BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Mengapa Gejala Sosial Ini Penting Ditulis/Diteliti
Istilah 'Sosiologi' dikemukakan pada tahun 1839 oleh August Comte (di dalam bukunya Cours de Philosophie Positive, Jilid ke-4) untuk merujuk pada ilmu yang dikembangkannya tentang masyarakat. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Berdasarkan gejala-gejala sosial yang ada di masyarakat, kami memilih tema pelayanan publik di masyarakat. Pelayanan publik di masyarakat atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kami memilih tempat penelitian mengenai pelayanan masyarakat yaitu di beberapa stasiun, dan target utama adalah kereta api komuter yaitu sebuah layanan transportasi kereta api penumpang antara pusat kota dan pinggiran kota yang menarik sejumlah besar orang yang melakukan perjalanan setiap hari.
Kereta beroperasi mengikuti sebuah jadwal, pada kecepatan yang berbeda-beda mulaidari 50 sampai 200 km/jam. Jarak biaya atau harga zona kadang digunakan. Pengembangan jalur komuter menjadi popular saat ini, dengan meningkatnya perharian publik terhadap kemacetan, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dan masalah lingkungan lain ditambah meningkatnya biaya kepemilikan kendaraan bermotor. Layanan transportasi kereta api tersebut, belum sepenuhnya berjalan sesuai apa yang diharapkan. Beberapa kejadian buruk masih terjadi seperti, kecelakaan di palang pintu kereta api, terjadinya tindakan asusila di dalam gerbong kereta api, desak-desakan yang membuat penumpang tidak nyaman, informasi yang kurang akurat membuat resah masyarakat. Kini transportasi kereta api nampaknya sudah menjadi transportasi rutin masyarakat sebagai media transportasi ke tujuan tertentu. Ramainya penumpang menimbulkan desak-desakan. Banyak masyarakat yang memaksakan diri untuk menaiki kereta yang padahal sudah padat menjadi sangat padat. Tentu hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan. Kurangnya kesadaran masyarakat, juga kurangnya sikap kritis dan tanggap, merupakan faktor kurangnya pelayanan dari pihak pengurus itu sendiri. Padahal sudah ada bagian-bagian pengurus yang sekiranya dapat mengatasi beberapa permasalahan yang ada. Oleh karena itu, kami melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber mengenai pelayanan masyarakat dari pihak pengurus, dan tanggapan dari masyarakat sekitar baik berupa tanggapan baik ataupun kritik serta saran. Sehingga kami mengetahui faktor-faktor dan gejala-gejala sosial terhadap peristiwa tersebut.
1.2. Landasan Teori Sosiologi
Kami melakukan penelitian berlandaskan beberapa teori sosiologi, yaitu teori Emile Durkheim dan Max Weber. Buku The Division of Labor in Society (1968) merupakan suatu upaya Durkheim untuk mengkaji suatu gejala yang sedang melanda masyarakat: pembagian kerja. Durkheim mengemukakan bahwa di bidang perekonomian seperti di bidang industri modern terjadi penggunaan mesin serta konsentrasi modal dan tenaga kerja yang mengakibatkan pembagian kerja dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yang semakin rinci. Tujuan kajian Durkheim ialah untuk memahami fungsi pembagian kerja tersebut, serta untuk mengetahui faktor penyebabnya (lihat Durkheim, 1968:39-46). Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara dua tipe utama solidaritas: solidaritas mekanik, dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan (lihat Laeyen decker, 1983:290). Menurut Durkheim solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana —masyarakat yang dinamakannya "segmental". Pada masyarakat seperti ini belum terdapat pembagian kerja yang berarti: apa yang dapat dilakukan oleh seorang anggota masyarakat biasanya dapat dilakukan pula oleh orang lain. Dengan demikian tidak terdapat saling ketergantungan antara kelompok berbeda, karena masing-masing kelompok dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan masing-masing kelompok pun terpisah satu dengan yang lain. Menurut Durkheim, bagian yang harus dipelajari sosiologi ialah fakta sosial, yaitu "fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir dan merasakan yang mengendalikan individu tersebut". Dalam uraiannya mengenai konsep fakta sosial Durkheim menyebutkan bahwa fakta sosial dapat kita ketahui dari kekuatan paksaan luar yang dijalankannya atau yang dapat dijalankannya terhadap individu. Di sini nampak individu harus menaati sejumlah aturan yang terdapat dalam masyarakat, bahwa masyarakat menjalankan pengendalian sosial terhadap individu.
Menurut Weber, sosiologi ialah suatu ilmu yang mempelajari tindakan sosial, yaitu tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Karena sosiologi bertujuan memahami mengapa tindakan sosial mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subjek bagi pelakunya, maka ahli sosiologi harus dapat membayangkan dirinya di tempat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya. Tulisan Weber ini menjadi acuan bagi dikembangkannya teori sosiologi yang membahas tindakan sosial. Namun yang perlu juga dikemukakan di sini ialah bahwa pendekatan sosiologi usulan Weber, ternyata tidak menjadi tuntunan baginya untuk melihat masyarakat. Tulisan Weber yang lain seperti bukunya mengenai Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, mengenai Sosiologi Agama, mengenai Agama Yahudi, mengenai Agama India, mengenai Agama Tionghoa dan sebagainya tidak difokuskan pada interaksi sosial, melainkan pada masalah berskala besar dan berjangka panjang yang menyangkut masyarakat serta hubungan antar kelompok dan antar kelas yang terjadi di dalamnya.
1.3. Metode
Dengan metode-metodenya, Sosiologi berusaha menelaah berbagai gejala (masalah) sosial dalam masyarakat melalui serangkaian pengumpulan data yang didasarkan pada ragam interaksi dan perubahan perilaku masyarakat. Secara umum, penggunaan Sosiologi sebagai metode melalui rangkaian kegiatan penelitian sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bersifat ilmiah, artinya penelitian bersifat rasional, objektif, valid, dan sistematis.
2. Merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus, artinya suatu penelitian selalu dapat disempurnakan lagi.
Berdasarkan jenis dan kualitas data yang ingin diperoleh, ada dua pendekatan atau metode yang lazim digunakan yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif, yaitu metode yang bersifat mengumpulkan data yang dapat diukur, seperti besarnya penghasilan, frekuensi perilaku, dan sebagainya. Terdiri dari survey, penelitian deskriptif kuantitatif, dan penelitian eksplanatif. Adapun teknik pengumpulan data yang lazim digunakan adalah angket. Metode ini mengumpulkan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang dicantumkan pada lembaran kertas atau media lain, kemudian diberikan kepada sekelompok orang untuk diisikan.
Namun dalam penelitian kali ini, kami menggunakan pendekatan atau metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif, mengutamakan segi kualitas data. Mengumpulkan data, informasi, keterangan secara terperinci mengenai obyek yang akan diteliti. Terbagi atas studi kasus, penelitian eksploratif, dan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan ada dua, yaitu wawancara (interview) dan pengamatan (observasi). Ditinjau dari pelaksanaanya, wawancara adalah pengajuan pertanyaan secara tatap muka. Kami melakukan wawancara dalam waktu satu hari dengan tiga lokasi, yaitu Stasiun Parung Panjang, Stasiun Pondok Ranji, dan Stasiun Cisauk. Karena target wawancara kami adalah Kepala Stasiun dan staff-staffnya, sebelumnya kami telah mempersiapkan surat perizinan wawancara penelitian dari kampus. Kami tidak mewawancarai Kepala Stasiun karena beliau sedang sibuk bertugas, akhirnya kami mewawancarai staff-staff nya. Kami mengajukan beberapa pertanyaan, yang jawabannya akan kami kembangkan di analisis data atauhasil penelitian. Selain staff-staff stasiun, kami juga mewawancarai beberapa warga sekita rmengenai pelayanan yang disediakan dari pihak stasiun. Karena ada beberapa warga yang tidak bersedia diwawancarai, kami memutuskan untuk melakukan pengamatan. Metode ini yaitu kami mengamati objek secara langsung perilaku para obyek penelitiannya. Pengamatan ini kami lakukan sudah jauh-jauh hari, karena kebetulan salah satu dari kami merupakan pengguna transportasi kereta api. Sehingga hasil pengamatan tersebut dapat menjadi bahan tambahan dianalisis hasil penelitian. Selain itu, kami mengkaji informasi pelayanan stasiun atau pun kereta api tersebut dari beberapa sumber bacaan. Salah satunya kami membuka situs resmi PT. Kereta Api Indonesia.
BAB II
GAMBARAN LOKASI
Kami melakukan penelitian di beberapa lokasi. Ada tiga lokasi yang kami pilih, yaitu Stasiun PondokRanji, Stasiun Cisauk, dan Stasiun Parung Panjang.
2.1. Stasiun Pondok Ranji
Kami memilih stasiun Pondok Ranji, karena pondok ranji merupakan salah satu stasiun pemberhentian untuk mahasiswa UIN Jakarta menuju kampus. Pondok Ranji merupakan stasiun kecil yang memiliki penumpang cukup banyak. Terlihat dari beberapa gambar yang kami ambil saat kami berada di sana. Terlihat dari ujung peron kanan sampai ujung peron kiri, saat jam pemberangkatan pagi peron tersebut padat dengan penumpang. Apalagi apabila terjadi keterlambatan jadwal kedatangan kereta api. Penumpang yang ingin turun saja kadang sulit, karena sudah didahulukan penumpang yang akan naik. Penumpang yang turun hanya beberapa, sedangkan yang menaiki kereta api tersebut sangat banyak. Kami memilih lokasi ini juga karena melihat petugas keamanannya ramah dan tanggap apabila ada penumpang yang butuhbantuan. Saling dorong mendorong itu hal lazim yang terjadi di dalam kereta. Kepadatan yang luar biasa terjadi biasanya apabila keterlambatan kereta. Mengenai masalah fasilitas toilet, kami mengamati toilet di sana selalu terjaga kebersihannya. Rutin penjaga kebersihan membersihkan toiletnya. Tempat ibadahnya juga cupuk nyaman. Transportasi angkutan umum menuju Stasiun Pondok Ranji cukup banyak. Tetapi disayangkan kurang nyaman, karena biasanya banyak anak punk di lingkungan sekitar. Mungkin dia memang tidak berbuat apa-apa dan hanya meminta-minta. Tetapi penampilannya yang terlihat tidak rapi menimbulkan keresahan masyarakat. Di Stasiun Pondok Ranji juga terdapat parkiran berbayar tanpa kartu multitrip. Tetapi jalanan kecil menuju parkiran tersebut menghabat dan menimbulkan kemacetan. Jalanan yang rusak dan berlubang, apabila hujan menyebabkan kebecekan. Untuk fasilitas di Stasiun Pondok Ranji sudah cukup baik, tetapi kurang adanya perlindungan di peron ujung karena tidak ada atap pelindung dari hujan. Sedangkan gerbong kereta sampai di ujung peron stasiun. Terutama gerbong khusus wanita.
2.2. Stasiun Cisauk
Stasiun Cisauk terletak di daerah Cisauk yang biasanya banyak orang mengenalnya dengan daerah debu, daerah dengan banyak kendaraan-kendaraan besar, daerah dengan proyek-proyek pasir. Namun banyak pula masyarakat yang baru tahu, bahwa di daerah Cisauk ada stasiunnya. Stasiun Cisauk merupakan stasiun kecil, namun banyak penumpangnya. Lahan parkirnya sangat luas, membuat masyarakat merasa leluasa dan aman karena ada penjaga dan pengatur parkirnya juga. Salah satu dari kami juga bertempat tinggal di sana. Lokasinya di samping jalan raya, sehingga mudah ditemui. Mengenai fasilitas, loketnya kurang banyak dan tempat tap kartu juga kurang. Karena kalau mengantri panjang mengganggu yang lain. Fasilitas kursi untuk menunggu kereta sudah cukup banyak. Pihak keamanannya kurang tersebar, biasanya mereka berkumpul di daerah loket. Sedang di peron ujung tidak ada pihak keamanan. Kamar mandinya juga kurang bersih, apalagi dicampur antara pria dan wanita. Tersedia tempat ibadah yang cukup nyaman, walaupun tempatnya tidak terlalu besar.
2.3. Stasiun Parung Panjang
Lokasinya yang terbilang di perkampungan ini ternyata merupakan stasiun penyedia kereta awal. Memang masih terbilang stasiun kecil, namun kini Stasiun Parung Panjang sedang menjalani pembangunan menuju stasiun besar. Bangunannya akan ditingkatkan, dan lahannya yang sudah luas dibenahi lebih baik lagi. Lokasinya yang dekat pasar membuat suasana bising dan kurang nyaman. Bau sampah-sampah dan sayuran ataupun buah-buah busuk selalu tercium. Jalanannya yang berlubang dan rusak juga mengganggu masyarakat yang ingin ke stasiun. Fasilitas kursi untuk menunggu kedatangan kereta hanya ada di sebagian peron. Pengamanannya juga kurang menyebar. Petugas-petugasnya juga banyak yang kurang menguasai informasi, karena masih masa pelatihan. Kurangnya loket dan tempat tap kartu juga menganggu, karena lagi-lagi gerbong khusus wanita jadi sasaran penumpang laki-laki agar turunnya langsung dekat dengan loket. Itu membuat kenyamanan penumpang wanita terganggu. Apalagi penumpang laki-laki biasanya terburu-buru, padahal ia sedang berada di gerbong khusus wanita. Seharusnya penumpang laki-laki menyadari hak orang lain pula, bukan malah bertindak sewenang-wenang. Pihak keamanannya juga harus ditingkatkan, jangan sampai hal tersebut dibiarkan terjadi. Terkait lagi dengan laporan penumpang terhadap tindakan asusila.
BAB III
ANALISIS ATAU KASUS ATAU MASALAH YANG DIKAJI
Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakasai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.
Sebagai perusahaan yang mengelola perkeretaapian di Indonesia, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) telah banyak mengoperasikan KA penumpangnya, baik KA Utama (Komersil dan Non Komersil), maupun KA Lokal di Jawa dan Sumatera, yang terdiri atas:
- KA Eksekutif
- KA Ekonomi AC
- KA Bisnis
- KA Ekonomi
- KA Campuran
- KA Lokal
- KRL
Visi dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang fokus pada pelayanan pelanggan dan memenuhi harapan stakeholders.
Misi dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah menyelenggarakan bisnis perkeretaapian dan bisnis usaha penunjangnya, melalui praktek bisnis dan model organisasi terbaik untuk memberikan nilai tambah yang tinggi bagi stakeholders dan kelestarian lingkungan berdasarkan 4 pilar utama: Keselamatan, Ketepatan Waktu, Pelayanan, dan Kenyamanan.
Adapun 5 Nilai Utama yang terdapat pada Budaya Perusahaan PT. KAI adalah:
a. Integritas
Insan PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai kebijakan organisasi dan kode etik perusahaan. Memiliki pemahaman dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan dan etika tersebut dan bertindak secara konsisten walaupun sulit untuk melakukannya.
b. Profesional
Insan PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) memiliki kemampuan dan penguasaan dalam bidang pengetahuan yang terkait dengan pekerjaan, mampu menguasai untuk menggunakan, mengembangkan, membagikan pengetahuan yang terkait dengan pekerjaan kepada orang lain.
c. Keselamatan
Insan PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) memiliki sifat tanpa kompromi dan konsisten dalam menjalankan atau menciptakan sistem atau proses kerja yang mempunyai potensi resiko yang rendah terhadap terjadinya kecelakaan dan menjaga aset perusahaan dari kemungkinan terjadinya kerugian.
d. Inovasi
Insan PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) selalu menumbuh kembangkan gagasan baru, melakukan tindakan perbaikan yang berkelanjutan dan menciptakan lingkungan kondusif untuk berkreasi sehingga memberikan nilai tambah bagi stakeholder.
e. Pelayanan Prima
Insan PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) akan memberikan pelayanan yang terbaik yang sesuai dengan standar mutu yang memuaskan dan sesuai dengan standar mutu yang memuaskan dan sesuai harapan atau melebihi harapan pelanggan dengan memenuhi 6 unsur pokok: Ability (Kemampuan), Attitude (Sikap), Appearance (Penampilan), Attention (Perhatian), Action (Tindakan), dan Accountability (Tanggung Jawab).
Berdasarkan latar belakang yang telah kami paparkan di bagian pendahuluan, masih ditemukannya kekurangan dalam segi pelayanan publik di masyarakat. Layanan transportasi kereta api tersebut, belum sepenuhnya berjalan sesuai apa yang diharapkan. Kami melakukan studi kasus di beberapa stasiun kereta api dan mewawancarai beberapa pihak. Kami melakukan studi kasus di tiga stasiun, yaitu Stasiun Parung Panjang, Stasiun Cisauk, dan Stasiun Pondok Ranji. Kami menganalisa studi kasus ini dengan mewawancarai beberapa narasumber dari pihak PKD, pengguna transportasi kereta api, dan bukan pengguna transportasi kereta api. Berikut adalah penjabaran dari masing-masing lokasi penelitian kami.
3.1 Stasiun Parung Panjang
A. Pihak Pengelola Stasiun
Di stasiun Parung Panjang, awalnya kami akan mewawancarai Kepala Stasiun. Tetapi karena sedang ada gangguan, kami menunggu untuk beberapa waktu. Namun akhirnya, pihak stasiun lain mengabarkan bahwa Kepala Stasiun tidak dapat menerima tamu karena sedang sibuk membenahi gangguan tersebut. Akhirnya kami putuskan untuk mewawancari pihak stasiun yang lain dengan melakukan wawancara. Kami mengajukan beberapa pertanyaan. Pertama, kami mewawancarai petugas bagian administrasi. Mumu Mugni, salah satu petugas administrasi stasiun parung panjang lahir di Majalengka tanggal 14 Oktober 1990. Ia tinggal di daerah Depok. Ia bekerja dibagian administrasi baru satu bulan pelatihan. Di san ia bertugas bagian ticketing. Sebelumnya ia bekerja di bagian Pelaksana Pelayanan Kereta Api (PPKA). Tugasnya bagian ticketing, merupakan pelayanan bagi penumpang seperti pembatalan tiket. Pelayanan mas Mugni ini merupakan pelayanan bagian dalam. Ia tidak melayani secara langsung atau tatap muka dengan penumpang, melainkan melakukan tugas sesuai perintah petugas ticketing yang melayani langsung penumpang. Karena baru pelatihan satu bulan, ia merasa pelayanannya belum maksimal. Ia berharap pelayanan darinya membuat masyarakat merasa nyaman, tanpa adanya keluhan-keluhan. Kalaupun ada, masih bias diatasi. Selain petugas bagian administrasi, kami juga mewawancari passanger service. Passanger service bertugas untuk melayani segala permasalahan yang dialami penumpang. Kendalanya, petugas tersebut sama seperti petugas administrasi yang diwawancarai pertama. Ia baru bekerja dua bulan. Anis, salah satu petugas passanger service, lahir di Boyolali tanggal 22 Juli 1997. Satu bulan pertama bertugas di bagian loket. Ia bekerja melayani langsung penumpang. Berdasarkan pengalaman, ia pernah mendapat teguran atau aduan dari seorang wanita yang tidak terima karena ada seorang lelaki masuk ke gerbong wanita lalu bokongnya disentuh. Hal terserbut masih belum bias dipastikan, karena posisinya gerbong penuh. Bisa saja tersentuhnya dengan tidak sengaja. Tapi sisi lain, tidak ada pihak PKD atau keamaan berada di dalam gerbong. Kesalahan fatal pertama, yaitu ada lelaki yang masuk di gerbong wanita. Dalam gerbong tidak ada PKD atau pihak keamanan. Hal tersebut tentu mengganggu kenyamanan penumpang wanita. Sudah terpampang jelas, bahwa gerbong tersebut khusus wanita tanpa terkecuali. Berdasarkan pengamatan, laki-laki masuk ke gerbong wanita karena posisi loket keluar dekat dengan pintu gerbong wanita.Akhirnya, agar lebih mudah dan cepat keluar, penumpang lelaki lainnya pindah ke gerbong wanita. Yang tadinya wanita di sana merasa aman, karena hal tersebut jadi merasa terusik dan tidak nyaman. Petugas passanger service, selanjutnya melaporkan kepada pihak pengawas keamaan agar keamanan di setiap gerbongnya ditingkatkan agar mengurangi kecemasan penumpang wanita. Selain itu, masalah keterlambatan kereta juga merupakan kejadian yang banyak mendapat teguran dari penumpang kereta api. Keterlambatan kereta juga menyebabkan menumpuknya penumpang. Banyak yang memaksakan diri untuk masuk ke gerbong yang sebenarnya sudah penuh. Alasan tersebut karena waktu. Karena pengguna kereta rata-rata seorang pekerja dan pelajar yang jam masuknya sudah ditentukan.
B. Penumpang Kereta Api di Stasiun Parung Panjang
Selain petugas, kami juga mewawancarai salah seorang penumpang kereta api di Stasiun Parung Panjang. Agung Aris Wicaksono, taruna STTD Bekasi yang tinggal di daerah parung panjang dan rutin menggunakan kereta api untuk berpergian. Menurutnya, pelayanan di Stasiun Parung Panjang sudah cukup baik. Namun, karena sedang ada pembangunan di stasiun tersebut menjadi kurang nyaman. Selain itu, tempat duduk untuk menunggu kereta juga kurang. Hanya terdapat di beberapa peron, Sedangkan ada di salah satu peron yang benar-benar tidak ada tempat duduk untuk menunggu. Alhasil, para penumpang yang menunggu kedatangan kereta hanya bisa menunggu sambil duduk di
bawah tiang-tiang penyangga, atau jongkok saja. Itu terlihat tidak nyaman.Masalah petugas keamanannya juga kurang. Berdasarkan pengamatan saat melakukan penelitian sembari wawancara tersebut. Kami sulit menemukan petugas PKD untuk mencari informasi kedatangan kereta. PKD hanya ada beberapa saja, dan itu pun bertugasnya tidak menyebar. Informasi yang didapat juga kurang jelas. Terlihat saat kami mengajukan pertanyaan mengenai jadwal kedatangan kereta api, petugas terlihat bingung. Itu berarti petugas kurang menguasai informasi. Seharusnya, petugas dapat menguasi informasi dan memberikan infonya secara lengkap, jelas dan tegas kepada penumpang. Saat ada gangguan, petugas keamanan juga tidak dapat memastikan kapan pulihnya gangguan tersebut. Pihak keamanan berkata, bahwa informasi tersebut dapat diperoleh dari operator stasiun. Kepastian tidak dapat diberikan, karena gangguan yang terjadi tidak menentu. Operator hanya menyampaikan bahwa adanya keterlambatan kereta akibat gangguan listrik. Setelah itu pihak teknis lainnya yang bertugas untuk menangani gangguan tersebut. Pihak-pihak stasiun memiliki tugas masing-masing dan saling berkoordinasi demi kenyamanan pelayanan terhadap masyarakat. Terutama, Stasiun Parung Panjang merupakan salah satu stasiun besar yang menyediakan kereta awal. Selain itu, terlihat pula pihak kebersihan melakukan tugasnya dengan baik. Petugas-petugas membersihkan lingkungan sekitar. Tidak hanya di dalam kereta, dan di peron-peron saja tetapi di dekat rel perlintasan kereta api juga dibersihkan. Karena tidak sedikit pula masyarakat yang membuang sampah ke sana, padahal tempat sampah sudah disediakan.
3.2 Stasiun Cisauk
A. Pihak Pengelola Stasiun
Kami mewawancarai PKD, Bapak Hudi Yadi. Tugas PKD yaitu mengamankan dan melayani setiap penumpang yang membutuhkan bantuan. Beliau bekerja selama 4 tahun. Beliau lahir di Lebak tanggal 24 September 1984. Kini beliau tinggal di daerah Rangkas. Selama bekerja 4 tahun ini, beliau sudah merasa maksimal dalam melaksanakan tugasnya. Namun tetap saja masih banyak teguran-teguran dari masyarakat. Tidak hanya menerima teguran-teguran dari masyarakat, beliau juga harus berani menegur penumpang yang tidak disiplin. Misalnya ada masyarakat yang berjalan melalui rel. Itu merupakan kesalahan yang berakibat fatal. Peron sudah disediakan, mengapa tidak melalui jalur yang sudah disediakan. Tugas PKD mengamankan, jika tidak ditegur maka tidak ada yang tidak mungkin kecelakaan bisa saja terjadi dan itu merupakan tanggung jawab PKD. Segala aturan yang ada, dimana pun itu harus didasari pada kesadaran individu masing-masing. Setiap peraturan pasti ada manfaatnya dan apabila dilanggar pasti akan ada sanksi atau balasannya. Melalui pengamatan, PKD selalu tanggap dalam melayani masyarakat, baik itu ticketing, membantu penumpang yang ingin menyebrang antar peron, dan memberikan informasi seputar jadwal kedatangan kereta api. Namun tidak menutup kemungkinan, ada pula petugas yang kurang tanggap. Mereka hanya berdiri mengamati tanpa bertindak, biasanya PKD tidak mengetahui bahwa ada masyarakat yang seharusnya duduk di kursi prioritas. Sebenarnya ini merupakan tugas semua penumpang. Kembali lagi kepada kesadaran diri masing-masing. Mungkin petugas tersebut memang benar-benar tidak melihat, terutama apabila kondisi gerbong sedang penuh. PKD juga selalu mengingatkan agar penumpang berhati-hati saat menunggu kereta. Misalnya membunyikan pluit apabila ada masyarakat yang saat menunggu kereta terlalu dekat dengan garis kuning, karena itu mengancam keselamatan penumpang pula. Pengamanan selalu diperketat, karena Stasiun Cisauk ini merupakan stasiun kecil namun penumpangnya cukup banyak.
Lahan parkir yang cukup luas dan ketergantungan penumpang terhadap tukang parkir kadang sewenang-wenang. Banyak masyarakat yang parkir seenaknya dengan alasan terburu-buru. Hal tersebut memang tidak terlalu dimasalahkan karena itu merupakan tugas keamanan parkiran yang merapikan parkir.
B. Penumpang Kereta Api di Stasiun Cisauk
Kami mewawancarai beberapa penumpang di stasiun Cisauk, salah satunya ibu Euis. Beliau tinggal di daerah Cisauk. Beliau rutin menggunakan transportasi kereta api saat pergi bekerja. Beliau bekerja di Jakarta Selatan. Beliau lahir di Tasikamalaya tanggal 27 Mei 1969. Beliau bekerja sudah cukup lama, juga menggunakan kereta api. Mulai dari kereta api ekonomi dan relnya masih satu buah, hingga sekarang kereta api ber AC dan relnya sudah ada beberapa. Menurutnya, pelayanan di Stasiun Cisauk ini sudah membaik dari yang sebelum-sebelumnya. Terutama dari pihak keamanan atau pihak PKD yang selalu tanggap apabila ada penumpang yang belum mengetahui cara mentap kartu untuk masuk ke stasiun, juga mengenai jadwal kedatangan kereta. Namun sering kali, akhir-akhir ini terjadi keterlambatan kereta. Pihak PKD menyampaikan bahwa keterlambatan kereta tersebut karena gangguan wesel, atau perpindahan rel. Hal tersebut membuat penumpang menunggu lama dan volume penumpang membludak. Keterlambatan kereta merupakan faktor terjadinya keterlambatan penumpang juga terutama bagi pelajar dan pekerja-pekerja. Selain keterlambatan kereta, juga adanya gangguan yang mengakibatkan ketidaktersediaannya kereta api di stasiun tersebut. Namun biasanya informasi yang disampaikan selalu keliru. Dapat diambil contoh, saat stasiun Parung Panjang mengalami gangguan yang mengakibatkan kereta yang tersedia di Parung Panjang tidak dapat berjalan ke stasiun-stasiun lainnya, akhirnya diinformasikan oleh operator stasiun berikutnya. Informasi tersebut tentu membuat penumpang resah dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan stasiun dan menggunakan transportasi lain, atau pindah ke stasiun yang menyediakan kereta, misalnya stasiun Serpong. Informasi yang disampaikan biasanya tidak akurat, dan sebenarnya belum pasti tetapi malah diumumkan. Sebenarnya gangguan tersebut bisa diatasi dan penumpang hanya dapat menunggu dalam beberapa waktu saja. Namun karena kesalahan informasi, penumpang merasa tidak nyaman dan merasa dipermainkan mengenai informasi yang diberikan. Seharusnya, operator harus memastikan dari operator stasiun lain bahwa gangguan tersebut pastinya seperti apa dan bagaimana, baru jika benar-benar sudah pasti diinfokan kepada penumpang. Selain itu, permasalahan yang sama seperti di stasiun Parung Panjang juga terjadi di stasiun Cisauk yaitu tentang gerbong khusus wanita. Seharusnya PKD tidak mengizinkan penumpang laki-laki untuk pindah gerbong saat mendekati stasiun Cisauk, karena di gerbong wanita merasa tidak nyaman. Penumpang laki-laki yang pindah gerbong, tidak hanya satu atau dua orang tetapi segerombolan orang.Itu sangat tidak nyaman. Bagi saya, petugas kurang konsisten terhadap apa yang telah disediakan.
3.3 Stasiun Pondok Ranji
A. Pihak Pengelola Stasiun
Di Stasiun Pondok Ranji, awalnya kami mencoba untuk langsung mewawancarai pihak Kepala Stasiun. Kebetulan Kepala Stasiun tersebut ada dan seorang PKD membantu kami untuk meminta izin beliau. Ternyata surat pengantar yang kami bawa dari Dekan masih belum bisa membawa kami ke Kepala Stasiun untuk melakukan wawancara. Akhirnya kami memutuskan untuk langsung mewawancara salah seorang PKD di sana. Muhammad Arif Nur Salim, seorang PKD yang sudah 5 bulan bekerja di Stasiun Pondok Ranji mengemukakan apa-apa saja pelayanan yang ada di Stasiun Pondok Ranji. Tugas wajib yang beliau harus jalankan antara lain:
1. Mengamankan penumpang di jalur penyebrangan.
2. Mengantisipasi adanya keributan antar penumpang.
3. Mencegah terjadinya kecopetan.
4. Mengamankan penumpang dari sambaran kereta.
5. Menginformasikan kepada penumpang posisi kereta.
6. Mengingatkan penumpang akan larangan-larangan yang ada di area stasiun. Contohnya: larangan merokok
Selain tugas wajib yang diatas, terkadang juga ada tugas tambahan yang harus dijalankan oleh para PKD. Seperti contoh, bilamana ada utusan dari pihak Kepala Stasiun untuk penggusuran tanah yang berkaitan dengan PT. KAI, para PKD akan bergerak sekaligus mengamankan, dan mengarahkan warga untuk cepat mengosongkan lahan tanah.
Di Stasiun Pondok Ranji, PKD berjumlah 6 orang. Ada 2 pembagian waktu kerja yaitu shift pagi dan shift malam. 1 x shift 12 jam. Shift pagi dimulai dari pukul 07.00 – 19.00 WIB. Shift malam dimulai dari 19.00 – 07.00 WIB.
Kami memperhatikan bagaimana PKD di Stasiun Pondok Ranji ini bekerja. Pada saat penumpang kekurangan informasi, dengan inisiatifnya, PKD langsung menghampiri dan menawarkan bantuan apa yang bisa ia berikan. Pada saat PKD di sini ditanya mengenai posisi keretapun mereka bisa menjawab dan bisa membantu para penumpang yang kekurangan informasi. Selalu ada di penyebrangan jalur kereta api. Kami melakukan wawancara di sela-sela jam kerja PKD, tetapi pada saat kereta ingin lewat atau ada yang bertanya kepada PKD, PKD langsung sigap melayani para penumpang. Istilahnya, pelayanan yang maksimal kepada penumpang adalah prioritas mereka. Posisi para PKD pun menyebar jadi para penumpang dengan mudahnya menemukan PKD. Pelayanan dari PKDnya sendiri sudah maksimal. Tetapi biasanya, masalah datang dari masyarakat yang belum bisa mentaati peraturan yang ada. Seperti contohnya masih adanya yang merokok di area stasiun. Prinsip dasar yang dikemukakan PKD disini ada tiga yaitu: aksi, respon, respect.
Fasilitas di Stasiun Pondok Ranji sudah terpenuhi. Seperti musholla, toilet, charger gratis, air dan denah. Untuk masalah parkir, di Stasiun Pondok Ranji sudah diterapkan memakai kartu khusus. Jadi jika ingin masuk ke wilayah Stasiun Pondok Ranji, diwajibkan memiliki kartu tersebut. Hal ini menurut kami bagus karena sekaligus menyortir kendaraan yang suka parkir sembarangan. Dengan adanya sistem ini, Stasiun Pondok Ranji terlihat lebih rapi dan elite.
Hambatan yang dialami PKD dalam mengerjakan tugas datang seperti complain dari masyarakat mengenai keterlambatan kereta. Juga pelayanan kasir yang pergerakannya lambat. Masalah keterlambatan kereta, itu datang dari gangguan sinyal dan juga wesel (pergantian jalur kereta) yang bermasalah. PKD hanya bisa menanggapi para penumpang yang mengeluh dengan sebisa mungkin memberikan informasi yang ada.
Untuk masalah kecelakaan, di Stasiun Pondok Ranji belum ada dan jangan sampai terjadi. Sebagai petugas harus sadar diri akan tanggung jawab dari pekerjaan.
B. Penumpang Kereta Api di Stasiun Pondok Ranji
Kami mewawancarai dua penumpang kereta api yang hampir tiap hari menggunakan kereta api sebagai transportasi. Yang pertama adalah Dita Devita Sari. Dita adalah seorang mahasiswi yang tinggal di Rempoa dan berkuliah di Universitas Pancasila, Depok. Biasanya ia berangkat pukul 5.20 WIB dan pulang sekitar jam 14.00 – 21.00 WIB. Ia telah menggunakan kereta api sebagai transportasi selama 5 bulan. Selama 5 bulan, ia telah merasakan pelayanan yang ada di Stasiun Pondok Ranji. Menurutnya, para petugas yang bekerja di sini kurang ramah. Mereka baru ramah dan memberikan senyuman jika disapa duluan. Dari segi pelayanan langsung dari PKD, menurutnya masih belum maksimal. Menurut Dita, petugas harus lebih ramah walaupun ada penumpukan penumpang. Para petugas harus lebih ramah agar penumpang yang juga sudah kesal tidak merasa semakin kesal. Setidaknya dengan keramahan petugas, bisa mengurangi rasa kesal yang ada di penumpang. Kurangnya keramahan para petugas masih dikaitkan dengan pihak stasiun yang belum bisa menjadikan para petugas melayani dengan keramahan.
Tetapi dari awal saudari Dita menggunakan transportasi kereta, pelayanannya sudah meningkat. Karena adanya kartu e-money jadi mempermudah ia untuk mendapatkan akses masuk. Jadi ia bisa menyingkat waktu dengan tidak mengantri membeli karcis. Gerbong kereta sudah cukup banyak. Fasilitas dalam kereta pun sudah cukup baik karena ada pendingin ruangan dan nyaman.
Ada satu hal yang sangat tidak disukai saudara Dita mengenai pelayanan kereta yaitu masalah keterlambatan kereta yang membuatnya merasa pelayanannya masih kurang.
Yang kedua adalah salah satu pengguna commuter line yang bernama Lintang, ia adalah mahasiswi yang setiap harinya pulang dan pergi kuliah menggunakan kereta api, biasanya dia menggunakan kereta api untuk pergi ke kampusnya yang berada di Bekasi. Lintang sudah menggunakan kereta api sebagai alat transportasi lebih dari satu tahun.
Menurutnya pelayanannya dari petugas sudah cukup baik, tetapi belum maksimal. Terkadang petugasnya kurang tegas terhadap penumpang-penumpang yang terkadang 'nakal'. Dan termasuk lamban dalam memberikan informasi tentang kereta dan jadwalnya.
Pelayanan yang Lintang harapkan kedepannya harus semaksimal mungkin dan lebih baik dari yang sudah ada, dan juga petugas-petugasnya harus cekatan dan cepat dalam merespon atau memberikan info yang dibutuhkan oleh penumpang, yang kurang mengerti akan sistem commuter line itu sendiri. Kurangnya pelayanan yang ia rasakan itu menuurutnya dari pihak stasiunnya karena sering sekali terlambat memberikan informasi. Untuk pelayanan yang saya rasakan selama ini, standar, tidak ada penurunan maupun peningkatan kualitas pelayanan dari petugas itu sendiri.
BAB IV
KESIMPULAN
Pelayanan publik di masyarakat atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari masing-masing lokasi dan narasumber penelitian, stasiun ataupun kereta api merupakan layanan transportasi masyarakat. Di dalamnya juga terdapat pelayanan lainnya, seperti pengamanan, penjaga loket dan lain-lain. Pelayanan tersebut biasanya sudah direncanakan dan mempunyai target tersendiri. Namun tentu tanpa adanya teguran atau kritik dari masyarakat, pelayanan tidak akan menjadi lebih baik lagi. Kritik dan teguran dari masyarakat mengenai pelayanan merupakan salah satu pembenahan diri bahwa pelayanan yang disediakan itu masih kurang dan harus ditingkatkan. Koordinasi yang baik juga harus terjalin antar petugas, demi menjalani pelayanan yang baik pula. Harapan untuk kedepannya, yang terpenting adalah tingkat keamanannya. Rata-rata teguran atau kritik dari masyarakat berupa teguran mengenai kemanan. Hal tersebut guna mengurangi kejadian-kejadian buruk yang tidak diinginkan. Berdasarkan teori Weber, mengenai tindakan social juga terkait dengan masyarakat yang bertindak kritis atas apa yang terjadi.
Selain adanya petugas-petugas pelayanan, masyarakat juga harus mengetahui aturan-aturan yang berlaku. Selain teguran untuk petugas, ada juga teguran untuk penumpang kereta api. Karena tak jarang pula ada penumpang yang tidak menggunakan tiket dengan sebaik mungkin. Misal, dia membeli tiket untuk menaiki Commuter Line, tetapi malah menaiki kereta ekonomi. Ketentuan yang telah berlaku malah dilanggar, oleh karena itu penumpang yang melanggar akan mendapatkan sanksi. Ada pula penumpang yang berjalan di peron sewenang-wenang, seperti berjalan di depan garis kuning yang sebenarnya itu merupakan garis aman. Ada pula penumpang yang membuang sampah sembarang padahal sudah disediakan tempat sampah di sekitar. Selain itu, ada pula yang menyebrang rel padahal kereta sudah dekat.
Oleh karena itu, mengenai pelayanan masyarakat, masyarakat juga harus mentaati peraturan yang ada dan pelayan-pelayan masyarakat harus dapat menangani dan memecahkan masalah yang ada serta meningkatkan pelayanannya.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Damanik, Fritz H.S. 2006. Seribupena Sosiologi. Jakarta: Erlangga
BAB VI
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar