Kamis, 31 Desember 2015

KelompokObservasi_TugasAkhir_MNawawi(JNR1B)FaizahN(JNR1A),MBadruuddin(KPI1B)

LAPORAN HASIL OBSERVASI
"BURUH TEMPORER DI PERKOTAAN"
Dibuatuntukmemenuhitugasakhir semester 1
Mata Kuliah :Sosiologi
Dosen :TantanHermansah, M.Si.
Disusunoleh:
1.FaizahNurhidayah  (11150510000089) Jurnalistik 1A
2. Muhammad Nawawi (11150510000217) Jurnalistik 1B
3.  MuhamadBadruddin (11150510000056) KPI 1B




Daftar Isi
I.Pendahuluan
1.Latar Belakang Penelitian................................................................... 2
2.Landasan Teori.................................................................................... 3
3.Metode Penelitian............................................................................... 4
II.Gambaran Lokasi.................................................................................. 5
III.Analisis Kasus
1.Pemaparan Kasus................................................................................ 7
2.Resolusi............................................................................................. 16
IV.Kesimpulan.......................................................................................... 17
V.Daftar Pustaka...................................................................................... 17
Lampiran.................................................................................................. 18
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Penelitian
Indonesia dengan penduduk terbesar ke 4  di dunia dengan jumlah penduduk mencapai 255.993.674 jiwa pada bulan Agustus 2015. Membuat Indonesia memiliki sumber daya manusia yang melimpah. Namun muncul pertanyaan, ketika Indonesia memiliki sumberdaya manusia yang melimpah apakah berbanding lurus dengan lapangan pekerjaan yang ada?.
Dari pertanyaan tersebut kita tertarik untuk meneliti sumber daya manusia di Indonesia, dengan mencoba mengambil tema "Buruh Temporer di Perkotaan" sebagai bentuk pergulatan sumber daya manusia dalam menekuni pekerjaannya sebagai buruh temporer di perkotaan. Dengan sumber data yang kami dapat baik melelui literature yang berkaitan dengan pembahasan kita, dan juga turun langsung ke lapangan untuk mencari narasumber-narasumber yang kita bisa ambil keterangannya, kita berharap penelitian kita mendapat perhatian khusus bukan hanya sebagai pemenuhan tugas semester 1 mata kuliah Sosiologi, tetapi besar harapan kami penelitian ini bisa menjadi rujukan akademik yang bermanfaat untuk selanjutnya.
Buruh temporer sebagai objek penelitian kita, kita ambil dari berbagai latar belakang dengan memperhatikan kelas sosialnya agar tercapai keseimbangan data didalam penelitian yang kita lakukan. Selain itu, kita mengaitkan mengaitakan penelitian kami dengan teori-teori sosiologi yang berkaitan dengan interaksi social, tindakan social, kelas social, dan konflik.
Kita tertarik untuk meneliti kasus ini, karena kasus "Buruh Temporer di Perkotaan" kaitannya sangat erat dalam kehidupan sehari-hari kita, selain itu kita tertarik untuk mengungkap sistem yang terjadi di tengah masyarakat terhadap hubungan pemilik modal dan buruh, hal lain adalah narasumber yang mudah kita temukan dilingkungan kita.
2.      Landasan Teori
a.      Weberian
Diantara pemikiran Weber yang kita gunakan adalah:
1.      Tindakan sosial
Ia membedakan tindakan dengan perilaku yang murni reaktif. Mulai sekarang konsep perilaku dimaksudkan sebagai perilaku otomatis yang tidak melibatkan proses pemikiran. Stimulus datang dan perilaku terjadi, dengan sedikit saja jeda antara stimulus dan respons. Ia memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas campur tangan proses pemikiran antara terjadinya stimulus dan respons.
Dalam teori tindakannya, tujuan Weber tak lain adalah memfokuskan perhatian pada individu, pola regulitas tindakan, dan bukan pada kolektivitas. Yang terpenting adalah pembedaan yang dilakukan Weber terhadap kedua tipe dasar tindakan rasional.
b.      Marxian
teori-teori yang kami ambil sebagai landasan teori kami yaitu:
1.      Teori Kelas
Dalam beberapa kecamuk tolak pikiran karl marx pertentangan kelas lah yang banyak menjadi bahan acuan dalam penulisan karya besarnya das capital nya , marx sering mengunakan istilah kelas didalam bahan bahan tulisannya tetapi dia tak pernah mendifinisikan secara sistematis  apa yang diimaksud dengan istilah ini , karl biasanya mengunakannya untuk menyatakan sekelompok orang yang berada dalam situasi yang sama dalam hubungannya dengan kontrol mereka terhadap alat produksi
            Kelas bagi karl selalu didifinisikan berdasarkan potensinya terhadap konflik , hal ini bukan saja akan menimbulkan beberapa gesekan tapi bisa berbentuk gerakan  dalam suatu konflik biasanya  dengan individu individu yang lain tentang nilai surplus , didalam kapitalisme terdapat konflik kepentingan yang inheren antara orang yang memberi upah para buruh dan para buruh yang bekerja mereka diubah kembali menjadi nilai surplus , konflik  inilah yang nantinya akan membentuk nilai nilai
            Bagi marl sebuah kelas benar benar eksis hanya ketika orang menyadari kalau dia sedang konflik dengan kelas kelas yang lain , tanpa kesadaran ini mereka hanya akan membentuk apa yang disebut marx dengan suatu kelas didalam dirinya , ketika mereka menyadari konflik maka mereka menjadi suatu kelas yang sebenarnya , suatu kelas dengan dirinya ,dengan pemahaman ini marx membagi menjadi dua kelompok  ketika marx menganalisis kapitalisme maka ada dua yaitu  bourjuisdan proletar.
           
2.      Teori Konflik

Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosialtidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.
3.      Metode Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah pemahaman secara lebih mendalam terhadap suatu kasus dengan tema "Buruh Temporer di Perkotaan" yang kami kaji dalam makalah ini. Dengan pengumpulan data dengan turun lapangan langsung untuk mendapatkan data langsung dari narasumbernya.
Pada penelitian kali ini kami menggunakan metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang merupakan sebuah cara yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu permasalahan. Penelitian kualitatif ialah penelitian riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis serta lebih menonjolkan proses dan makna. Tujuan dari metodologi ini ialah pemahaman secara lebih mendalam terhadap suatu permasalahan yang dikaji. Dan data yang dikumpulkan lebih banyak data yang berupa kata.
Kami menggunakan teknik wawancara sebagai alat untuk kami mengumpulkan data, selain itu pendekatan kepustakaan sebagai alat tambahan serta sebagai bahan referensi untuk memperkuat ke akuratan data yang kami dapatkan.
Kami melakukan dalam tiga tahap wawancara di tiga tempat yang berbeda yaitu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, di Tangerang Selatan serta di Ulujami-Jakarta Selatan. Dimana kami mewawancarai sembilan narasumber yang terdiri dari Buruh pekerja bangunan, mandor, dan pemilik modal/pemegang proyek itu.
Gambaran Lokasi
            Ada tiga lokasi yang kami jadikan sebagai target lokasi kami dalam mengumpulkan data yaitu:
1.      Proyek Pembangunan Gedung Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kami datang ke kampus I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tepatnya di Jl. Ir. H. Djuanda No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan. Dimana didalam kampus tersebut sedang ada proyek pembangunan gedung perpustakaan dan parkiran yang sudah berlangsung sejak tahun 2013 dan sekarang telah memasuki tahap ke 3 dalam pembangunan gedung perpustakaan dan parkiran tersebut.
Proyek yang letaknya tepat dihadapan gedung Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi ini, yang ditargetkan akan selesai pada akhir tahun 2015. Pembangunan gedung perpustakaan ini pelaksanaan pembangunannya dikepalai oleh Bapak Budi, dari Bapak Budi kami memperoleh banyak informasi terutama seputar  operasional gedung tersebut. Selain itu, kami bertemu dengan Bapak Adek sebagai kepala tukang bangunan di proyek ini, setelah mewawancarai Bapak Adek dari situ kami memperoleh informasi seputar teknis serta hubungan antar tukang dan atasannya. Selain itu, kami mewawancarai Bapak Wawan dan Bapak Yudhi sebagai tukang bangunan di proyek tersebut yang memiliki latar belakang sebagai buruh temporer.
2.      Galian Selokan di Daerah Tangerang Selatan
Ini merupakan lokasi kedua kami untuk mencari informasi, galian selokan ini terdapat didaerah Tangerang Selatan, dimana maksud penggalian selokan ini adalah sebagai upaya pencegahan terjadinya banjir ketika datang musim hujan.
Penggalian ini dimandori oleh pemilik proyeknya itu sendiri yaitu Bapak Wahid, dari hasil wawancara kami bersama Bapak Wahid memberikan informasi kepada kami tentang proyeknya dan hubungannya dengan pekerjaannya. Selain itu, kami juga mewawancarai  pekerjanya yang merupakan warga setempat yang sudah menjadi buruh temporer selama 10 tahun yaitu Bapak Sumin.
Bapak Sumin bekerja menggali selokan yang panjangnya kurang-lebih panjangnya 10 meter dengan kedalaman sekitar setengah meter. Dan dari kerjanya tersebut ia mendapatkan upah 400.000 untuk menyelesaikan kerjaanya tersebut.
3.      Pembangunan Rumah 3 Lantai, Ulujami-Jakarta Selatan
Tepatnya di Rt.17 Rw. 003 kelurahan Ulujami, Jakarta Selatan. Terdapat proyek pembangunan rumah dengan 3 lantai, yang sebelumnya merupakan tempat parkir pribadi, pembangunan rumah tersebut sudah berlangsung lebih dari dua minggu lamanya.
Dari proyek tersebut, kita mendapatkan 3 orang narasumber yang merupakan pemilik, mandor, dan tukang bangunan. Dari  narasumber-narasumber yang kita dapatkan kita mewawancarai Bapak Herman sebagai pemilik rumah tersebut, sekaligus sebagai pengguna jasa para buruh temporer. Selanjutnya kita mewawancarai Bapak Wijaya yang merupakan mandor sekaligus pemborong proyek pembangunan rumah tersebut, sehingga Bapak wijaya memiliki peranan sebagai orang yang membuka peluang pekerjaan dan juga sebagai orang yang menyalurkan tenaga kerja kepada yang membutuhkan tenaga mereka. Satu lagi kita mewawancarai Bapak Tino sebagai pekerja serabutan yang masuk proyrk tersebut sebagai pekerjsa bangunan.
ANALISIS KASUS
  1. Pemaparan Kasus
            Kota seolah menjadi maghnet bagi para pencari kerja, fenomena ini amat lazim kita temui. Bagaimana seorang pengangguran dari desa pergi ke kota untuk mengadu nasibnya, bagaimna buruh tani di desa-desa berbondong-bondong ke kota mencari pekerjaan yang layak baginya, sekalipun pada akhirnya di kota ia akan menjadi buruh lagi. Bukan buruh professional melainkan buruh temporer.
            Buruh temporer bukan buruh yang tanpa keahlian, bahkan demi memenuhi kebutuhan hidupannya di kota, buruh temporer bisa melakukan pekerjaan apapun. Dari jadi tukang bangunan, tukang gali, perbaikan listrik sampai perbaikan pompa air. Dalam satu kondisi para buruh temporer membutuhkan para penyalur pekerja untuk mempermudah dan memberi peluang lapangan kerja baginya.
            Sehingga dalam pembahasan kali ini, kita akan menyinggung kasus tentang para buruh temporer di perkotaan, yang menjadi subjek utama penelitian kami yaitu para buruh temporer, kaitannya dengan interaksi, konflik dan kelasnya dalam perspektif sosiologi.
Berdasarkan pada hasil penelitian kami dengan menggunakan metode wawancara yang di peroleh dari 9 narasumber kami, yaitu para buruh temporer atau yang biasa masyarakat sebut sebagai pekerja serabutan. Yang kita dapat dari 3 tahapan wawan cara yang berbeda, sebagai sumber data penelitian kami. Dari narasumber yang kami dapatkan, kami klasifikasikan kembali narasumber-narasumber kami dalam tiga kelompok berbeda, dengan maksud agar memepermudah menguraikan kasus yang akan kami bahas, yaitu:
1)      Para Pemilik Modal:
-Pak Herman
-Pak Budi
2)      Perantara:
-Pak Wijaya
-Pak Adek
-Pak Wahid
3)      Buruh / pekerja:
-Pak Tino
-Pak Wawan dan Pak Yudhi
-Pak Sumin
              Dari penelitian kami terhadap 3 kelompok diatas tersebut, kami menemukan ada 3 hal yang menjadi fokus kami yang akan kami bahas pada poin selanjutnya yaitu:
A.    Interaksi Sosial: Modal Utama Buruh Temporer
B.     Tempo, Sebagai Konflik Dasar Buruh Temporer.
C.     Upah Bagi Buruh Temporer.
  1. Interaksi Sosial: Modal Bagi Buruh Temporer
Menurut max Weber Interaksi sosial mestinya memperhitungkan perilaku dan arah yang ingin di tuju oleh pihak yang terlibat di dalamnya. Interaksi sosial secara terus menerus akan menghasilkan struktur dan budaya di masyarakat , dengan berinteraksi satu sama lain , masyarakat akan merancang aturan lembaga dan sistem yang mereka butuhkan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik .
Dalam interaksi sosial terdapat kerja sama atau corporation, dalam hal ini buruh temporer bekerja sama dengan mandor atau orang yang membutuhkan jasanya dalam pekerjaannya . Bahkan seorang buruh temporer, selalu termotivasi untuk mencari pekerjaan lain ketika pekerjaannya sudah habis kontraknya dan akan selalu menerima apapun yang di minta seseorang demi mempertahankan hidupnya , Motivasi yang di dapat dari mereka untuk bekerja di Kota besar yang besar pula bahkan memunculkan dalam interaksi sosial terdapat empati atau simpati terhadap orang atau buruh yang rajin dalam bekerja dan mempunyai kemauan keras untuk bekerja dari sini timbul rasa percaya seorang pemborong dan akan selalu menggunakan orang tersebut jika ada proyek yang dikerjakannya , Buruh kontemporer yang di minta tenaganya juga akan mengajak orang lain dan berinteraksi atau melakukan kontak lagi dengan temannya yang mau bekerja atau sedang mencari pekerjaan tersebut.
Dengan alasan dari pada mereka menganggur dan tidak bekerja , kebanyakan mengajak pemuda yang sudah lulus sekolah atau bahkan putus sekolah , saudaranya dan karena mereka memiliki kesamaan dalam hal nasib mereka mau untuk bekerja dan terjadi persetujuan kerja atau akomodasi.
Dalam interaksi mereka berkomunikasi dan berusaha membujuk orang untuk ikut bekerja , dan mereka memberikan feedback atau timbal balik dan melalui buruh kontemporer ini kita bisa melihat sisi interaksi sosial . Interaksi juga terjadi antara mandor yang mengajak kepada pekerjaan atau orang yang membutuhkan jasa-jasa dari buruh kontemporer . Mereka memliki kebutuhan dan mereka juga akan meberi kontrak dan persetujuan dengan para buruh. Komunikasi berperan penting dalam hal ini dengan upah yang sebanding dengan pekerjaannya dan pantas menurut mereka .
Di dalam buruh temporer ini juga terlihat adanya struktur sosial yaitu diferensial dan stratifikasi sosial dimana mereka dibagi dalam tingkatan tingkatan tertentu , terbentuknya tingkatan tersebut dilihat dari kepandaian dan tingkat usia , melalui yang saya amati ketika buruh bekerja di rumah saya di dalam buruhpun memilki tingkatan bukan hanya antara mandor dengan buruh atau pekerja dan antara mandor dengan pemilik proyek.
Sehingga dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa, modal kemampuan dan modal tenaga yang mereka miliki akan dipengaruhi pula oleh kemampuan dan keinginan mereka untuk berinteraksi dengan orang lain. Karena interaksi social yang dilakukan oleh para buruh temporer memberikan peluang kepada mereka mendapat jaringan kerja bagi mereka.
  1. Tempo, Sebagai Konflik Dasar Buruh Temporer
Buruh temporer jika kita artikan maka bisa diartikan sebagai pekerja yang bekerja hanya dalam sementara waktu. Hal ini yang kemudian menjadikan buruh temporer disebut juga sebagai pekerja serabutan, karena pekerjaannya yang sifatnya sementara waktu dan harus mencari pekerjaan lain agar kebutuhan hidupnya tetap bisa terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang ada dan di kerjakan dalam sementara waktu menjadi suatu konflik dasar bagi para buruh.
Dari "temporer" yang menjadi konflik dasar, muncul pula konflik lain. Seperti, konflik batin jika mereka belum mendapat pekerjaan, yang menyebabkan hasil kerja mereka yang ditabung, yang akan digunakan di masa depan atau saat mereka tidak mempunyai pekerjaan , berbeda dengan konflik dari buruh-buruh pabrik yang menuntut UMR atau gaji yang layak bagi mereka. Kaum buruh temporer tidak demikian, mereka hanya bisa menerima karena memang hanya itu yang mereka kerjakaan adapun konflik yang terjadi biasnya hanya masalah teknis dengan mandor atau pekerjaannya . Sedangkan untuk menuntut hasil jerih payahnya dari menjadi buruh mereka hanya menerima dan apa yang mereka terima merupakan apa yang mereka telah sepakati dari awal.
Menurut Karl Marx, Perubahan social tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Dari teori ini, kita bisa melihat konflik dasar buruh temporer adalah "temporer"nya itu sendiri, yang menyebabkan buruh temporer sekarang, memilih melakukan interaksi social terhadap para pencari tenaga kerja buruh dalam hal ini mandor atau pun pemborong proyek, sebagai upaya untuk membuka peluang kerja baginya dan sebagai upaya untuk merubah kondisinya.
Hal yang menarik kita dapat melalu hasil wawancara kita terhadap narasumber, yaitu para buruh temporer lebih memilih bertahan menjadi pekerja serabutan dibanding mereka berspekulasi untuk mencari atau menjadi pekerja tetap. Mereka menganggap bahwa dengan kerjaan ini, selama mereka masih bisa mencukupi kebutuhan hidup dirinya, istri dan anak-anakmnya, maka menurut mereka pekerjaan ini masih layak.
Dalam teori Max Weber juga terdapat yang namanya tindakan sosial atau menurutnya bahwa tindakan individu sepanjang tindakan tersebut mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. ( Weber Ritzer 1975) Tindakan sosial yang dilakukan seorang manusia, apalagi mereka yang menjadi buruh sudah melalui pertimbangan, karena jika dia tidak bekerja maka tidak memiliki penghasilan dan hal tersebut memunculkan tindakan afektif untuk keluarga yang di sayanginya dan ketika pekerjaan tersebut sudah di lakukan berulang-ulang dan pekerja menerimanya maka tindakan ini menjadi kebiasaan. Mungkin teori ini yang kemudian menjadi alasan bagi para buruh untuk tetap bertahan dengan pekerjaan meraka.
Rendahnya tingkat kesadaran akan beratnya hidup di kota besar dan rasa putus asa kerap membuat sebagian warga indonesia rela bekerja apa saja demi sebuah status sosial di lingkungan masyarakat berasal , demi pemenuhan kebutuhan dan rasa tenang ketika mendapat sebuah pekerjaan demi orang yang di sayangnya demi menghindari sebuah konflik yang di alami seorang kepala keluarga yang tidak mendapat pekerjaan beban mental seperti itu lebih berat dari pada beban yang harus mereka rasakan saat mereka bekerja . Dan anggapan mereka yang mengenyam pendidikan rendah di Indonesia membuat anggapan pikiran mereka menjadikan bahwa mereka tidak mampu dan tidak bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak apa saja yang di suruh oleh seorang konraktor atau yang memiliki proyek mereka mau dan melakukan persetujuan .
Namun disisi lain, masih adanya pemikiran bahwa hidup dan berkerja di perkotaan akan mengantar mereka pada kesejahteraan, membawa para pekerja dari desa bondong-bondong pergi menyusul ke perkotaan. Hal ini yang kemudian dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik baru selain konflik keterbatasan pekerjaan juga konflik persaingan. Keterbatasan lapangan kerja dengan jumlah tenaga kerja yang bertambah terus menerus dikhawatirkan dapat menimbulkan gesekan konflik antar buruh temporer.
  1. Upah Bagi Buruh Temporer
Para buruh akan di butuhkan oleh pencari pekerja dalam hal ini mereka yang memerlukan pekerja yang mau di bayar berapa saja, atau yang memang bisa berada di bawah pimpinannya. Karena secara intelektualitas mereka berbeda dan memanfaatkan tenaganya demi mewujudkan suatu proyek, atau nilai suatu pekerjaan dan pemekerja mendapat keuntungan yang lebih banyak dari mereka yang bekerja. Membangun dan menopang pekerjaan mereka yang kasar, atau tidak mau dikerjakan oleh orang yang memiliki kekuasaan dan kewenangan manggaji dan mempekerjakan mereka.
Seorang buruh selalu menerima dan hanya pasrah terhadap apa yang menjadi haknya dan rezeki yang di beri oleh Tuhan, atau dalam kata lain bersyukur dalam pandangan agama. Karena seperti teori Marxian, bahwa agama merupakan sebuah candu masyarakat apalagi kaum bawah , yang saya lihat setelah mereka bekerja para buruh melakukan ibadah dan melakukan hal itu terus menerus sesuai dengan keyakinannya dan ada pula yang sudah tidak melaksanakan atau mungkin terlanjur untuk melakukannya karena badannya kotor.
Kebanyakan orang yang bekerja sebagai buruh temporer merupakan orang Jawa. Karena selain populasi orang jawa yang melimpah, dan memang banyak di kota besar seperti Jakarta orang-orang Jawa yang mau bekerja apapun demi menghidupi anak istrinya di kampung. Ada juga dari hasil wawancara kami, dari orang-orang sekitar di Tangerang Selatan sendiri banyak yang menjadi buruh temporer karena tidak mendapat pekerjaan yang pantas. Para pemilik modal menentukan pekerjaan para pekarja atau buruh itu dalam suatu waktu tertentu, para pekerja akan menyerahkan waktu dan tenaganya sesuai upah yang di bayar .
Zaman dahulu saat di kehidupan Marx, agama digunakan orang kapitalis sebagai penguasa pelanggengan kaum buruh dan membuat agama sebagai sarana agar kaum buruh tidak memberontak, namun dalam Islam sendiri agama tidak akan lepas dari seorang manusia karena pada hakikatnya manusia mempunyai sifat menghamba dan agama sebagai pedoman hidup manusia. Dari situasi itulah persepsi Karl Marx tentang agama sebagai candu bagi masyarakat.
Kemiskinan, kurangnya pendidikan , dan negara Indonesia yang masih berkembang merupakan faktor yang mempengaruhi banyaknya Buruh apalagi buruh yang tidak terdidik dengan kemauan untuk bekerja apapun itu mereka mau , walaupun mungkin terlihat tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan , jelas perkotaan yang padat membutuhkan banyak pekerja untuk membangun dan memanfaatkan mereka yang mau bekerja walau hanya mengandalkan tenaga dan fisiknya . Upah yang didapatkan antara 95 ribu perhari.
Jika kita menilik pemaparan di atas perbandingan upah yang diterima buruh temporer dengan mandor atau pemborong proyek terdapat perbedaan yang mencolok. Dalam penelitian yang kita lakukan, kita menemukan ada pembuatan rumah dimana pemilik rumah mempercayakan biaya pembangunannya kepada mandor. Seperti dalam pembelian bahan material untuk rumah, gajih untuk para pekerja, dan hal lain yang termasuk dalam biaya operasional pembangunan rumah tersebut.
Dalam kasus ini, mandor telah memborong satu proyek pembangunan rumah dengan nilai proyek sampai ratusan juta, namun disisi lain pekerja yang didalamnya adalah buruh temporer mendapatkan gajih perhari dengan nominal 95 ribu per hari. Jika kita perhatikan maka mandor sebagai pihak pemborong dengan buruh sebagai pekerja yang mengerahkan segenap kekuatannya terdapat perbedaan upah yang sangat mencolok. Akan tetapi, buruh menyadari itu sebagai bagian dari kesepakatan kerja yang harus dipahami semua pihak.
Menurut Marx, sejarah dari masyarakat yang ada sampai sekarang adalah sejarah perjuangan kelas. Dengan kata lain, teori kelas berpraanggapan bahwa pelaku utama dalam masyarakat adalah kelas-kelas sosial. Misalnya saja keterasingan manusia adalah hasil penindasan suatu kelas oleh kelas lainnya. Sehingga menurut Marx kelas mandor sebagai pemegang upah yang memberlalakukan upah 95 ribu perhari kepada kelas buruh dapat menimbulkan perlawanan kelas.
Para pekerja menjadi "buruh-buruh yang bebas " membuat kontrak-kontrak bebas dengan para kapitalis . Namun Marx percaya bahwa para pekerja harus menaati syarat dan ketentuan kapitalis karena para pekerja tidak mampu memproduksi demi kebutuhannya sendiri . Melalui teori ini bahwa kaum buruh mempunyai sebuah ikatan dimana dia tidak bisa mengekspresikan pekerjaannya namun harus sama atau persis dengan orang yang mempekerjakan mereka .
Dalam terorinya Marx juga menyebutkan bahwa kaum kapitalis mempunyai tentara cadangan dimana jika pengangguran tidak mau bekerja dengan upah yang di tentukan tersebut para kapitalis mempunyai cadangan orang atau buruh yang mau bekerja dengan nya.
Dari pemikiran Karl Marx tentang kelas buruh dan upahnya, kita mendapatkan gambaran bahwa dalam menjalankan pekerjaannya buruh temporer yang berada dibawah perjanjian kerja dengan mandor mau tidak mau harus mengikuti aturan yang ada. Namun,  kebutuhan dan susuhnya mendapat pekerjaan yang lebih layak bagi mereka, menyebabkan mereka memilih untuk tetap bertahan didalam pekerjaannya.
Selain itu, gengsi , rasa ingin selalu mendapat pandangan yang lebih baik dari orang lain, walau pada kenyataannya kita sebagai makhluk sosial tidak memungkiri bahwa sekalipun kita mempunyai pekerjaan terkadang itu hanya sebuah status sosial, dan tidak benar-benar menikmatinya. Dan baginya mempunyai pekerjaan di kota besar menjadi sebuah kebanggan ketika pulang kampung , dan kenyataan kehidupan di kota sendiri tidak menjadikan kehidupan yang sebenarnya lebih baik. Dengan keadaan di Jakarta saja misalnya sebenarnya kehidupan yang di dapatkan oleh seorang pekerja apalagi yang serabutan dan tidak menetap pekerjaannya bukannya menjadi lebih baik namun malahan sebenarnya mereka hidup seperti robot , memang hasil yang di dapatkan lebih besar dari pertanian di kampung atau menjadi buruh di kampung namun kebutuhan hidup di kota juga menjadi tuntutan besar bagi seorang pekerja belum dengan makan atau rokok kebutuhan mencuci apabila mereka tidak mempunyai rumah kebutuhan untuk kos dan apabila tidak kos rela tidur di tempat proyek . Namun mereka merasa lebih baik ketimbang harus menanggung malu di kampung dan menjadi pengangguran .
  1. Resoslusi
Ini adalah hasil pengamatan semata, belum menjadi sebuah kesimpulan akhir. sehingga dari pemaparan kasus diatas, mengenai buruh temporer di perkotaan. Maka muncul pertanyaan bagaimana penyelesaian atas kasus ini?. Dari hasil pengamatan kita di lapangan, ada 3 tingkatan penyelesaian yang mungkin akan menjadi solusi bagi kasus ini yaitu:
Menciptakan adanya kesepahaman antara subjek-subjek yang dibahas dalam kasus ini, yaitu kelompok pemilik modal, kelompok perantara, dan kelompok pekerja. Dimana kelompok pemodal menempatkan dirinya sebagai pemodal yang membutuhkan perantara yang bisa dipercaya dan pekerja yang handal dengan memberi bayaran/upah yang pantas. Kelompok perantara memegang peranana penting untuk menemukan pihak pemodal yang membutuhkan pekerja handal dengan kelompok pekerja yang membutuhkan upah atas pekerjaannya, sehingga kelompok perantara memiliki tangguang jawab untuk memenuhi kepercayaan pemilik modal dan memiliki tanggung jawab untuk membagi bayaran pekerja dengan adil. Sedang kelompok pekerja bertanggung jawab atas pekerjaannya terhadap pemilik modal dan pertangguang jawawban atas kepercayaan perantara. Sehingga menimbulkan kesepakatan yang saling menguntungkan.
Solusi yang disandarkan pada kebijakan pemerintah, yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas, pendidikan ketenaga kerjaan, dan kebijakan upah yang menguntungkan untuk segala pihak. Sehingga buruh temporer memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
Menciptakan win-win solution, memang susah untuk menciptakan win-win solution diantaranya membutuhkan kesadaran diri, regulasi pemerintah yang jelas, serta pemahaman untuk memberikan yang terbaik untuk mendapatkan feedback yang terbaik pula. Selain itu Dibutuhkan suatu upaya yang sungguh-sungguh, niat baik yang sangat kuat, kesabaran, dan persisten. Ini yang akhirnya membuat pihak-pihak yang telah disebutkan diatas sanggup mencapai situasi win-win solution.
Kesimpulan
Kota seolah menjadi maghnet bagi para pencari kerja, fenomena ini amat lazim kita temui. Bagaimana seorang pengangguran dari desa pergi ke kota untuk mengadu nasibnya, bagaimna buruh tani di desa-desa berbondong-bondong ke kota mencari pekerjaan yang layak baginya, sekalipun pada akhirnya di kota ia akan menjadi buruh lagi. Bukan buruh professional melainkan buruh temporer.
Kemiskinan, kurangnya pendidikan , dan negara Indonesia yang masih berkembang merupakan faktor yang mempengaruhi banyaknya Buruh apalagi buruh yang tidak terdidik dengan kemauan untuk bekerja apapun itu mereka mau , walaupun mungkin terlihat tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan , jelas perkotaan yang padat membutuhkan banyak pekerja untuk membangun dan memanfaatkan mereka yang mau bekerja walau hanya mengandalkan tenaga dan fisiknya
Ada 3 tingkatan penyelesaian yang mungkin akan menjadi solusi bagi kasus yaitu:
1.      Menciptakan adanya kesepahaman antara subjek-subjek
2.      menyediakan lapangan pekerjaan yang luas, pendidikan ketenaga kerjaan, dan kebijakan upah yang menguntungkan untuk segala pihak.
3.      Menciptakan win-win solution bagi semua pihak.

Bibliography

Anthony Giddens, d. (2008). Sosiologi, Sejarah dan Berbagai Pemikirannya. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
George Ritzer, D. J. (2008). Teori Sosioligi Modern, Terj.Alimandan. Jakarta: Kencana.
Lampiran
Wawancara Proyek Tangsel
Nama : Sumin
Pekerjaan : tukang
Asal : Tangerang Selatan
S(Saya)
Su(Sumin)
S: Sudah Berapa lama bekerja seperti ini?
Su: Sudah 10 tahunan
S: bekerja seperti ini diajak atau ada alasan yang lain?
Su: Pertamanya di ajak teman tetapi setelah dipikir-pikir dari pada sulit nyari pekerjaan yaudah yanf ada aja di kerjain yang penting digajih dan halal
S: Apa alasan bapak bekerja seperti ini?
Su: Karena susah cari pekerjaan lain, apa lagi saya Cuma lulusan SD
S: apakah bapak pernah mengalami konflik dengan istri atau mandor bapak?
Su: Kalau sama istri pernah sih, ketika saya pulang nggak bawa uang. Kalo sama mandor selama ini belum pernah.
S: Gajih bapak perhari atau perbulan?
Su: Gajihnya perhari
S: berapa tuh pak gajihnya?
Su: 400 ribu
Nama: Bapak Wahid
Pekerjaan : Mandor
Asal : Tangerang Selatan
W(Wahid)
S: Bapak biasanya dapet proyek perorangan atau dari lembaga pak?
W: kalau saat ini, ini proyek perorangan. Kalau dari pemerintah atau lembaga belum dapet.
S: Bapak biasanya dapat tukang bangunan dari mana?
W: Karena saya kebetulan udah kenal sama tukang bangunannya yaitu pak sumin
S: Apa pekerjanya harus punya keterampilan khusus atau nggak perlu?
W: nggak perlu punya keterampilan khusus yang penting dia mau kerja.
S: Kalau boleh tau bapak punya pekerja berapa?
W: sebenernya bukan pekerja, tapi biasanya saya ajak buat bekerja dengan saya ada lima orang. Tapi, kalau saya butuh tenaga banyak biasanya orang yang saya ajak bawa temennya lagi.
S: Bagaimana dengan sistem gajihnya?
W: sistem gajih yah, kalau untuk pekerjaan sekarang karena yang ngerjain Cuma pak sumin jadi saya gajih 400 ribu perhari karena kerjaanya untuk menggali selokan yang panjangnya kurang lebih 10 Meter.
Wawancara Proyek Ulujami
Narasumber: Tino
Pekerjaan Sementara: Pekerja Bangunan
S (Saya)
T(Tino)
S: mas tino berasal dari mana?
T: saya dari Probolinggo
S: apa sebelumnya mas tino sudah bekerja di kampong halaman mas tino?
T: sudah, saya dikampung jadi buruh tani dan tukang bangunan
S: lalu kenapa mas tino lebih memilih hijrah ke Jakarta? Dan udah berapa lama tinggal di Jakarta?
T: karena, di kampung penghasilannya lebih sedikit lagian ada tawaran ke Jakarta, ya udah saya ke Jakarta. Saya di Jakarta udah ada kali 8 tahun.
S: lalu bagaimana kerja di Jakarta?
T: ya gituh, saya cuma kerja kalau ada yang minta bantuan, kadang sayanya juga yang harus nyari orang yang butuh bantuan.
S: memangnya mas ngerjain apa aja?
T: apa aja saya mah, benerin listrik, benerin pompa air, bangunan, ya apa ajalah yang saya bisa.
S: terus gaji/upahnya berapa mas?
T: nggak tentu, sehari bisa 40 ribu, 50 ribu, 100 ribu  kadang terserah yang nyuruh saya, mau ngasih berapa, yang penting cukup buat makan sama rokok dan tenaga saya kebayar.
S: lalu mas pernah berfikir nggak, buat ganti ke pekerjaan yang lebih tetap? Atau mungkin pulang ke kampung halaman bikin usaha sendiri?
T: selama disini masih bisa nyukupin kebutuhan ya disini ajalah. Walaupun pengen juga punya kerjaan tetap.
S: terus kalau lagi nggak ada kerjaan gimana pak?
T: ya kan kitanya juga nyari-nyari kerjaan lain, kaya manggul misalnya. Kalau emang nggak ada banget ya udah kita hidup dari duit sisaan kerjaan kemaren.
Narasumber: Wijaya
Pekerjaan: Pemborong / Mandor bangunan
S (Saya)
W (Wijaya)
S: Apa benar pak wijaya yang memandori pembangunan rumah ini?
W: benar, saya yang memandori sekaligus membawahi pekerja pembangunan ini.
S: bapak kenal mas tino?
W: iya saya kenal, dia salah satu pekerja di proyek saya.
S: Apa alasan bapak mengajak mas tino untuk bekerja bersama bapak?
W: pertama saya emang udah kenal lama sama si tino, kedua emang saya lagi butuh pekerja dan kebetulan juga si tino lagi nganggur. Jadi ya udah saya ajak.
S: menurut bapak gimana kerjaan mas tino?
W: kalau menurut saya dia orang yang serba bisa, ulet, tapi gituh karena kerjaannya serabutan, jadi kadang mau di ajak ke proyek juga takutnya dia sibuk jadi jarang saya ajak kebetulan aja nih dia lagi nganggur.
S: memang kalau disini mas tino dapat gaji berapa pak?
W: disini dia saya kasih 95 ribu perhari bersih udah dapet makan sama rokok. Dan biasanya gajih turunnya mingguan 670 ribu tapi full 7 hari
Narasumber : Herman
Pemilik rumah / pengguna jasa mas tino
S; (saya)
H: (Herman)
S: kalau pak Herman udah berapa lama pakai jasanya mas tino?
H: kalau saya, sebenernya karena saya minta bantuan pembuatan rumah saya ini di mandori oleh pak jaya jadi sekalian saya minta bantuan beliau juga buat nyari pekerjanya. Nah salah satunya mas tino tadi. Tapi sebelumnya pernah sih minta bantuan mas tino buat benerin pompa air yang rusak.
S: menurut bapak gimana kerjanya?
H: kerjanya bagus yah, rapih, ulet orangnya. Ya semoga aja rumah saya bisa awet di kerjain dia.
S: kalau untuk upahnya berapa pak biasanya?
H: saya kurang tau soal itu, ya tadi kaya yang di bilang pak wijaya beliau ngasih perharinya 95 ribu. Soalnya semua dana diglobalkan dan saya kasih semuanya ke pak wijaya urusan pembagiannya itu saya serahin ke pak jaya. Terserah itu mah mau ngupahnya berapa.
S: kalau menurut pendapat pak Herman dengan pekerjaan mas tino bagaimana?
H: ya kalau menurut saya selama pekerjaan seperti mas tino ini masih ada yang membutuhkan ya walaupun nggak tetap kerjanya lumayan juga buat mata pencahariannya lagi buat orang yang serba bisa kaya mas tino.
Wawancara proyek UIN
Upah standar jakarta . Tukang knek tukang kepala tukang mandor , Borongan untuk pekerja disini katakanlah bukan punya kita tapi punya pak mandor
Tukang sama kenek 85.000 hari norml 8-16 8-22 di hitung dua hari 22-13 tiga hari , Kondusif intern dan kondusif ekstern karena sudah di kondisikan dari UIN
UIN mempersilahkan untuk 24 Jam kerja kompensasi dari kita tgl 15 maka silahan 24 jam karena bising dan mengganggu
8-22 november tukang dua hari kerja pekerjaan yang tidak menimbulkan bising bisa sampai jam 2 malam dari jam pagi . Seperti listrik dan keramik
Pak Budi kerja dari tahun 1993 . Biasanya konflik terjadi reformasi . Ambil di luar keterkaitanyya dengan LSM Lingkungan 2014 sampai gak jadi ambil proyek .
Entertain service untuk lingkungan csr . Tantangan satu LSM dipenuhi semua merembet 2014 di subang mundur dari pada bababk belur Persuasif dengan lingkungan , program dari mahasiswa unndang dari demaf , anak fotografr temen temen perlu melihat perkembangan kita open , untuk menghindari konfik , kenapa wajib tanggal 13 desember akan ada demo bear-besaran . Intern kondusif . Sevi
Hasil wawancara :
Pak Adek , Kepala Tukang
Upah Gaji sistem borongan , merasa cukup untuk memnuhi kebutuhan hidup , tidak ada konlik dari dalam , Tahap ketiga baru satu bulan bekerja , seringa ada permaslahan tekhnis lapangan , Sebelumnya di tempat kerja sebelumnya , Sunda , campur .
Kenapa mau kerja .
"dihitung-hitung kerja di kampung hanya tani , hanya musiman setiap hari beda disini"
Kerja bareng grup sama sama bisa terus gabung , ajak teman saudara bisa di besi mempunyai kesamaan .
Umur sudah dari lulusan SMA, 40 tahun, Kampung nganggur anak muda gak mau kesawah , gengsi walaupun disini kerjanya lebih susah dari petani namun lagi-lagi karena gengsi yang dimiliki oleh sebagian orang .
Pak Wawan Lampung
Mencari penghidupan keluarga , di hitung-hitung ya cukup kalo di iang kurang ya kurang , tidak protes karena sudah ada nego tentang upah , bagian pipa pemadam , subkon kontraktor , ME bagian piping atau pemipaan , ngikut orang pemborong ,
Kenapa tidak kerja di Lampung ?
Tergantung dapat kerja dimana .
Selalu dapat kerja , menurut para pekerja rata-rata proyek pemerintah molor atau tidak sesuai waktu karena ada masalah hambatan biaya paing cepat ya 2 tahun kalo menurut pengalaman Pak Wawan .
Kebanyakan sudah tidak peduli dengan pengelolaan yang diatas , dan hanya memikirkan kerja atau yang penting kerja .
Jika uang tidak turun biasanya di tutup oleh pemborong itu sendiri karena biasanya pemborong tidak hanya satu proyek dan di tutup dengan proyek yang lancar.
Hasil Wawancara Pak Yudhi
Pak Yudhi yang awalnya menolak untuk di wawancarai akhirnya mebuka suaranya ,
Pak Yudhi dulu tinggal di Jawa Timur di surabaya , dulunya Pak Yudhi bekerja di sebuah Pabrik menjadi karyawan , namun Pak Yudhi terkena PHK karena pengurangan karyawan , oleh pihak PT lalu Pak Yudhi di tawari kerja oleh suatu Yayasan untuk menjadi seorang security dan kali ini ia bekerja dalam pengawasan proyek pembangunan Gedung Parkir dan Perpustakaan di UIN Syarifhidayatulloh Jakarta , menurut yang dialaminya sebagai seorang satpam beliau mengaku bahwa daripada tidak bekerja tidak apa-apa menjadi satpam dia mengaku saat menjadi seorang satpam makannya buru-buru , sholatnya gantian , namun Pak Yudhi hanya menerima karena itu sudah peraturan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini