KIAYI DAN SANTRI : SEBUAH TINJAUAN ETIKA AGAMA
YANG BERKEMBANG DALAM PESANTREN
Nama : Milki Amirus Sholeh
Nim : 1112051000138
a) Latar belakang
Pesantren merupakan lembaga yang lingkupnya masih dibilang tradisional dalam menjalankan kependidikan yang di jalankan hal ini pulalah yang menyebabkan pondok pesantren merupakan pendidikan paling tertua di indonesia saat ini, hal ini tak bisa di pungkiri keberadaannya biasa jadi ketika sebelum masa-masa perjuangan sebagai tonggak kemandirian bangsa untuk bebas dalam berpendidikan karena pada masa penjajahan bangsa ini amat sangat dikebiri untuk mengenyam sebuah pendidikan, dan ternyata di nusantara (nama sebelum indonesia) sudah banyak berjejer pendidikan keagamaan terutama yang bersifat keislaman yaitu pesantren
Menurut Ahmad mansyur Suryanegara " pesantren bukan saja sebuah instansi tapi pesantren pada masa lalu bisa merupakan penggemblengan pada kaula santri akan bagaimana menegakkan keadilan di nusantara yaitu melaui bentuk perlawanan pada penjajah"
Dengan kata lain merupakan satu penomena bagaimana sebuah pondok pesantren yang sudah lama berproses sejak lama mampu dan terus bertahan dalam kehidupan yang serba modern saat ini sehingga apakah adanya transpormasi yang terjadi dalam sebuah pesantren mulai dari cara pendidikan atau platform pesantren itu sendiri, pada kenyataannya dalam pesantren tak banyak berubah dlam susunan dalam pondok yaitu adanya seorang pengasuh atau yang dikenal kiayi dan seorang murid yang biasa di bilang santri
Sangat unik dalam kehidupan pesantren , sebuah keterbangunan akan kesamaan prinsip dan atutran yang baku pada setiap santri agar menjadi pentaatan pada pondok pesantren, dengan demikian pasantren tak hanya menyediakan sebuah seperangkat pendidikan namun juga seperangkat aturan yang mengikat pada seorang santrinya, sehingga dicapailah sebuah kesepahaman antara para pengasuh pondok dan dan kaula santri yang di bimbingnya
Dalam studi kasus seperti ini maka yang terlintas bagaimana membangun sebuah kesepahaman antara pemahaman pak kiayi yang dituangkan lewat aturan pesantren terhadap para santrinya ataukah adanya hal yang menjadikan pemahaman ini mudah masuk pada seorang santri
Pondok pesantren AL-WASHILAH yang terletak di jakarta barat dengan nama pendiri Dr.KH.Ahmad Dasuki Adnan.SH.MA pondok pesantren ini masih terbilang muda yaitu berdiri tahun 1988 , pesantren ini dipilih sebagai objek penelitian di karenakan pondok pesantren ini merupakan satu satunya pondok pesantren yang terletak di daerah pemukiman sehingga sangat penting bagaimana membangun sebuah interaksi terhadap masyarakat sekitarnya dan bagaimana pula membangun sebuah pendidikan yang nyaman dalam lingkup masyrakat yang beragam dan tentunya tidak selalu menekankan sikap agamamis.
b) Pertanyaan pokok
1) Bagaimanakah keterikatan kiayi terhadap para santri dalam memberikan sebuah aturan dan metode pengajaran dalam pesantren?
c) Metode penelitian
Metode penelitiaan : kualitatif ,metode ini digunakan dalam rangka mengetahui sejauh mana hubungan yang dibangun dalam penggemlengan santri dalam kehidupan kepesantren, dan menelisik adanya hal yang bersifat sangat dalam , sehingga perlu di verivikasi lebih lanjut tentang hal tersebut.
Waktu : 22 november 2012 , jam 09:00-15:30
Tempat : pondok pesantren AL-WASHILAH
JL. Kp. Baru no.20 .RT.004/010
KEL. Kembangan utara , jakarta barat
d) Gambaran tokoh
nara sumber Drs.H. Muhamad Sahidi Rahman.MA beliau merupakan ketua dalam jajaran pengurus pesantren AL-WASHILAH disisi lain beliau juga dikatakan merupakan keluarga dari pengasuh yang sudah tau bagaimana perkembagan dalam pesantren AL-WASHILAH dan bagaimana peran pondok pesantren dalam menjalankan pendidikan., disisi lain pula beliau juga seorang dosen di salah satu universitas
Analisis
Dalam sebuah pesantren identitas moral bukan lagi sebagai mata pelajaran wajib dalam pesantren itu sendiri melainkan penanaman pertama dalam kaula insan santri nya sehingga apa bila etika dan moral atau yang lebih di kenal ahlak gagal dalam penerapan kehidupan sehari hari santri maka perlu pembinaan lagi, dan hal ini pulalah yang sampai saat ini tak bisa di tolak bahwa sistim dalam pesantren berbeda.
Disinilah bagaimana seorang kiayi sangat berperan dalam dalam pembentukan karakter pada seorang santri yang di dahului dengan pengenalan beretika, bukan saja dalam agama saja etika itu di jalankan tetapi terhadap siapapun mereka harus beretika, dengan terbentuknya karakter yang berahlakul karimah barulah penggemblengan keilmuan akan berangsur angsur oleh seorang kiayi.
Hal ini lah yang juga mengidentifikasikan bahwa rasa hormat yang tinggi pada seorang kiayi dalam pesantren adalah mutlak dijalankan oleh semua santri yang ada dalam lingkup pesantren hal semacam ini banyak di jumpai di lingkup pesantren salafiyah sedangkan dalam pondok pesantren yang modern sikap seperti ini tak terlalu di tingikan hanya sebatas rasa hormat kepada seorang guru saja, pesantren salaf yang pada umumnya membangun kepercayaan pada seorang kiayi, dengan kata lain jika seorang santri hormat pada kiayi nya maka di yakini apa-apa saja ilmu yang diberikan oleh kiayi akan bermampaat maka tidak segan- segan seorang santri melakukan rasa hormat dengan menundukkan kepalanya sebagai rasa hormat pada kiayi
Dalam pendidikan pesantren di temukan bahwa saling hormat inilah yang membangun segala bentuk pemahaman yang berbeda dan menjadikannya jadi kesepahaman yang bertumpu pada seluruh kebijakan kiayi, dalam hal ini ternyata dalam pendidikan semacam ini banyak pesantren menggunakan kitab ta'lim muta'allim sebagai acuan bagaimana beretika dalam mencari ilmu walaupun dalam beberapa waktu yang lalu kitab ini banyak mendapatkan kritikan salah satunya Nur Kholis Madjid dia mengatakan bahwa kitab ta'lim muta'allim sudah tak relevan dalam penggunannya dalam sistem modern karena dianggap terlalu mendewakan seorang guru (kiayi) , namun fakta yang lain masih banyak yang menggunakan kitab ini sebagai rujukan beretika bagi pencari ilmu sampai saat ini
Seorang kiayi tak hanya berperan penting dalam pembinaan keilmuannya seorang santri tapi berperan penting dalam meletakkan sebuah aturan , kiayi sebagai pemilik pondok dan santri sebagai orang yang berteduh dibawah pondok maka sebuah peraturan dalam pondok juga ditekankan agar santri tak selalu melakukan yang sesuai kehendak hatinya dengan demikian santri diharapkan dapat menjaga akhlakul karimahnnya, walaupun dalam memberikan dan menetapkan sebuah aturan juga bertentangan akan kebebasan dalam berexpresi tapi pada dasarnya ke taatan santri pada peraturan kiayi menjadikan mereka patuh tampa sarat terhadap peraturan tersebut
Sampai saat ini pasang surut kepesantrenan di indonesia mulai terpinggirkan pendidikan tertua di indonesia tak lagi dipandang sebagai khaszanah keilmuan namun lebih di pandang sebagai sebuah warisan sejarah kelam terhadap dunia pendidikan negeri ini sehingga mau tidak mau sangat disayangkan sebuah pesantren yang berhaluan salafiayah berubah menjadi moderen, sehingga cara pandang pada terhadap rasa penghormatan pada seoramng kiayi hanyalah sebatas hormat saja tak lebih, sedangkan pesantren salaf pada masa yang lalu hingga sekarang yang masih tersisa masih menggunakan sistem abdi pada pak kiayi hal semacam ini banyak di jumpai di pesantren jawa timur misalnya tebu ireng dan lirboyo
Pondok AL-WASHILAH dalam hal ini ,sebuah nilai ada atau tidak adanya sebuah pesantren didepan bukan dilihat dari besar atau tidaknya pesantren tapi jika dalam etika dan moral hilang maka di pungkiri nilai rasa hormat pada seorang guru juga terpinggirkan
Maka dengan demikian kiayi dan santri bukan hanya sekedar kedudukan dia sebagai murid dan sebagai guru tapi lebih pada sebuah pengamalan akan nilai hormat dan menghormati dengan misi utama dalam pesantren menanamkan nilai erat antara manusia hablun minannas yang pada akhirnya akan sampai pada apa yang dinamakan hablun minallah
Dengan indikasi seperti ini maka dapat dikatakan sebuah barokah dalam pandangan santri itu berada pada seorang kiayi sebagai wakil orang tua, sihingga bila tak ada ridho dari kiayi maka di kawatirkan ilmu tak bermanfaat dan hal ini bukan berangkat dari keterpaksaan melainkan hal ini bermula dari pengaruh akan nilai nilai yang di tumbuhkan dalam suasana kepesantrenan yang dituntut semandiri mungkin pada santrinya . dan hal ini ternyata berhasil pada pengaruh santri sehgingga banyak kita jumpai tokoh yang lahir dari lingkungan yang berpegang erat dengan kebiasaan salafiyah seperti diatas diantaranya mantan presiden RI Absur rahman Wahid , Nur Kholis Madjid dan kalangan santri yang lain tersebar dari berbagai profesi
Dan selajutnya bagaimana sebuah pesantren dapat menjaga tradisi semacam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar