Minggu, 23 Maret 2014

Nur Yaumil F_Tugas 3_Teori Karl Marx

Nama                   : Nur Yaumil Fithroh

NIM           : 1113054100015

Jurusan      : Kessos 2 A

TEORI KARL MARX

 

1.     Modal Produksi

Meskipun model karl marx memberi asumsi mengenai adanya pasar persaingan sempurna dengan jumlah yang besar untuk perusahan-perusahan kecil dalam tiap –tiap industry, namun karena ketatnya persaingan maka akan mengarah pada jatuhnya industry-industri kecil sehingga akan mengurangi persaingan.

Untuk mengurangi adanya persaingan salah satunya dengan peusatan modal. Pemusatan modal ini terjadi melalui sebuah redistribusi pada modal. Karl Marx menujukan bahwa perusahaan yang besar lebih bias mencapai skala ekonomi yang lebih baik ketimbang perusahaan yang kecil, hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar itu dapat memproduksi dengan biaya yang rendah. Persaingan diantara perusahaan yang besar dan yang kecil menghasilkan pertumbuhan monopoli. Penambahan modal secara lebih jauh dengan mengembangkan sistem kredit dan kerja sama dalam bentuk organisasi bisnis.

Hasil dari teori historis Karl Marx pada masyarakat antara lain :

a.  masyarakat feudalisme, dimana faktor-faktor produksi berupa tanah pertanian dikuasai oleh tuan-tuan tanah.

b.  Pada masa kapitalisme hubunganantara kekuatan dan relasi prodksi akan berlangsung, namunkarena terjadi peningkatan output dan kegiatanekonomi, sebagaimana feudalisme juga mengandung benih kehancurannya, maka kapitalismepun akan hancur dan digantikan dengan masyarakat sosialise.

c.  Masa sosialisme dimana relasi produksi mengikuti kapitalisme masih mengandung sisa-sisa kapitlisme.

d. Pada masa komunisme, manusia tidak didorong untuk bekerja dengan intensif uang atau materi.

2.     Pertarungan Kelas

Kelas merupakan sebuah konsep yang menentukan kedudukan sosial manusia dari segi kepemilikan benda atau harta yang tidak dapat dipisahkan dari konsep ekonomi. Kecenderungan Marx untuk menganalisis ide-ide tentang teori kelas ditonjolkan dalam bagian akhir karyanya yaitu Das Capital. Secara umum, konsep kelas sosial yang diutarakan oleh Marx telah diterjemahkan dalam versi sistem ekonomi kapitalisme. Dalam karyanya tersebut, Marx telah membagi tiga kelas utama dalam struktur masyarakat kapitalis, yaitu kelas buruh upahan (Wage Labourers), kelas kapitalis, dan kelas pemilik tanah (Landowner). Walau bagaimanapun, perkembangan struktur industri kapitalisme hanya memperkenalkan dua jenis kelas saja, yaitu borjuis dan proletar. Semua kelas buruh upahan akan diklasifikasikan sebagai kelas proletar. Sedangkan kelas kapitalis dan pemilik tanah dimasukkan dalam kelas borjuis. Namun kedua kelas yang diklasifikasikan dalam kelas borjuis tersebut bersaing ketat dalam memperoleh dan merebut keuntungan atau kekayaan. Dan mereka yang ‘kalah’ akan diletakkan di posisi kelas proletar. 

Kelas proletar dan borjuis memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Kelas borjuis memiliki dan menguasai alat-alat produksi serta menguasai seluruh rangkaian sistem produksi, sedangkan kelas proletar dijadikan sebagai tenaga kerja yang bekerja untuk kelas borjuis dalam rangkaian proses produksi. Kelas proletar seringkali dianggap sebagai kelasnya orang-orang yang hanya memiliki tenaga kerja. Mereka tak memiliki apapun selain tenaga yang mereka gunakan untuk bekerja. Sebagai imbalannya, mereka menerima gaji dari kaum borjuis dengan jumlah yang sangat rendah. Ini tentu saja tidak adil bagi mereka. Jurang perbedaan antara kedua kelas inilah yang menyulut perjuangan dan penentangan antara kelas-kelas sosial. Marx menyebutkan bahwa sejarah manusia adalah sejarah pertentangan antara kelas yang menindas dan kelas yang tertindas. Ia mengatakan bahwa pertentangan tersebut kadang kala dapat dilihat secara tersembunyi, tetapi terkadang juga dapat berlaku dan dilihat secara terbuka.

Marx diasah oleh analisisnya yang semakin matang terhadap sistem kapitalisme dini di awal Revolusi Industri di Inggris. Marx menaruh perhatian yang mendalam terhadap fenomena dehumanisasi kaum pekerja, termasuk buruh perempuan dan anak-anak. Kelas buruh yang diperas tenaganya dengan imbalan upah yang jauh di bawah nilai jual komoditi yang dihasilkannya, sementara nilai lebih (surplus value) komoditi-komoditi yang dihasilkan oleh kaum buruh memperkuat sistem produksi kapitalis dan menguntungkan kaum borjuis.

Setelah menyadari bahwa sistem ekonomi merupakan pondasi, yang di atasnya superstruktur politik didirikan, Marx mencurahkan perhatiannya untuk mempelajari sistem ekonomi ini. Das Capital, karya Marx yang paling monumental telah menbuktikan bahwa Marx adalah orang yang konsisten dalam studi mengenai sistem ekonomi modern, yakni kapitalisme, ekonomi politik klasik, sebelum Marx, yang berkembang di Inggris, negeri yang paling maju saat itu. Adam Smith dan David Richardo, dengan studi mendalamnya tentang sistem ekonomi, meletakkan dasar-dasar dari teori nilai kerja. Mereka menganggap bahwa nilai suatu komiditi ditentukan oleh kuantitas waktu kerja yang digunakan untuk memproduksi komoditi itu. Eksploitasi terhadap kaum proletar sangat menarik perhatian Marx di mana buruh diharuskan bekerja dalam rentang waktu yang sangat lama dengan upah yang tidak sebanding dengan hasil kerjanya. Jika para ahli ekonomi borjuis melihat hubungan pertukaran antarkomiditi, Marx justru memperhatikan hubungan antar-manusia. Modal (kapital) memperlihatkan sebuah fenomena hubungan yang menarik bagi Marx : tenaga kerja manusia menjadi sebuah komoditi. Para pekerja upahan menjual tenaganya kepada para pemilik tanah, pabrik, dan alat-alat kerja. Seorang pekerja menggunakan sebagain besar waktunya untuk bekerja demi menutupi biaya hidupnya dan keluarganya dengan upah yang sangat minim. Sedangkan sebagian waktunya yang lain digunakan untuk bekerja tanpa mendapat upah, semata-mata hanya mendatangkan nilai lebih untuk para pemilik modal. Nilai lebih (surplus value) merupakan sumber keuntungan dan sumber kemakmuran bagi kelas pemilik modal (kapitalis).

3.     Teori Kritis

Dasar-dasar filosofis bagi teori sosial dan ekonomi Marx berkisar pada duda gagasan inti: pandangan terkotekstual tentang sifat manusia,dan konsepsi materialis secara dialektik dan historis tentang sejarah. Menurut pemikiran klasik,para pemikir liberal mengambil titik awal pengertian bahwa manusia harus difahami sebagai individu rasional otonom yang harus diizinkan untuk melakukan penilaian bebas mereka atas kendala-kendala yang  tidak perlu agar memungkinkan mereka mengikuti dan menempuh kepentingan terbaik untuk diri mereka. Marx justru mengambil pengecualian dari ide liberal tetang sifat manusia itu. Bagi Marx, individu harus di fahami bukan sebagai “individual abstrak”, tetapi sebagai “makhluk sosial” yang secara mendasar terikat dengan lingkungan alam dan kehidupan sosial mereka. Bagi Marx, manusia adala aktor yang dilahirkan secara sosial dan historis, dan yang eksis dalam beberapa set hubungan sosial antara satu sama lain, yang mengkondisikan tindakan dan keyakinan mereka meksi manusia juga mampu menggubah situasi sosial mereka (bukan sebagaimana yang mereka suka, tetapi saat kondisinya memang mamungkinkan). Marx membangun gagasan ini dengan menerima premis dasar pandangan dialektik Hegel tentang sejarah---pandangan bahwa sejarah di kembangkan dari proses negosiasi atas bentuk-bentuk kesadaran yang salign kontras. Namun demikian, berlawanan dengan Hegel, kekuatan pendorong sejarah menurut Marx adalah material, bukannya “ideasional”. Bagi Marx, manusia eksis dalam bentuk historis tertentu dari realitas material. Menurut Marx, konteks material sosial merekalah yang mengkondisikan “kesadaran” mereka. Hal ini bukan berarti baahwa kekuatan-kekuatan material “kasar” dalam sejarah “menentukan” tindakan kita (bukan dalam sikap; “kektika A, maka B”) tetapi bahwa hubungan sosial mereka selalu tertanam secara material, dan bahwa mereka membatasi sekaligus mengkondisikan kemampuan dan pikiran kita untuk interaksi sosial dan tranformasi sosial. Menurut Marx, yang terpenting adalah jika kita menganalisis orang dalam hubungan dengan konteks material historis dan sosial mereka, maka kita dapat melihat peran berbagai kekuatan struktural dan penindasan struktural yang terkandung dalam sistem modern ekonomi kapitalis dan dalam pemerintahan “borjuis demokratis” yang melekat padanya.

Aspek-aspek kunci dari konteks material individu, bagi Marx, adalah “forces of” dan “relations of” produksi (force merujuk pada teknologi dan sumber daya produksi, dan  relations merujuk pada hubungan dengan para pelaku produksi). Kedua kunci ini bersama-sama membentuk mode produksi. Marx berpendapat bahwa, pergeseran telah terjadi dalam mode produksi yang mendasari kehidupan bermasyarakat dari sistem feodal ke mode produksi kapitalis. Ia lalu meprediksi akan ada pergeseran lebih lanjut menuju mode pruduksi komunis dan masyarakat komunis, yang timbul dari kontradiksi inheren dalam sistem kapitalis. Pendorong utama perubahan ini adalah antagonisme kelas yang ada dalam mode produksi kapitalis itu sendiri. Dalam sistem kapitalis, ini mewujudkan diri dalam eksploitasi para pekerja (kaum proletar) oleh kaum kapitalis. Saat para pekerja memperoleh upah hanya cukup untuk memfasilitasi keberadaan minimal mereka, kaum kapitalis berdasarkan posisi kekuasaan mereka dalam mode produksi menyerap nilai lebih  dari produksi-produksi para pekerja, yang mereka sebut sebagai “profit” atau keuntungan / laba.

Salah satu aspek kunci dari mode produksi kapitalis adalah bentuk-bentuk spesifik aliensi yang di kenakan terhadap kaum proletar. Dalam mode produksi kapitalis, pekerja menjadi terasing dari produk-produk yang mereka kerjakan, terasing dari proses pekerjaan, terasing dari “species-being” dan dari sesama pekerja. Alienasi atau keterasingan inididukung oleh sistem ideologi yang di sebarkan masyarakat kapitalis. Melalui hukum, melalui Negara, dan melalui sesuatu yang mirip demokrasi, kaum proletar di pasifkan untuk hidup di bawah kesadaran palsu yang melegitimasi keadaan penindasan mereka dan menyembunyikan eksploitasi ekonomi terhadap kaum proletar. Fase ini lalu diikuti oleh perkembangan kesadaran kelas di kalangan kaum pekerja. Mereka harus menyadari bahwa “kepentingan nyata” mereka bukanlah pada bersaing satu sama lain untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi dalam menantang sistem eksploitasi kapitalis. Di lengkapi dengan perwujudan atas ”deep running” dari sifat konflik kelas, para pekerja harus memahami bahwa setiap perubahan revolusioner akan memerlukan tantangan holistik terhadap kekuatan material / produktif dan ideasional / suprastruktural dalam masyarakat.

 

4.      Implikasi Marx pada Dunia Akademik dan Pergerakan

Karl Marx menjadi sesuatu yang dianggap tabu/awam oleh khalayak masyarakat pada umumnya, terlebih lagi Indonesia. Dan Marx sempat menjadi "hantu" bagi kita semua, termasuk di ranah akademik. Mengapa demikian? Sebab kebanyakan orang dalam dogma mereka telah berkecamuk stigma-stigma, bahwa " mereka harus berhati-hati, dikarenakan Marx selalu diidentikkan hanya pada komunisme, atheisme, dan gagasan-gagasan yang menakuti orang-orang.

   Terlebih di Indonesia sendiri, bahwa pada 1969 silam, nama Karl Marx tidak boleh disebut-sebut sesekali, sebab saat itu merupakan rezim kepemimpinan Presiden Soeharto yang sekaligus juga tokoh yang menumpas kebiadaban komunis PKI. Hal itu terjadi walaupun di sekitar  orang-orang akademik yang sadar, bahwa Marx adalah perintis teori-teori sosial modern.

   Nasib kehidupan Karl Marx hamper mirip dengan Charles Darwin di abad 19. Teori evolusi yang Darwin rumuskan, sempat mengalami penolakan keras. Tapi lama kelamaan, teorinya pun tak lagi banyak ditentang oleh pihak gereja karena setelah dipelajari, teorinya memiliki kemiripan dengan ajaran Kristen. Perubahan yang sama terjadi pada Marx dan hal ini menurutnya yang patut disyukuri karena menandakan bahwa kita sudah ada di masa, di mana kita mulai dapat membedakan Marx sebagai ideologi politis dengan sosoknya sebagai salah satu perintis ilmu sosial dari akhir abad ke-19.

   Terlepas dari hal itu, Karl Marx memiliki kontribusi besar atas perannya dalam perkembangan ilmu sosial. Gagasan Marx perlu dijadikan opsi/pilihan sebagai paradigma ilmu sosial dan perlu juga kita pelajari, karena merupakan sumber dari berbagai teori-teori kontemporer tentang masyarakat dan kebudayaan. Marx melihat keadaan dunia sebagai sesuatu yang disebabkan proses sejarah, sementara sejarah tidak hanya terjadi tapi juga berkembang. Adapun sistem yang kita tinggali saat ini, bukanlah sesuatu yang abadi ataupun ajeg, melainkan sebagai hasil pertentangan di arena sosial kemasyarakatan.

Sumbangsih lainnya Marx bagi ilmu sosial adalah cara pandangnya terhadap konflik. "Baginya, konflik merupakan sesuatu yang inheren karena pada dasarnya masyarakat memang terbagi, ini karena kepentingannya berbeda-beda. Hal ini bertentangan dengan cara pandang yang umum bahwa konflik merupakan penyimpangan.

    Melihat banyaknya peran pemikiran Karl Marx bagi ilmu sosial, kita berharap agar teori-teorinya jangan lagi dianggap di luar ranah akademik atau ilmiah. Selanjutnya meskipun banyak pemikiran Marx masih relevan dengan kondisi saat ini, saya juga mengingatkan bahwa kita perlu terus mengritik dan memperbaiki pemikiran Marx karena sebagaimana yang diajarkan tokoh itu, kondisi-kondisi di masyarakat senantiasa berubah setiap saat.

 

Daftar Pustaka

Ismail, Indriaty & Mohd Zuhaili Kamal Bashir. 2012. Karl Marx dan Konsep Perjuangan Kelas Sosial. International Journal of Islamic Thought, Vol.1, pp.28-33

Kristeva, Nur Sayyid Santoso. 2011. Negara Marxis dan Revolusi Proletariat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Marx, Karl. 1955. The Poverty of Philosophy. Brussels : Progress Publishers 

Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Syam, Firdaus. 2010. Pemikiran Politik Barat : Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya Terhadap Dunia ke-3. Jakarta : PT Bumi Aksara

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini