NAMA : ZAENAL ARIFIN
NIM : 1113054000029
JURUSAN : PMI.2
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
A. Pemikiran Dasar Dengan Pasal 18 Tentang UU Desa
Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa "Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 "Zelfbesturende landschappen" dan "Volksgemeenschappen", seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut". Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
jenis Desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak menjadi penghalang bagi para pendiri bangsa (founding fathers) ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun disadari bahwa dalam suatu negara kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan Desa atau disebut dengan nama lain dari segi pemerintahannya mengacu pada ketentuan Pasal 18 ayat (7) yang menegaskan bahwa "Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam undang-undang". Hal itu berarti bahwa Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membuka kemungkinan adanya susunan pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia.Melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat dipertegas melalui ketentuan dalam Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang".
Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang ini disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal 18B ayat (2) untuk diatur dalam susunan pemerintahan sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (7). Walaupun demikian, kewenangan kesatuan masyarakat hukum adat mengenai pengaturan hak ulayat merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan sektoral yang berkaitan. Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.
Desa Adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan Desa, pembangunan Desa, serta mendapat fasilitasi dan pembinaan dari pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam posisi seperti ini, Desa dan Desa Adat mendapat perlakuan yang sama dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, di masa depan Desa dan Desa Adat dapat melakukan perubahan wajah Desa dan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna, serta pembinaan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat di wilayahnya. Dalam status yang sama seperti itu, Desa dan Desa Adat diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang ini.
B. Kelembagaan Desa
Dalam undang-undang ini diatur mengenai kelembagaan desa/desa adat, yaitu lembaga pemerintahan desa/desa adat yang terdiri atas pemerintah desa/desa adat dan badan permusyawaratan desa/desa adat, lembaga kemasyarakatan desa, dan lembaga adat.kepala desa/desa adat atau yang disebut dengan nama lain merupakan kepala pemerintahan desa/desa adat yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. Kepala desa/desa adat atau yang disebut dengan nama lain mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat. Dengan posisi yang demikian itu, prinsip pengaturan tentang kepala desa/desa adat adalah:
a. sebutan Kepala Desa/Desa Adat disesuaikan dengan sebutan lokal;
b. Kepala Desa/Desa Adat berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagai pemimpin masyarakat;
c. Kepala Desa dipilih secara demokratis dan langsung oleh masyarakat setempat, kecuali bagi Desa Adat dapat menggunakan mekanisme lokal; dan
d. pencalonan Kepala Desa dalam pemilihan langsung tidak menggunakan basis partai politik sehingga Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik.
C. Peraturan Desa
Peraturan desa ditetapkan oleh kepala desa setelah dibahas dan disepakati bersama badan permusyawaratan desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan pembangunan desa.Penetapan peraturan desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk hukum, peraturan desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:
· Terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat
· Terganggunya akses terhadap pelayanan publik
· Terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum
· Terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa; dan
· Diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antargolongan, serta gender.
peraturan desa diproses secara demokratis dan partisipatif, yakni proses penyusunannya mengikutsertakan partisipasi masyarakat desa. Masyarakat desa mempunyai hak untuk mengusulkan atau memberikan masukan kepada kepala desa dan badan permusyawaratan desa dalam proses penyusunan peraturan desa.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan desa yang telah ditetapkan, badan permusyawaratan desa berkewajiban mengingatkan dan menindaklanjuti pelanggaran dimaksud sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Itulah salah satu fungsi pengawasan yang dimiliki oleh badan permusyawaratan desa. Selain badan permusyawaratan desa, masyarakat desa juga mempunyai hak untuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara partisipatif terhadap pelaksanaan peraturan desa.
D. Undang-Undang No 6 tentang Desa
Pasal. 1
1. Desa adalah desa dan desan adat atau yang disebut dengan nama lain selanjut nya desa adalahkesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayh yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah.
2. Pemerintah desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintah negara kesatuan ri.
3. Pemerintah desa adalah kepala desa atau di sebut dengan nama lain di bantun perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah desa.
4. badan pemusyawaraan desa atau di sebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanaan fungsi pemerinthan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan secara di terapkan demokrasi.
Pasal. 2
Penyelenggaraan pemerintah dsa pelaksanaan pembangunan desa pembinaan pelaksanaan desa dan pemberdayaan masyarakt desa berdasarkan pancasila, undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945, negara kesatuan republik indonesia dan bhineka tunggal ika pasal 3 pengaturan desa berasaskan: a. Rekognisi;
B. Subsidiaritas;
C. Keberagaman;
D. Kebersamaan;
E. Kegotongroyongan;
f. Kekeluargaan;
G. Musyawarah;
h. Demokrasi;
i. Kemandirian;
j. Partisipasi;
K. Kesetaraan;
L. Pemberdayaan dan keberlanjutan
Pasal. 3
Pembentukan desa dapat berupa:
A. Pemekaran dari 1 (satu) desa menjadi 2 (dua) desa atau lebih;
B. Penggabungan bagian desa dari desa yang bersanding menjadi 1 (satu) desa; atau
C. Penggabungan beberapa desa menjadi 1 (satu) desa baru.
Pasal. 4
Yang dimaksud dengan "mengubah status kelurahan menjadi desa" adalah perubahan status kelurahan menjadi desa atau kelurahan sebagian menjadi desa dan sebagian tetap menjadi kelurahan. Hal tersebut dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk menyesuaikan adanya kelurahan yang kehidupan masyarakatnya masih bersifat perdesaan.
Pasal. 5
Desa yang berkedudukan di wilayah kabupaten/kota dibentuk dalam sistem pemerintahan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945.
Pasal. 6
Ketentuan ini untuk mencegah terjadinya tumpang tindih wilayah, kewenangan, duplikasi kelembagaan antara desa dan desa adat dalam 1 (satu) wilayah maka dalam 1 (satu) wilayah hanya terdapat desa atau desa adat.
Untuk yang sudah terjadi tumpang tindih antara desa dan desa adat dalam 1 (satu) wilayah, harus dipilih salah satu jenis desa sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar