DESA: RETROSPEKSI KE-1800MENUJU PROSPEK 2030
S.M.P Tjondronegoro
ADIATMA
1110054000035
Sosiologi Pedesaan
Melakukan kilas balik atas pembangunan desa tentu sangatlah mudah di bandingkan dengan mendeskripsikan prospek desa, karena sedikit banyak mengenai masa lampau terdapat kisah dan hasil laporan tertulis, sedangkan untuk menerawang hari masa depan bisa mimpi bila data dan informasi untuk rendy Study masih sangat kurang.
Sampai dewasa ini pun, walau dikatakan negara Indonesia dicatat sebagai berkembang dengan proses urbanisasi cepat sekitar 60% penduduk masih tinggal di daerah pedesaan. Proyeksi-proyeksi yang di susun sampai tahun 2030 tidak terlalu memperhatikan peranan dan nasib penduduk pedesaan itu.
Berdasarkan kilas-balik menerawang sampai tahub 2030 ini perlu dikemukakan bahwa penulis belum turut mempertimbangkan faktor-faktor budaya dan sifat-sifat bangsa dalam analisa dan alur pikir ini. Pertimbangannya ialah agar proses dapat lebih dipahami berdasarkan faktor-faktor yang obyektif.
Desa
Desa sejak zaman penjajahan zaman belanda, bahkan sejak pemerintahan Sir Stamford Raffles (1811-1816) adalah istilah yang mengandung pengertian "komunitas dan wilayah" di pedesaan dan Madura. Kedua pulau inilah yang paling lama dan secara insentif diatur dan diperintah oleh pemerintah jajahan selama satu abad (1830-1945). Sebelumnya ada dominasi V.O.C (1602-1799) dan pengaruh inggris.
Ditahun 1895 diperkirakan ada 30.000 desa di Jawa dan Madura yang berpenduduk 21.237.031 orang (Regerings Almanak, 1895), walaupun sekitar 409.216 orang sudah tinggal di ibu kota masing-masing wilayah. Berarti kurang lebih 19,2% sudah dapat di golongkan penduduk kota. Bila di rata-ratakan penduduk desa berjumlah sekitar 609 orang. Perubahan-perubahan desa yang dapat terjadi, di luar kesultanan dan per-desa kesunanan, sudah di rekam dalam sejenis" lembaran negara" (Bijbladen). Yang penting adalah bahwa wilayah desa, sumber air dan wilayah hutan setiap desa dicatat luas maupun jumlahnya. Hak untuk mengatur "rumah tangga desa" (sejenis otonomi) sudah di akui berdasarkan peraturan pemerintah (Regerings Reglement) pasal 71, walapun ini tidak berlaku untuk wilayah perkebunan besar akibat Cultuur Stelsel dan Erfpacht.
Didaerah yang lebih terbataas terdapat bentuk Matriarchaat, dimana keturunan perempuan yang menentukan, seperti misalnya di minang kabau, krinci, semendo (pegunungan palembang) dan beberapa suku di Indonesia bagian timur. Pernikahan antara suku (Exogamie) pada umumnya berlaku yang lebih mudah mnumbuhkan suatu bangsa, tetapi di beberapa suku juga masih terdapat larangan menikah di luar suku (Endogamie).
Sejak periode 1919 (Bijblad no. 9308) pemerintah hindia belanda mengeluarkan peraturan di Jawa dan Madura, dengan pengecualian kerajaan di jawa tengah, tentang penggabungan dan pemecahan (pemekaran) desa berdasarkan pertimbangan administratif atau ekonomi. Hal ini walaupun tidak menimbulkan tantangan terbuka, tidak pula di sambut dengan baik oleh penduduk, karena seakan memecah hubungan sosial yang akrab.
Bentuk demikian setelah republik indonesia berdiri praktis tidak tersisa, karena resminya walaupun desa di beri otonmi, semua berada dibawah departemen dalam negeri, lebih-lebih setelah di pertegas dengan UU no. 5 / 1979 tentang pemerintahan desa. Tindakan pemerintah orde baru ini di latar belakangi oleh keinginan menyeragamkan struktur administrasi pemerintah sampai kepedesaan, tetapi oleh berbagai komunitas adat juga diraskan sebagai turut campur (Intervensi) pemerintah pusat yang terlalu jauh.
Segera setelah proklamasi R.I struktur pemerintah yang mengatur dan membina daerah pedesaan di ubah. Dahulu ada ;
Dual Structure
|
Single Structure
|
Gouverneur (Belanda)
|
Provinsi
|
Resident (Belanda)
|
Karasidenan
|
Bupati/Rgent
|
Kabupaten/Regent schap
|
Assistent Resident (Belanda)
|
Kabupaten/Regent schap
|
Wedana Controleur (Belanda)
|
Kawedanan
|
Assistent Wedana
|
Kecamatan
|
Lurah/Kepala Desa
|
Desa
|
Setelah struktur diubah karena "dual structure" ditiadakan kita kenal hierarki sebagai berikut sampai sekarang. Menurut istilah Belanda "Inlands Bestuur" disederhanakan dibawah R.I sejak R.I (1979) kitamengenal struktur sebagai
Pejabat
|
Wilayah
|
Gubernur
|
Provinsi
|
Bupati/Wilayah Kota
|
Kabupaten/Kota
|
Camat
|
Kecamatan
|
Lurah/Kepala Desa
|
Kelurahan/Desa
|
Sejak perubahan tersebut yang tersisihkan adalah Wedana, karena Kewedanan ditiadakan dan wedana menjadi wakil bupati (tanpa daerah). Demikian pula kedudukan sepeti Resident dan Kontrolir yang dahulu dipegang oleh orang Belanda ditiadakan.
Penduduk
Dalam priode baru keadaan penduduk Indonesia pada umumnya memang membaik. Walaupun pertumbuhannya masih di atas 2% tetapi antara tahun 1971 dan 2000 Total Fertility Rate (TFR) menurun (2,2)%. Angka kematian bayi (IMR) dari 145 (1971 sampai 52 (2000) di semua provinsi. Pertambahan penduduk tanpa terkecuali di semua provinsi meningkat, sehingga rata-rata mencapai 110 orang/km (2000) dari 62 orang /km (1971). Keseluruhan penduduk indonesia bertambah dari 118.368.000 (1971) menjadi 210.439.000 (2000), sehingga dengan presentase pertumbuhan 1,2%setahun, masuk di akal sekarang penduduk Indonesia berjumlah sekitar 220.000.000. (2006)
Menurut World Indicators 2006 Bank Dunia, 85% pekerja Indonesia dapat di serap dalam angkatan kerja (15-64 tahun)dalam tahun 2004. Mungkin dengan jumlah pengangguran yang meningkat presentase berkurang. Mungkin ada kaitan dengan jumlah kemiskinan yang menurut ukuran "dibawah US $ 2,00 sehari (Bank Dunia) mencapai 100 juta orang.
Jenis pekerjaan yang banyak pengangguran semu dan kaum miskin yang tergolong angkatan kerja sering tidak prodiktif (pengemis, perantara/calo, pengamen, pak ogah dan tukang parkir) misalnya banyak yang tidak produktif dan sekedar bersifat pemberi jasa. Artinya sekitar 15% atau beberapa puluh juta tidak terserap sebagai tebaga kerja produktif, dengan sedikit pensiunan. Berarti bahwa mereka potensial dapat menunjang pembangunan, bila masyarakat (pemerintah dan swasta) juga berhasil menciptakan kesempatan kerja, sekitar 2jt setiap tahun. Dengan pengangguran semu yang cukup besarsegala ujian usaha pembangunan akan terhambat juga.
Tentang proses urbanisasi juga dapat dikemukakan bahwa kecenderungan terus meningkat terbukti. Hasil sensus BPS tahun 1990 menunjukan angka-angka sebagai berikut :
Tahun
|
1990
|
2005
|
Kota Besar (>1 juta penduduk)
|
8,6 juta
|
13,1 juta
|
Kota Sedang (500.000-1 juta penduduk)
|
6,7 juta
|
10,9 juta
|
Kota Kecil (>500.000 penduduk)
|
3,7 juta
|
7,3 juta
|
Artinya rata-rata pertumbuhan 50% dalam 15 tahun. Sekarang diperkirakan penduduk kota di Indonesia mendekati atau sekitar 40%, tahun pada tahun 2030 di ramalkan sudah melebihi 50% dari kira-kira278 juta.
Menurut World Development Indicators Bank Dunia (2006; h.46) penduduk Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara Asia lain menunjukan angka-angka sebagai berikut :
Negara
|
Tahun 2004
|
Tahun 2020
|
Indonesia
|
217.600.000
|
255.000.000
|
India
|
1.097.700.000
|
1.332.000.000
|
R.R Cina
|
1.296.200.000
|
1.423.900.000
|
Malaysia
|
24.900.000
|
31.500.000
|
Komunitas Adat
Heterogenitas komunitas adat paling jelas dideskripsikan dalam buku prof. Koentjoroningrat (1964) dan disana dapat dibaca bahwa komunitas adat tinggal diwilayah yang sebutannya berbeda-beda.
Untuk tempat-tempat tinggal bebagai suku di luar Jawa dan Madura istilah kampung lebih sering kita dengar dan kita baca, walaupun kecuali desa (Jawa), terdapat banjar (Bali), nagari (minangkabau), gampang (Aceh), dan sebagainya.
Ddidaerah yang penduduknya agak jarang mungkin luas wilayahnya kurang penting dibandingkan dengan ikatan keluarga besar dan kesukuan. Artinya teroterial kurang menjadi pengikat di bandingkan dengan hubungan sosial.
Dari pengalaman masa lampau dapat ditarik kesimpulan bahwa antara mengubah struktur kepemerintahan dan menciptakan keakraban sosial baik dalam lingkungan desa maupun dalam lingkungan makro nasional makan waktu cukup panjang. Sekarang pun terasa bahwa otonomi daerah merangsang pemekaran yang berarti wilayah relatif lebih kecil memisahkan dari yang besar, sehingga timbul kesan terjadinya disintegrasi NKRI. Tentunya ini bukan maksud UU.no. 32 tahun 2004.
Pertumbuhan Ekonomi
Berita-berita keadaan ekonomi di awal tahun 2007, khususnya menurut indikator ekonomi-makro cukup cerah, dan biasanya diantara indikator utama termasuk:
a. Inflasi
b. Neraca pembayaran
c. Suku bunga perbankan
d. Kenaikan ekspor.
B.I memperkirakan inflasi tahun ini tidak akan melampaui 6% di posisi BI. Rate 9%akan diturunkan sampai 8,75%. Semua ini akan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi dengan berita-berita baik sebenarnya ada pertanyaan, ialah seberapa jauh pertumbuhan ekonomi juga menjamin pemerataan pendapatan, daya serap tenaga kerja dan pertambahannya kesempatan kerja, karena kebijaksanaan pemerintah SBY bertekad juga untuk menurunkan kemiskinan sampai 50% sesuai sasaran M'DGs pada tahun 2015, jauh lebih dini dari pada tahun 2030 bila menurut Yayasan Forum Indonesia menjadi negara ke-5 didunia setelah AS, EU, RRC dan India. Menjadi sebuah pertanyaan dimana ranking jepang yang sekarang sudah menempati ranking ke-2 atau ke-3.
Ada ekonom berpendapat dengan optimisme atas vasilitas bangsa Indonesia bahwa akibat pertumbuhan cepat RRC dan India ekonomi Indonesia juga akan tertarik ke atas di tahun 2030 (E.Salim. vasilitas sepereti itu memang bukan tanpa alasan bila melihat sejarah 1965-1998, tetapi sekaligus menunjukan betapa Indonesia tergantung dari negara lain dan tidak punya model pembangunan yang mandiri, walaupun kaya sumberdaya alam dan tenaga kerja banyak.
Energi
Pada umumnya dalam periode 1970-1995 juga diusahakan peningkatan ketersediaan energi untuk keperluan industri dan juga untuk rumah tangga, baik berbentuk minyak, gas atau listrik. Konsumsi sumber energi selama PJP-i (BP-7; 1996. H.16) ternyata juga sudah meningkat, dan yang sangat mengesankan adalah peningkatan tenaga pembangkit listrik (1969-1994) dari 0,66 Gigawatt sampai 13,13 Gigawatt (h. 17)
Keberhasilan-keberhasilan tersebut diatas juga pernah mendapat penghargaan dari alm. Prof. Mubyarto (1996:2), tetapi teori ekonomi yang diperoleh dari negara barat dan di terapkan di zaman orde baru cenderung bersifat "elitist". Pengamat-pengamat barat pernah bernilai prestasi kelompok ahli ekonomi Indonesia dijuluki "Berkely Mafia" dan yang menjadikan "Indonesia is a truly miracle country". Tetapi mereka melihatnya dari peranan para elite dan pengusaha dan tidak dari hasil "hard work and industry of the Indonesian people".
Ada pengumuman (siaran TV, 10/4/07) bahwa semua desa di Indonesia yang jumlahnya semua sudah melebihin 60.000 di tahun 2030 sudah semua akan dapat menikmati listrik, tetapi dari sumber daya matahari. Memang ramalan ini tidak sekedar menghayal kalau desa-desa dapat membeli solar-cel yang belum dibuat di Indonesia sendiri dan masih harus di import.
Bila pemerintah benar-benar dapat memasok solar-cel ke desa-desa, memang PLN juga akan menerapkan desentralisasi. Bukan hanya sinar matahari yang dapat kita terapkan, potensial daerah-daerah pantai juga dapat menggunakan angin (Robert, 2005:196)
Pembangunan Desa
Seperti yang sudah di kemukakan di atas Desa dan Penduduk Desa tentu terkena dan terlibat dalam kegiatan dan pembangunan walaupun sumbangannya kurang tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan theori "elistist" (Mubyarto, 1996).
Di tahun 1990 sebenarnya beberapa rekan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta sudah menulis tentang prospek pedesaan 1990 dan isinya menyoroti sejumlah aspek penting dari proses Demokratisasi desa dari masing-masing sudut pandang disiplin penulis.
Memang kebangkitan baru ini akan menimbulkan keinginan berdiri sendiri juga, suatu reaksi spontan yang dapat kita fahami tetapi juga untuk jangka panjang tidak dapat diterima. Kejadian akhir-akhir ini bahwa sekertaris Desa minta di perlukan sebagai pegawai negeri dengan berdemonstrasi untuk mendapat pensiun seperti PNS., menunjukan bahwa dengan otonomi "Desa berdikari" toh belum mungkin. Aset yang dikuasai satu desa belum tentu cukup untuk memberi imbalan gaji pensiun untuk segenap pamong desa. Lebih khusus di jawa sistem "bangkok" (tanah pamong) paling tidak sudah memudar, bahkan ada desa yang telah menjual tanah pejabat desa tersebut.
Usaha Kecil Menengah
Untuk membentuk berbagai jenis usaha yang tidak langsung berkaitan dengan usahatani di usahakan juga pemberian kredit kepada kelompok-kelompok desa. Yang segeraterpikir adalah bentuk koperasi. Bila itupun terlalu besar dan rumit, seperti KUD, diberikan kredit kepada misalnya buruh tani P4K, atau kepada kelompok perempuan Takesra-Kukesra.
Di tinjau dari segi sosial program-program demikian sangat bermanfaat untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran, tetapi masih menjadi pertanyaan seberapa jauh memberi sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi tingkat makro.
Dan bila ditinjau lebih cermat ussaha kelompok-kelompok tersebut dengan kredit juga masih tergantung dari hasil pertanian. Dan kita ketahui bahwa sektor pertanian dan sektor industri di negara kita belum terintegrasi sehingga proses produksi dari hasil UKM ke manufaktur dan industri besar belum lancar, seperti masing masing masih bergerak otonom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar