Selasa, 18 Desember 2012

Umi Kulsum_Lap6_Konflik lahan_Jurnalistik1A

Konflik Lahan Timbulkan Masalah untuk Masyarakat Adat


Umi Kulsum

1112051100003

Jurnalistik 1A

       I.            Latar Belakang

            Dalam sepuluh tahun terakhir, berbagai konflik seputar perebutan tanah adat banyak bermunculan, dipenelitian terakhir atau penelitian yang ke 6 ini saya mencoba menganalisis mengenai Konflik Lahan menimbulkan masalah untuk masyarakat adat yang merugikan banyak pihak, sebetulnya masalh ini selalu berlarut larut karena kedua belah pihak yang tidak bisa menyelesaikannya dengan baik. Partisipasi masyarakat adat penting dilakukan misalnya dalam pemetaan tanah. Langkah ini dinilai efektif karena mampu meminimalisir terjadinya konflik antar suku maupun konflik dengan pihak lain seperti swasta atau pemerintah atas klaim kepemilikan tanah adat.

    II.            Pertanyaan Pokok

Bagaimana cara penyelesaian konflik Lahan Timbulkan Masalah untuk Masyarakat Adat?

 

 III.            Metode Penelitian

Dalam pembahasan penelitian ini saya menggunakan metode kualitatif. Hal ini bertujuan agar informasi yang saya dapatkan lebih mudah untuk dipahami dan untuk memperjelas sebuah informasi. Metode kualitatif mengandalkan dalam pengumpulan data dari narasumber  misalkan  biografi  narasumber, dan awal perjuangan hingga sukses saat ini. Metode ini lebih fleksibel dan mudah dibandingkan metode kuantitatif mengandalkan dalam pengumpulan angka yang harus teliti metode ini sangatlah rumit.

 

 IV.            Gambaran Objek

Sebuah kelompok masyarakat adat Bonokeling menyelenggarakan prosesi unggah-unggahan di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah. Ini dikarenakan untuk mensosialisasikan penyelesaian konflik yang sedang terjadi dengan masyarakat adat. Konflik lahan yang menimbulakan sebuah masalah baru dan melibatkan masyarakat adat.

 

 

    V.            Analisis

Sebuah kelompok masyarakat adat Bonokeling menyelenggarakan prosesi unggah-unggahan di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah.

Partisipasi masyarakat adat penting dilakukan misalnya dalam pemetaan tanah. Langkah ini dinilai efektif karena mampu meminimalisir terjadinya konflik antar suku maupun konflik dengan pihak lain seperti swasta atau pemerintah atas klaim kepemilikan tanah adat.

                Partisipasi ini juga mampu menjadi alat advokasi dalam mempertahankan hak-hak masyarakat adat. "Oleh sebab itu penting bagi pemimpin suku mendorong masyarakatnya untuk melakukan pemetaan lahan secara partisipatif," kata Direktur Sekolah Pascasarjana UGM Hartono, Senin (29/10), di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

                 Ia memaparkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ini berbagai konflik seputar perebutan tanah adat banyak bermunculan. Hal ini disebabkan karena belum adanya batas-batas lahan yang jelas dan tegas. Tak hanya itu, pembukaan lahan untuk kepentingan industri baik pertambangan maupun perkebunan turut menjadi pemicunya.

Budiawan, Staf Pengajar Kajian Media dan Budaya Populer Sekolah Pascasarjana UGM menambahkan, masyarakat adat di berbagai wilayah Indonesia tidak hanya dihadapkan pada konflik perebutan lahan. Mereka pun juga dihadapkan posisi mereka juga semakin terpinggir di tengah modernisasi.

"Masyarakat adat semakin terpinggir posisinya, tapi di sisi lain mereka semakin lantang menyuarakan kepentingannya. Ini terlihat dengan dibentuknya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang muncul sebagai forum untuk menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi mereka," jelasnya.

Menurut Budiawan, masyarakat adat tidak hanya semakin tersisih, kontribusi mereka dalam pembangunan juga sangat minim. "Masyarakat adat baru diposisikan sebagai komoditas pariwisata bagi pemerintah dan belum banyak dilibatkan dalam pembangunan," kata Budiawan.

Melihat kompleksitas yang dialami masyarakat adat Indonesia, maka itu penting dilakukan partisipasi masyarakat adat dalam berbagai hal.
(Olivia Lewi Pramesti)

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini