Minggu, 15 September 2013

NITA LISTIANAH KPI/1C_Tugas 2_Teori Emile Durkheim


TEORI DURKHEIM

A.   Latar Belakang

Emile Durkheim lahir di Epinal provinsi alorraine, perancis timur pada tanggal 15 April 1858. Dia termasuk dalam tokoh Sosiologi yang memperbaiki metode berpikir Sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis tetapi Sosiologi akan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila mengangkat gejala social sebagai fakta-fakta yang dapat diobservasi.

Dia dilahirkan dalam keluarga agamis, namun pada usia belasan tahun minat terhadap agama lebih akademis daripada teologis. Pada usia 21 tahun Durkheim diterimadi Ecole Normale Superieure setelah sebelumnya gagal dalam ujian masuk. Di Universitas tersebut dia merupakan mahasiswa yang serius dan kritis, kemudian pemikiran Durkheim dipengaruhi oleh dua orang professor di Universitasnya itu (Fustel De Coulanges dan Emile Boutroux).
Setelah menamatkan pendidikan di Ecole Normale Superieure,Durkheim mengajar filsafat di salah satu sekolah mengengah atas (Lycees Louis-Le-Grand) di Paris pada tahun1882 sampai 1887. Kemudia  masih pada tanggal 1887,disaping prestasinya sebagai pengajar dan pembuat artikel dia juga berhasil mencetuskan Sosiologi sebagai disiplin ilmu yang sah dibidang akademik karena prestasinya itu dia curigai dan dianggkat sabagai ahli ilmu social di fakultas pendidikan dan fakultas ilmu social di Universitas Bour deaux
Tahun 1893 durkheim menerbitakan tensis doctoralnya dalam bahasa perancis yaitu Division of Labour in Society dan tesisnya dalam bahasa Latin tentang Montesqouieu, kemudian tahun 1895 menerbitkan buku keduanya yaitu the rules of sociological method. Tahun 1896 diangkat menjadi professor penuh untuk pertama kalinya di perancix dalam bidang ilmu social. Tahun 1897 menerbitkan buku ketiganya yang berjudul suicide ( Le-SSuicide) dan mendidrikan  L'Anee Sociologique (jurnal ilmiah tentang Sosiologi). Tahun 1899 Durkheim ditarik ke Sorbonne dan tahun 1906 dipromosikan sebagai professor penuh dalam ilmu pendidikan. Enam tahun kemudian (1912) menerbitkan karya keempat yaitu the elementary foems of religious life. Satu tahun setelahnya (1913) kedudukan diubah menjadi professor ilmu pendidikan dan ilmu sosiologi. Pada tahun ini sosiologi resmi didirikan dalam lembaga pendidikan yang sangat terhormat di prancis.
Tahun 1915 durkheim mendapat musibah, putranya (Andre) cedera parah dan meninggal. Pada 15 november 1917 (pada usia 59 tahun) Durkheim meninggal sesudah menerima penghormatan dari orang-orang semasanya untuk karirnya yang produktif dan bermakna sera setelah dia mendirikan dasar sosiologi ilmiah.

B.   Teori-teori Emile Durkheim

Fakta Sosial (The Rule Of Sociological Method) Emile Durkheim
Menurut Durkeim fakta sosial/gejala sosial adalah benda artinya gejala sosial adalah riil secara obyektif, dengan satu eksistensi yang terlepas dari gejala biologis atau psikologis individu. Fakta sosial juga dapat diartikan sebagai norma, nilai, kebiasaaan, sesuatu yang sudah terjadi dan masyarakat bisa dikatakan fakta sosial. Durkheim mencetuskan teori fakta sosial itu sendiri karena adanya kemerosotan moral di Perancis.
  1. Kenyataan Fakta Sosial
Asumsi yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim terhadap sosiologi adalah bahwa gejala social itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta  perilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologis, biologis atau karakteristik individu lainnya. Banyak yang tertarik dalam mengembangkan suatu penjelasan naturalistik atau ilmiah tentang perilaku manusia dan juga mengenai institusi sosial, mendasarkan analisanya pada karakteristik individu.
  1. Fakta Sosial Lawan Fakta Individu
Menurut Durkheim fakta sosial itu tidak dapat direduksikan ke fakta individu melainkan memiliki eksistensi yang independen pada tingkat sosial. Durkheim hidup di bawah pengaruh positivisme, ilmu dilihat sebagai suatu yang berhubungan dengan gejala yang riil (faktual). Tanpa obyek riil sebagai pokok permasalahannya, suatu ilmu tentang masyarakat tidaklah mungkin ada. Dalam karir awal Durkheim ( The Rules of Sociological Method) dijelaskan bahwa gejala sosial itu adalah benda. Artinya, gejala social adalah riil secara obyektif dengan satu eksistensi yang terlepas dari gejala biologis atau psikologis individu.
  1. Karakteristik Fakta Sosial
  1. bersifat eksternal terhadap individu: Meskipun banyak dari fakta sosial ini akhirnya diendapkan oleh individu melalui proses sosialisasi, individu itu sejak awalnya mengkonfrontasikan fakta sosial itu sebagai satu kenyataan eksternal,
  2. memaksa individu: individu memang dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya. Namun, bukan berarti bahwa individu itu harus mengalami paksaan fakta sosial dengan cara yang negatif atau membatasi seperti memaksa seseorang untuk berperilaku yang bertentangan dengan kemauannya. Kalau proses sosialisasi itu berhasil, individu sudah mengendapkan fakta sosial yang cocok sedemikian menyeluruhnya sehingga perintah-perintahnya akan kelihatan sebagai hal yang biasa, sama sekali tidak bertentangan dengan kemauan individu. Seorang individu akan selalu mendapatkan tekanan dari segala arah ketika berada dalam fakta sosial. Karena didalam keluarga pun seseorang mendapat tekanan seperti tidak boleh mencuri, mencontek. Jadi bisa dikatakan bahwa daya paksa yaitu aturan.
  3. bersifat umum atau menyebar luas dalam suatu masyarakat: fakta social ini merupakan milik bersama, bukan sifat individu perorangan.
1.      Teori Solodaritas (The Division of Labour in Society)
Dalam buku ini menerangkan bahwa masyarakat modern idak diikat  oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Solidaritas menunjukan pada suatu keadaan hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama
a.       Solidaritas Mekanis
Solidaritas Mekanik dibentuk oleh hukum represif karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain, dan arena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap sistem nilai, bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Pelanggar akan dihukum atas pelanggaranya terhadap sistem moral kolektif. Meskipun pelanggaran terhadap sistem moral hanya pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang berat.
b.      Solidaritas Organik
Masyarakat solidaritas Organik di bentuk oleh hukum restitutif. Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau skema tertentu dari masyarakat bukanya terhadap sistem moral itu sendiri. Dalam hal ini, kurangnya moral kebanyakan orang tidak melakukan reaksi secara emosional terhadap pelanggaran hukum. Durkheim berpendapat masyarakat modern  bentuk solidaritas moralnya mengalami perubahan bukanya hilang.
Dalam masyarakat ini, perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan pembagian kerja menimbulkan kesadaran-kesadaran individual yang lebih mandiri, akan tetapi sekaligus menjadi semakin tergantung satu sama lain, karena masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian pekerjaan sosial
2.      Teori Bunuh Diri (Suicide)
Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri adalah untuk menunjukan kekuatan disiplin sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri dibeberapa Negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkannya menunjukan kesimpulan bahwa gejala-gejala, psikologis sebenarmya tidak berpengaruh terhadap kecendrungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap struktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat.
Durkheim memusatkan perhatiannya pada tiga macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat.
a.       Bunuh Diri dalam kesatuan Agama
Dari data yang dikumpulkan Durkheim menunjukkan bahwa angka bunuh diri lebih besar di Negara–negara protestan dibandingkan dengan penganut agama katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak didalam perbedaan kebiasaan yang diberikan oleh masing-masing agama tersebut kepada para penganutnya
b.      Bunuh Diri dalam kesatuan Keluarga
Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, mengikat orang pada kegiatan-kegiatan sosial diantara anggota-anggota kesatuan tersebut.
c.       Bunuh Diri dalam kesatuan Politik
Dari data yang dikumpulkan, Durkheim menyimpulkan bahwa didalam situasi perang golongan militer lebih teritegrasi dengan baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan masyarakat sipil. Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka bunuh diri ternyata lebih kecil pada masa revolusi atau pergolakan politik, dibandingkan dengan masa yang tidak terjadi pergolakan politik
Durkheim mebagi tipe bunuh diri ke dalam empat macam.
a.       Bunuh Diri Egoistis
Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok di mana individu tidak berinteraksi dengan baik didalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat, dan masyarakat bukan pula dari bagian individu. Lemahnya integrasi sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut melahirkan perbedaan angka bunuh diri. Misalnya pada masyarakat yang disintegrasi akan melahirkan arus depresi dan kekecewaan. Kekecewaan yang melahirkan situasi politik didominasi oleh perasaan kesia-siaan, moralitas dilihat sebagai pilihan individu, dan pandangan hidup masyarakat luas menekan ketidakbermaknaan hidup, begitu sebaliknya Durkheim menyatakan bahwa ada faktor paksaan sosial dalam diri individu melakuakan bunuh diri, di mana individu menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial.
b.      Bunuh Diri Altruistis
Terjadi ketika integrasi sosial yang sangat kuat, secara harfiah dapat dikatakan individu terpaksa malakukan bunuh diri. Salah satu contohnya adalah bunuh diri massal dari pengikut pendeta Jim Jones di Junedtown, Guyana pada tahun 1978. Contoh lain bunuh diri di Jepang (Harakiri)
Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin banyak harapan yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan adanya sesuatu yang indah setelah hidup di dunia. Ketika integrasi berkurang seorang akan melakukan bunuh diri karena tidak ada lagi kebaikan yang dapat dipakai untuk meneruskan kehidupannya, begitu sebaliknya.
c.       Bunuh Diri Anomik
Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan tersebut mungkin akan membuatindividu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Bunuh diri ini terjadi ketika menepatkan orang dalam situasi norma lama tidak berlaku lagi, sementara norma baru belum dikembangkan (tidak ada pegangan hidup). Contoh: bunuh diri dalam situasi depresi ekonomi seperti pabrik yang ditutup sehingga para tenaga kerjanya kehilangan pekerjaan, dan mereka lepas dari pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan. Contoh lainya seberti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan yang tiba-tiba individu menjauh dari struktur tradisional tempat mereka sebelumnya melekatkan diri.
d.      Bunuh Diri Fatalistis
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri ini seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.
3.      Teori Tentang Agama (The Elemtary Forms of Religious Life)
Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim  berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang dianggap sakral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi
Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama meupakan perwujudan dari colletive consciousness sekalipun selalu ada perwujudan-perwujudan lainya. Tuhan dianggap sebagai sombol dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciousness kemudian menjelma ke dlam collective representation. Tuhan itu hanyalah idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggapnya sebagai mahluk yang paling sempurna (Tuhan adalah personifikasi masyarakat). Kesimpulanya, agama merupakan lambing collective representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang terlibat dalam upacara keagaaan maka kesadaran mereka tentang collective consciousness semakin bertambah kuat. Sesudah upacara keagamaan suasana keagamaan dibawa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian lambat lain collective consciousness tersebut semakin lemah kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini