipengaruhi oleh Makassar. Hal ini yang menyebabkan perubahan Agama Suku Sasak, yang sebelumnya Hindu menjadi Islam.

Pada awal abad ke 18 Lombok ditaklukkan oleh kerajaan Gel Gel Bali. Peninggalan Bali yang sangat mudah dilihat adalah banyaknya komunitas Hindu Bali yang mendiami daerah Mataram dan Lombok Barat. Beberapa Pura besar juga gampang di temukan di kedua daerah ini. Lombok berhasil Bebas dari pengaruh Gel Gel setelah terjadinya pengusiran yang dilakukan Kerajaan Selapang (Lombok timur) dengan dibantu oleh kerajaan yang ada di Sumbawa (pengaruh Makassar). Beberapa prajurit Sumbawa kabarnya banyak yang akhirnya menetap di Lombok Timur, terbukti dengan adanya beberapa desa di Tepi Timur Laut Lombok Timur yang penduduknya mayoritas berbicara menggunakan bahasa Samawa. Kalau kita lihat dari aspek sejarah, orang Sasak bisa jadi berasal Jawa, Bali, Makassar dan Sumbawa. Tapi bisa juga ke empat etnis tersebut bukan Papuk Bloq orang sasak, melainkan hanya memberi pengaruh besar pada perkembangan Suku Sasak

Asal Mula Suku Sasak Nama sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan. Dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok. Yakni Lombok Sasak Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata "sa'-saq" yang artinya yang satu. Kemudian Lombok berasal dari kata Lomboq yang artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa' Saq Lomboq artinya sesuatu yang lurus. banyak juga yang menerjemahkannya sebagai jalan yang lurus.

Gambaran Umum Kampung Sasak Lombok

Suku sasak adalah salah satu suku terbesar di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sekitar 80% penduduk di pulau Lombok  ini diduduki oleh Suku Sasak dan selebihnya adalah suku lainnya, seperti suku mbojo (bima), dompu, samawa (sambawa), jawa dan hindu (Bali Lombok). Suku sasak mendiami seluruh pulau Lombok, yang tersebar di tiga Kabupaten, yakni Kab. Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Kab. Lombok Timur. Menurut catatan sensus yang diadakan  tahun 2000 populasinya mencapai 2,6 juta jiwa. Tapi itu belum termasuk "sasak diaspora" alias sasak rantau yang menetap di Pulau Sumbawa bagian Barat, di Kalimantan Timur (akibat proyek transmigrasi), di Malaysia (TKI) dan di beberapa Kota besar di Indonesia (yang umumnya karena faktor pekerjaan dan status sebagai Mahasiswa).

Dalam keseharian, mereka menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar mereka beragama Islam. Tapi  uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak, ada yang melakukan praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu. Jumlah penganutnya  hanya sekitar 1%. Praktek yang agak berbeda misalnya mereka menggunakan syahadat dengan menggunakan bahasa jawa kuno. Hal itu terjadi karena para wali yang menyebarkan agama Islam tidak meneyelsaikan ajarannya, sehingga masyarakat terjebak pada masa peralihan itu. Selain itu, ada juga warga suku Sasak yang menganut kepercayaan  yang disebut dengan nama "sasak Boda".

Bahasa Sasak, terutama aksara (bahasa tertulis) nya sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama sama menggunakan aksara Ha Na Ca Ra Ka …dst. Tapi secara pelafalan cukup dekat dengan Bali. Sementara kalau diperhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek (cara pengucapan) maupun kosa katanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Saat Pemerintah Kabupaten Lombok Timur ingin membuat Kamus Sasak saja, mereka kewalahan dengan beragamnya bahasa sasak yang ada di lombok timur, Walaupun secara umum bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Bagian Utara), Ngeto-Ngete (Lombok Bagian Tenggara), Meno-Mene (Lombok Bagian Tengah), Ngeno-Ngene (Lombok Bagian Tengah), Mriak-Mriku (Lombok Bagian Selatan) Dari Aspek Bahasa, Papuk Bloq kita bisa jadi berasal dari Jawa (Malayo-Polynesian), Vitname atau Philipine ( Austronesian), atau dari Sulawesi (Sunda-Sulawesi)

Rumah Adat Suku Sasak Atap rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Lantainya dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami. Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat tersebut didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu. Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela. Pintu yang rendah sengaja dibuat terutama di rumah kepala suku yang menandakan kehormatan karena ketika masuk harus menundukan badannya.

Perekonomian Suku Sasak Kehidupan perekonomian suku sasak yaitu dalam bidang pertanian dan perkebunan. Mereka bertani dan menanam berbagai kebutuhan mereka sehari-hari. Sepulangnya mereka dari bertani, mereka menyempatkan diri untuk bertenun di sore hari. Tetapi, untuk saat ini dengan semakin terkenalnya suku sasak dan makin banyaknya 'pelancong' yang datang ke perkampungan mereka, maka mereka pun menjual berbagai hasil karya baik tenun maupun kerajinan tangan mereka yang lainnya. Di satu desa Sade yang saya datangi pun hampir setiap 3 meter atau setiap rumah menjual hasil karya mereka. Saat ini, suku sasak di desa Sade jauh lebih berkembang dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kerejinan tangan mereka sudah dikoordinir oleh koperasi desa yang dikelola oleh pengurus desa yang tidak lain masih satu

 

Nilai-nilai Budaya Kampung Sasak Lombok

Sistem Perkawinan Suku Sasak Adat istiadat suku sasak dapat dilihat pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan jika mau dinikahkan lelaki maka yang perempuan harus  dilarikan dulu dan dibawa kerumah keluarga pihak laki laki. Tradisi ini dikenal dengan sebutan merarik atau selarian. Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang lelaki. Tradisi ini disebut dengan mesejati atau semacam pemberitahuan kepada keluarga perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut dengan nyelabar atau kesepakatan mengenai biaya resepsi. Perkawinan yang terjadi pun masih bersifat perkawinan saudara, yaitu perkawinan antar sepupu. Informasi yang kami dapat dari juru bicara Suku Sasak, di satu desa Sade terdiri dari 150 KK/ Kepala Keluarga dan semuanya masih bersifat saudara, perkawinan yang terjadi pun masih seputar satu lingkungan mereka. Walaupun mereka mayoritas beragama islam, namun adat perkawinan antar saudara masih tetap dilestarikan. Jika  suku sasak ingin menikah dengan suku lain yang berbeda provinsi, biasanya si calon pasangannya harus membayar denda yang cukup banyak di setiap desa yang dia lalui.

Sejak masa lampau etnis Sasak telah mengenal tentang wadah yang menjadi induk dalam kehidupan bermasyarakat mereka, yang mengatur tentang pedoman hidup warga masyarakat, dan tempat mereka mencari rujukan untuk menetapkan sanksi atas terjadi pelanggaran dalam tata pergaulan komunitasnya. Wadah itu dikenal dengan istilah karma. Konsepsi ini teraktualisasikan atau terjabarkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sasak sejak masa lampau. Sehingga pelaksanaan dari konsepsi kultural itu telah menjelma menjadi berbagai elemen atau unsur yang tidak terpisahkan. Pola yang lahir merupakan bagian dari karma, yang dapat ditelusuri sampai dengan saat ini.

Dari penerapan karma dalam kehidupan etnis Sasak itu, telah ikut mendorong lahirnya berbagai bentuk kearifan lokal dalam kumunitas tersebut, yang mengandung nilai-nilai yang masih cocok dengan kehidupan kekinian, dan relefan diwariskan melalui pendidikan bagi peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian Ismail, dkk, dapat disarikan pola-pola kearifan lokal yang dimaksud, di bawah ini. Ada tiga kategori bentuk kearifan lokal masyarakat Sasak Lombok, yaitu :

1.Bidang politik, sosial, kemasyarakatan, tercermin dari 10 (sepuluh) macam saling sebagai pengikat tali silaturrahmi masyarakat Sasak, yaitu saling jot/perasak(saling memberi atau mengantarkan makanan), pesilaq (saling undang untuk suatu hajatan keluarga), saling pelangarin (saling layat jika ada kerabat/sahabat yang meninggal), ayoin (saling mengunjungi), dan saling ajinan (saling menghormati atau saling menghargai terhadap pebedaan, menghargai adanya kelebihan dan kekurangan yang dimilki oleh seseorang atau kelompok tertentu), saling jangoq (silaturrahmi saling menjenguk jika ada di antara sahabat sedang mendapat atau mengalami musibah), saling bait (saling ambil-ambilan dalam adat perkawinan), wales/bales (saling balas silaturrahmi, kunjungan atau semu budi (kebaikan) yang pernah terjadi karena kedekatan-persahabatan), saling tembung/sapak(saling tegur sapa jika bertemu atau bertatap muka antarseorang dengan orang lain dengan tidak membedakan suku atau agama) dan saling saduq (saling mempercayai dalam pergaulan dan persahabatan, terutama membangun peranakan Sasak Jati (persaudaraan Sasak sejati) di antara sesama sanak (saudara) Sasak dan antarorang Sasak dengan batur luah (non Sasak), dan saling ilingan/peringet, yaitu saling mengingatkan satu sama lain antara seseorang (kerabat/sahabat) dengan tulus hati demi kebaikan dalam menjamin persaudaraan/silaturrahmi.

2.Bidang ekonomi perdagangan, tercermin dari tiga praktik kearifan lokal (tiga saling)yaitu:saling peliwat (suatu bentuk menolong seseorang yang sedang pailit atau jatuh rugi dalam usaha dagangannya, saling liliq/gentik (suatu bentuk menolong kawan dengan membantu membayar hutang tanggungan sahabat atau kawan, dengan tidak memberatkannya dalam bentuk bunga atau ikatan lainnya yang mengikat), dansaling sangkul/sangkol/sangkon (salingmenolong dengan memberikan bantuan material terhadap kawan yang sedang menerima musibah dalam usaha perdagangan).

3.Bidang adat budaya, tercermin dari saling tulung (bentuk tolong menolong dalam membajak menggaru sawah ladang para petani); saling sero (saling tolong dalam menanami sawah ladang); saur alap (saling tolong dalam mengolah sawah ladang, seperti dalam hal ngekiskis/membersihkan rerumputan dengan alat potong kikis atau ngoma/ngome/mencabuti rumput; dan besesiru/besiru yaitunilai kearifan lokal ini juga hampir sama dengan saur alap, yaitu pekerjaan gotong royong bekerja di sawah dari menanam bibit sampai panen. Nilai-nilai kearifan lokal dalam komunitas Sasak yang tinggi dan sangat cocok diterapkan dalam kehidupan dewasa ini dan di masa depan, terdapat dalam ungkapan bahasa yang dipegang teguh dalam pergaulan, yang berwujud peribahasa dan pepatah sebagai perekat pergaulan masyarakat Sasak. Dalam komunitas Sasak diistilahkan dengan sesenggak.

Berdasarkan uraian di atas, dari masalah krama sampai dengan sesenggak, Ismail, dkk (2009), menyimpulkan bahwa "terdapat 10 (sepuluh) unsur atau komponen nilai demokrasi yang tercermin dalam kearifan lokal masyarakat Sasak, yaitu demokrasi berketuhanan; toleransi; kerja sama dengan orang lain; menghargai pendapat orang lain; memahami dan menerima kultur dalam masyarakat; berpikir kritis dan sistematik; penyelesaian konflik tanpa kekerasan; kemauan mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtif; sensitif terhadap kesulitan orang lain; kemauan dan kemampuan berpartispasi dalam kehidupan sosial". Berdasarkan hal itu, kearifan lokal etnis Sasak sejak masa lampau mengandung nilai-nilai yang sangat luhur dalam sistem kehidupan bermasyarakat. Memiliki relevansi dan makna yang untuk dijadikan sebagai roh dan nilai-nilai baru di era kekinian. Namun dewasa ini, nilai-nilai yang telah diwariskan oleh leluhur etnis Sasak itu telah mengalami pergeseran, mengalami kelunturan, dan seakan-akan kehilangan makna sesungguhnya. Kelunturan nilai-nilai itu terjadi karena adanya pengaruh kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi atau globalisasi, serta laju pembangunan yang tidak didasarkan atas budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu, generasi penerus dalam komunitas Sasak dewasa ini tidak lagi sepenuhnya mempedomani nilai-nilai tersebut, bahkan ada kecenderungan untuk ditinggalkan. Keadaan yang mengkhawatirkan itu menuntut adanya upaya untuk menerapkan nilai-nilai luhur tersebut dalam kehidupan masyarakat Sasak dewasa ini, sehingga generasi muda tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri. Usaha ini akan efektif dilakukan melalui pendidikan, dan membangun kembali kesepakatan antar kelompok yang ada dalam komunitas Sasak itu sendiri secara sungguh-sungguh untuk memfotmat kembali nilai-nilai luhur tersebut, menyesuaikannya dengan kehidupan masa kini dan dikemas dengan afik sebagai modal untuk menghadapi tantangan masa depan. Transformasi nilai melalui pendidikan dan kesepakatan yang dibangun itu, hendaknya ditujukan untuk mengaplikasikan nilai-nilai luhur tersebut "dalam kehidupan bermasyarakat secara teguq (kuat dan utuh), bender atau tornboq (lurus dan jujur), patut (benar) tuhu (sungguh-sungguh) dan trasna (penuh rasa kasih atau kasih sayang)" (Ismail, dkk, 2009). Dalam usaha membangun kesepakatan dan memformat kembali nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para leluhur itu, hendaknya memperhatiokan dan memahami bahwa "Kearifan lokal masyarakat Sasak dilem dengan krama dan awig-awig(lisan banjar gubuk/desa). Jadi, hidup bermasyarakat akan tetap harmonis, apabila lembaga adat ditopang awig-awig adat secara arif dapat dihidupkan, dirancang kembali, disesuaikan kebutuhan dan tuntutan masa kini" (Ismail, dkk, 2009). Transformasi nilai-nilai kearifan lokal (nilai-nilai moral) masyarakat Sasak di atas melalui pendidikan, terutama melalui pembelajaran IPS menjadi sangat urgen dan relevan, karena akan mampu mengarahkan peserta didikuntuk dapat menjadi warga negara Indonesia yangdemokratis, bertanggung jawab, dan cinta damai. Maksudnya adalah pengembangan sikap dan prilaku berdemokrasi, bertanggung jawab, dan cinta damai, dapat dilakukan dengan menerapkan pengembangan pembelajaran IPS melalui kajian kearifan lokal masyarakat setempat (bernuansa keindonesiaan).Dengan kata lain, materi pembelajaran IPS yang disajikan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran di kelasadalah "mesti tumbuh dan lahir dari masyarakatnya sendiri, sehingga mencerminkan kondisi dan keadaan masayarakat yang ada" (Ismail, dkk, 2009).

Analisis Persfektif Ekologis Weberian.

Suku sasak memiliki beberapa kearifan local yang menjadi nilai pembeda antara suku sasak dengan suku-suku yang lain. Mengenai kearifan local yang dimiliki suku sasak, beberapa kearifan yang dimiliki mereka diantaranya dari bahasa yang beragam, kebiasaan pernikahan yang berbeda pada umumnya, sampai kepada kepercayaan akan hukum karma yang menurut mereka berlaku bagi kehidupan suku sasak, konsepsi ini teraktualisasikan atau terjabarkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sasak sejak masa lampau. Sehingga pelaksanaan dari konsepsi kultural itu telah menjelma menjadi berbagai elemen atau unsur yang tidak terpisahkan. Pola yang lahir merupakan bagian dari karma, yang dapat ditelusuri sampai dengan saat ini. Dari penerapan karma dalam kehidupan etnis Sasak itu, telah ikut mendorong lahirnya berbagai bentuk kearifan lokal dalam kumunitas tersebut, yang mengandung nilai-nilai yang masih cocok dengan kehidupan kekinian.

Dari nilai kearifan local di atas bisa dikatakan kampung sasak Lombok sangat mengjunjung tinggi nilai karma yang berlaku, maksudnya dalam konteks ekologi setiap individu sangat mematuhi hukum karma yang menyebabkan perilaku setiap individu sangat ramah akan lingkungan. Dari hal tersebut memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Prinsip karma ini sangat baik dalam konteks ekologi lingkungan, individu menjadi takut untuk membuang sampah sembarangan, mencenmarkan lingkungan, penebangan pohon secara liar. Karena dalam prinsip masyarakat kampong sasak Lombok yang sangat takut dengan hukum karma. Mereka takut apa yang dilakukan akan di balas. Baik di balas baik, dan buruk di balas buruk.

Bahan Bacaan

Posted on April 30, 2012 by estimurdiastuti

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/akbarzainudin/pesona-kampung-suku-sasak-sade-lombok_5517e8aea333114907b661f7

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini