Pengertian etika (etimologi) berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika tersebut merupakan studi tentang "benar atau salah" dalam tingkah laku atau perilaku manusia (right or wrong in human conduct). Menurut Austin Fogothey, dalam bukunya Right and Reason Ethic (1953), etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat sebagai antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan hukum. Secara umum pengertian etika adalah hubungan dengan perbuatan seseorang yang dapat menimbulkan penilaian dari pihak lainnya akan baik-buruknya perbuatan yang bersangkutan.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia , kata "moral" memiliki arti (1) ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila. (2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan. Etika dan moral hampir sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan. Moral digunakan untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika digunakan untuk pengkajian system nilai-nilai yang berlaku. Moral adalah suatu aturan atau tata cara hidup yang bersifat normatif (mengatur/mengikat) yang sudah ikut serta bersama kita.
Amoral perbuatan yang tidak mengandung nilai moral. Dan immoral adalah perbuatan yang menentang moral.
Pengertian etiket adalah tata turan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan. Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda walaupun ada persamaannya. Istilah etika sebagaimana telah dijelaskan diatas berkaitan dengan moral (mores). Sedangkan kata etiket berkaitan dengan nilai sopan santun, tata karma dalam pergaulan formal.
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah , baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia.
Subyektif adalah lebih kepada keadaan dimana seseorang berfikiran relatif, hasil dari menduga-duga berdasarkan perasaan atau selera orang.
Etika deskriptif adalah etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya, etika deskriptif berbicara mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya untuk memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis. Aspek deskriptif ini akan memberikan informasi-informasi tentang fakta-fakta yang berkembang, baik dimasyarakat maupun dalam organisasi profesi itu sendiri sehingga penanganan pada aspek normative dan konseptual dapat segera direalisasikan.
Etika normatif adalah etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa ynag bernilai dalam hidup ini. Etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun manusia agar bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku dimasyarakat. Etika normatif mengacu pada norma-norma/standart moral yang diharapkan untuk mempengaruhi perilaku, kebijakan, keputusan, karakter individu , dan struktur social.
Hal ini tidak lain untuk mencapai sasaran dan tujuan utama etika itu sendiri, yaitu menentukan, menemukan, membatasi, dan membenarkan kewajiban, hak, cita-cita moral dari individu dan masyarakatnya. Dengan demikian pada aspek normatif sasaran praktisnya adalah member evaluasi berdasarkan penalaran atas perilaku dan karakter individu, berfungsinya organisasi-organisasi dan respon-respon alternative yang tersedia untuk menyelesaikan masalah konkret.
Metaetika adalahsebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. Dalam metaetika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dan dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuat. Sebagai contoh, "seorang anak menendang bola hingga kaca jendela pecah." Secara meta-etis, baik buruknya tindakan tersebut harus dilihat menurut sudut pandang yang netral. Pertama dari sudut pandang sianak, bukanlah suatu kesalahan apabial ia menendang bola ketika bermain, karena memang dunia anak-anak adalah bermain, apalagi dilakukan dengan tidak sengaja. Jika dilihat dari segi pemilik jendela maka hal tersebut sebagai kesalahan yang dibuat sianak.
Menyikapi persoalan-persoalan yang semacam inilah, maka metaetika dijadikan bekal awal dalam mempertimbangkan suatu masalah, sebelum penetapan hasil pertimbangan dibuat.
Hakekat etika filosofis termasuk salah satu cabang ilmu filsafat dan dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Dalam konteks filsafat yunani kuno etika filsafat sudah terbentuk dengan kematangan yang mengagumkan. Etika filsafat merupakan ilmu, tetapi sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu empiris, artinya ilmu yang didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah meningalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat empiris, karena seluruhnya berlangsung dalam rangka empiris (pengalaman inderawi) yaitu apa yang dapat dilihat, didengar, dicium, dan dirasakan. Ilmu empiris berasal dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika ia berhasil merumuskan hokum-hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi dengan berbalik kepada fakta-fakta. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, etika filsafat tidak membatasi gejala-gejala konkret. Tentu saja, filsafat berbicara juga tentang yang konkret, namun juga amat konkret.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar