Teori Kelas
Teori Kelas adalah motor dari segala perubahan dan kemajuan, kelasnya lebih merupakan pokok-pokok interpretasi sejarah ekonomi menurut Marx. Teori-teori Marx dan Engeles tentang perjuangan kelas disebut teori-teori sosiologis yang paling esensial,bahwa sejarah kehidupan manusia hanyalah merupakan pertentangan antar kelas atau pertentangan antar golongan, yaitu golongan atau kelas yang terdiri dari orang-orang bebas merdeka dengan budak-budak, juga pertentangan antara kelas penindas dengan yang ditindas. Menurut Marx, usaha-usaha pemenuhan untuk mendapatkan sarana-sarana produksi tidak selalu menjadi penyebab pertikaian antar kelas karena sebenarnya tiap golongan masyarakat mempunyai karakteristik yang dapat menimbulkan konflik antar golongan atau kelas.Adatiga masyarakat yang dibedakan berdasarkan peranannya dalam sistem produksi dengan faktor produksi yang dikuasai yaitu kelas pemilik tanah (land owner) yang sumber pendapatannya dari pemasukan upah, laba, dan semua tanah, pemilik modal (alat-alat produksi dan sumber-sumber daya alam), dan pekerja.
Marx sangat terkenal dengan dialektika materialistik dan dialektika historisnya. Kekuatan yang mendorong manusia dalam sejarah yaitu cara mansuia berinteraksi dengan manusia lain dalam perjuangan yang abadi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Pandangan Marx tentang manusia yaitu bahwa manusia sesungguhnya merupakan makhluk (binatang) yang tidak akan pernah merasa puas. Keinginan manusia untuk memenuhi sandang, pangan, dan papan yang pada awalnya menjadi paling utama, tidak akan pernah berhenti pada saat kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut telah tercapai, tetapi justru akan menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru.
Teori kelas Marx didasarkan pada pemikiran bahwa, sejarah dari segala masyarakat dahulu sampai sekarang adalah sejarah pertikaian antara golongan, mulai dari bentuk masyrakat yang primitif sampai pada periode-periode sejarah manusia selanjutnya. Salah satu contoh dalam dunia Kapitalisme, intinya yaitu pertentangan antara golongan yaitu mereka yang mengeksploitir dan mereka yang dieksploitir, antara pembeli dan penjual, antara buruh dan majikan dan bukan merupakan suatu tempat terjadinya kerjasama yang fungsional, sehingga kepentingan golongan dan konfrontasi fisik yang dihasilkannya menjadi faktor utama dari proses sosial dalam sejarah.
TEORI MODAL PRODUKSI
Konsep pokok dalam analisis Marx adalah “alienasi” atau “keterasingan”, yang timbul dalam masyarakat kapitalis karena eksploitasi terhadap kaum proletariat (buruh) oleh kaum borjuis. Padahal semua nilai ekonomi berasal dari kaum proletar, tetapi mereka tidak mendapatkan lebih dari upah subsisten, yaitu upah yang hanya cukup untuk melanjutkan hidup dan melahirkan keturunan. Saldo (nilai surplus) tetap digenggam oleh kaum borjuis, karena itu mereka menjadi kuat dan memojokkan kaum proltar dalam suatu kondisi perbudakan abadi. Proses ini akan “memerosotkan martabat” dan “memberlakukan dehumanisasi” pada kaum proletar, sehingga menurunkan mereka menjadi potongan manusia (alienasi). Mereka akhirnya tidak mampu mengembangkan potensi kemanusiaannya secara penuh. Eksploitasi ini menyebabkan pembagian masyarakat menjadi dua kelas antagonis dan meniupkan api peperangan kelas yang membentuk inti proses sejarah umat manusia. Umat manusia tidak bebas, mereka adalah bidak-bidak diatas papan catur sejarah. Nasib mereka ditentukan oleh konflik kepentingan ekonomi yang tidak dapat dihindari dalam berbagai kelas masyarakat manusia (determinisme ekonomi).
Menurut argumen ini, kunci sejarah tidak terletak pada gagasan-gagasan manusia, tetapi pada kondisi ekonomi kehidupan mereka. Agama dan negara dalam suatu masyarakat borjuis adalah bagian integral dari konflik ini dan dipakai oleh kaum borjuis untuk menindas kaum proletar. Karena itu, mereka amat berperan dalam proses alienasi manusia. Alienasi akan menghilang, bila terdapat suatu masyarakat yang tak berkelas, dan negara akan punah setelah melewati berbagai tingkatan proses sejarah. Karena itu, kewajiban yang pasti adalah menghapuskan semua keadaan dimana umat manusia dilecehkan, diperbudak, dan ditinggalkan sebagai makhluk terhina.
Satu-satunya cara untuk mengakhiri alienasi adalah menghapuskan kepemilikan barang, yang merupakan sebab utama. Hal ini akan menghapuskan hak-hak istimewa kaum borjuis dan juga akan memotong kekuasaan eksploitatif dan politik mereka. Cara yang paling efektif untuk mengakhiri ini adalah dengan melancarkan suatu revolusi yang digerakkan oleh kaum proletar untuk meruntuhkan secara paksa sistem kapitalis.
Marx menolak pendekatan kaum utopia sosial (yaitu eksperimen-eksperimen humanitarian berskala kecil dalam masyarakat) sebagai pembunuh perjuangan kelas. Usaha dari pihak pemerintah untuk memodifikasi pola-pola distribusi tidak akan berhasil membawa sosialisme. Untuk menciptakan suatu masyarakat yang benar-benar harmonis, yang mencerminkan gagasan “dari tiap-tiap orang diambil menurut kemampuannya dan kepada tiap orang diberikan menurut kebutuhannya”, maka sistem kapitalis harus mengalami suatu transformasi revolusioner. Setelah masyarakat berhasil melikuidasi kaum borjuis dan mengkolektifikasi sarana-sarana produksi yang dimiliki swasta, maka saat itu telah berhasil mewujudkan suatu masyarakat rasional progresif (yang bercirikan) tanpa upah, tanpa uang, tak ada kelas-kelas, dan akhirnya tak ada negara, yaitu “suatu asosiasi bebas para produsen dibawah kontol purposif dan kesadaran mereka sendiri”. Kejatuhan kaum borjuis dan kemenangan kaum proletar sama-sama tidak dapat dielakkan.
TEORI KRITIS
Menurut Marx, hal ini terjadi karena Marx menjadikan filsafat sebagai sesuatu yang praktis; yakni menjadikannya sebagai cara berpikir (kerangka pikir) masyarakat dalam mewujudkan idealitasnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang ’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma kehidupan.
Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan yang secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis penelitian sosial empiris tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam konteks kekinian.
Implikasi Marx
Asumsi dasar pemikiran Karl Marx adalah bahwa kepentingan manusia adalah untuk mempertahankan materi. Pandangan Marx yang agak ekstrem determinase sosial atas tingkah laku individu, bahwa manusia pada hakekatnya mengejar kepentingannya sendiri. Marx percaya bahwa manusia memiliki potensi untuk menjadi egois atau tidak egois bergantung dari sifat hubungan-hubungan tempat ia lahir atau dimana ia berada.
Menurut Marx kehidupan individu dan masyarakat kita didasarkan pada asas ekonomi. Antara lain berarti bahwa institusi-instritusi politik, pendidikan, agama, ilmu pengetahuan, seni, keluarga, dan sebagainya, bergantung pada tersedianya sumber-sumber ekonomi. Hal ini berarti juga bahwa institusi-institusi ini tidak dapat berkembang dengan tuntutan-tuntutan sistem ekonomi. Pendirian dan pemeliharaan perpustakaan dan museum sebagai tempat menyimpan ciptaan-ciptaan budaya, berhasilnya suatu tim atletik, terwujudnya suatu kebijakan politik, kesenangan keluarga dalam suatu perjalanan liburan, suatu penelitian seorang ilmuwan, semua ini dan kegiatan lain yang tidak terbilang jumlahnya tidak dapat dilaksanakan tanpa sumber materiil yang diperoleh lewat kegiatan ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori sosiologi Karl Marx berorientasi pada materi. Karl marx tidak mengakui adanya kebebasan individu, tetapi kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite yang menngatas namakan rakyat banyak. Paham ini kurang cocok apabila dimplikasikan pada pendidikan di Indonesia karena paham yang dianut Karl Marx berbeda dengan paham yang dianut Indonesia yaitu pancasila.
Karl Marx | Pancasila |
1. Manusia makhluk sosial
2. Manusia makhluk jasmani belaka
3. Hak-hak azasi diabaikan, kewajiban azasi ditekankan 4. Kebebasan dikekang | 1. Manusia makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial 2. Manusia makhluk jasmani sekaligus makhluk rohani 3. Hak-hak azasi dijunjung tinggi terpadu dengan kewajiban azasi 4. Kebebasan yang bertanggung jawab. |
Tabel di atas menunjukkan perbedaan paham Karl Marx dan paham yang dianut Indonesia sejak pasca kemerdekaan yaitu Pancasila. Oleh karena itu, pandangan Karl Marx tidak sesuai apabila diterapkan di Indonesia, karena Indonesia menganut filosofi manusia yang memandang manusia secara utuh.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan un tuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teori sosiologi Karl Marx sangat tidak cocok diterapkan di Indonesia, khususnya dibidang pendidikan. Sebab, tujuan pendidikan di Indonesia bukan untuk memperoleh material belaka tetapi untuk membentuk manusia seutuhnya yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar