Minggu, 21 September 2014

Rizky Arif Santoso_Tugas 2_Urbanisasi dan Budaya Perkotaan di Indonesia

NAMA            : RIZKY ARIF SANTOSO

KELAS           : PMI 3

NIM                : 1113054000001

Urbanisasi Dan Budaya Perkotaan di Indonesia

Apa yang dimaksud dengan Urbanisasi?? Urbanisasi berasal dari kata "Urban" yang artinya kota. Secara terminologi, urbanisasi merupakan proses perpindahan pola tingkah laku, budaya, tempat tinggal menuju perubahan yang bersifat modernitas/perkotaan. Pada umumnya masyarakat desa beralih tempat tinggal ke wilayah perkotaan, seperti kota-kota besar misalnya : Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan kota besar lainnya. Perubahan tingkah laku (pola kehidupan) yang bersifat modernitas juga termasuk kategori urbanisasi. Begitu pula menyukai dan mengaplikasikan budaya yang bisa dibilang "ke kota-kotaan" juga termasuk bagian dari urbanisasi. Lantas apa yang mendorong manusia untuk melakukan urbanisasi.

Latar belakang terjadinya proses urbanisasi yaitu daya tarik dari perkotaan yang megah dan maju dibanding wilayah lainnya sehingga ada hasrat dari masyarakat desa untuk pindah ke kota. Namun, hal utama yang menjadi dasar pendorong terjadinya urbanisasi yaitu karna mereka yakin bahwa hidup di daerah perkotaan dapat merubah status dan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Karena pada dasarnya masyarakat tidak tahan dengan kondisi kehidupan yang mereka alami, ekonomi serta mata pencaharian yang menjadi pemicu utama untuk pindah ke kota demi menghidupi diri dan keluarganya.

Apa yang membuat mereka yakin bahwa hidup di kota menjamin kesejahteraan dan kehidupan yang layak?? Yaa benar, media elektronik yang memberikan informasi kepada mereka akan kehidupan orang kota yang mewah, lapangan kerja yang banyak, hidup penuh kesejahteraan, dan kemanisan lainnya yang mengundang datangnya proses urbanisasi ini. Memang tidap bisa disalahkan, karena banyak pula orang desa yang mengadu nasib di perkotaan yang sukses dan berhasil menjadi orang kaya, pengusaha, serta mampu hidup lebih sejahtera dari kehidupan sebelumnya. Akan tetapi,  jika saja semua paradigma masyarakat desa demikian, maka akan percuma saja mereka mengadu nasib di perkotaan tanpa bekal baik ilmu, mental dan yang penting kemampuan (skill).

Jadi, bisa dikatakan hal terpenting yang harus dimiliki seseorang yang ingin mengadu nasib di perkotaan ialah kemampuan (skill). Mengapa demikian?? Sebab, tidak sedikit orang yang berpindah serta mengadu nasib ke kota yang mengalami kegagalan dan tidak sesuai apa yang mereka harapkan dan mereka impikan ketika berharap cukup besar akan kesejahteraan hidup yang diberikan jika tinggal di kota.

Banyak masyarakat desa yang mengadu nasib ke kota namun tidak mendapatkan kehidupan apa yang mereka harapkan. Misalnya banyak dari mereka yang tidak memiliki ilmu yang cukup menjadi pedagang kaki lima, pedagang asongan, pedagang keliling sekolah. Mereka yang tidak memiliki mental dan skill yang kuat menjadi pemulung, mengamen, bahkan ironinya tidak segan-segan untuk menjadi perampok atau pembunuh bayaran. Sungguh ironi jika ini selalu menjadi budaya negatif yang tak terselesaikan dan tidak menemui titik temu jika masyarakat desa selalu berparadigma "hidup di kota menjamin kesejahteraan hidupnya". Maka hal ini menjadi perhatian yang penting untuk memberikan wawasan yang lebih kepada masyarakat desa dengan pemberian pelatihan dan skill untuk bersaing dan berkompetisi demi menghidupi keluarganya, sehingga mereka tidak perlu hijrah ke kota dengan anggapan demikian.

Fakta lapangan yang saya teliti di daerah Kampung Mangga, Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara terdapat sebuah pemukiman padat di dalam wilayah Sutet (Sumber Tegangan Tinggi). Disana didominasi oleh masyarakat pindahan (pelaku urbanisasi). Hampir 80% mata pencaharian mereka yaitu berdagang yang kesehariannya keliling dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Mereka menjalani kehidupan dengan penuh keikhlasan demi menghidupi keluarga dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Berdagang merupakan pilihan terakhir mereka jika mereka tidak dapat berkompetisi dan kalah bersaing dengan yang lain. Sebab, keahlian atau skill yang mereka miliki di desa belum tentu sama dibutuhkan jika hidup di kota. Sehingga jika mereka tak menggali kemampuan yangmereka miliki maka akan sulit beradaptasi.

Sesungguhnya mereka mengetahui bahwa hidup di kota tidaklah semudah apa yang diimpikan, karena masalah ekonomi yang menjerat kehidupan mereka membuat mereka mau tidak mau berhijrah ke kota walau bisa dibilang nekat karena datang dengan tanpa keahlian. Disamping itu, lapangan pekerjaan di wilayah tempat tinggal mereka sebelumnya sangatlah minim (sedikit) sehingga ketika mereka mengetahui bahwa di kota banyak lapangan pekerjaan, mereka tidak berpikir panjang untuk segera hijrah ke kota untuk mengadu nasib. Akan tetapi, walaupun mereka hidup di kota juga tak jauh berbeda dengan kehidupan sebelumnya, budaya dan tradisi mereka tak akan pernah hilang dan lenyap, keramahan, kesantunan, bersosial tetap mereka lakukan walau kebanyakan masyarakat di perkotaan bersifat individualis sekali pun.

Menurut teori Durkheim, apa yang dialami masyarakat desa terdorong hijrah dan mengadu nasib di kota ialah faktor struktural. Durkheim menyatakan bahwa proses pembangunan yang dilakukan negara hanya terpusat di kota. Padahal, jika saja wilayah pedesaan juga mendapat perhatian dalam pembangunan infrastruktur maupun suprastruktur maka tidaklah terjadi urbanisasi yang tak terbatas seperti saat ini. Dengan tidak meratanya pembangunan, maka tidaklah salah jika masyarakat desa lebih memilih berhijrah ke kota dengan kemewahan fasilitas baik dari infra maupun suprastruktur di perkotaan.

Dengan demikian, sangatlah penting perhatian pemerintah Indonesia dalam melakukan kebijakan khususnya program pemerataan pembangunan dalam rangka terciptanya kondisi yang seimbang antara desa maupun kota. Sehingga anggapan atau paradigma masyarakat desa akan jaminan hidup yang sejahtera akan terputus karena wilayah tempat tinggal mereka sudah mengalami kemajuan baik infrastruktur maupun suprastrukturnya. Dampak besar yang akan dirasakan yaitu masyarakat desa tidak perlu hijrah ke kota untuk mengadu nasib sebab di wilayah mereka sudah terdapat lapangan pekerjaan sehingga mereka hidup dengan sejahtera dan negara pun akan mengalami kemajuan dari segi ekonomi dan sosial. Jadi, besar dan majunya suatu negara bergantung dari kesejahteraan masyarakat desanya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini