Senin, 13 April 2015

Ayu Triana_Tragedi Meledaknya PLTN di Chernobyl Ukraina

Oleh : Ayu Triana
1112054000011
Prodi Pengembangan Masyarakat Islam
Tragedi Meledaknya PLTN ( Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir ) di Chernobyl Ukraina
Pada kesempatan kali ini saya memaparkan tentang tragedi yang terjadi di Ukraina. Tanggal 26 April 1986, 22 tahun lalu, pukul 01.23 terjadi ledakan pada Unit 4 PLTN Chernobyl. Peristiwa ini menggemparkan dunia karena mengingatkan kembali pada ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, saat berkecamuk Perang Dunia II yang menewaskan sekitar 220.000 orang.Trauma Hiroshima dan Nagasaki belum hilang dari ingatan orang, muncul kembali peristiwa Chernobyl yang termasuk kecelakaan terbesar pada PLTN selama kurang lebih 60 tahun. Berbagai media cetak dan elektronik sejagat memberitakan tragedi itu secara beragam baik yang bersifat normatif, emosional, ataupun bombastis.

Penyebab Kecelakaan Terjadinya Meledaknya PLTN di Ukraina
Sebuah kota kecil, Pripyat, dibangun dekat PLTN Chernobyl untuk tempat tinggal pekerja pembangkit itu dan keluarganya.  Secara garis besar, bencana Chernobyl dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada 25 April 1986 reaktor unit 4 direncanakan dipadamkan untuk perawatan rutin. Selama pemadaman berlangsung, teknisi akan melakukan tes untuk menentukan apakah pada kasus reaktor kehilangan daya turbin dapat menghasilkan energi yang cukup untuk membuat sistem pendingin tetap bekerja sampai generator kembali beroperasi. Proses pemadaman dan tes dimulai pukul 01.00 pada 25 April. Untuk mendapatkan hasil akurat, operator memilih mematikan beberapa sistem keselamatan, yang kemudian pilihan ini yang membawa malapetaka. Pada pertengahan tes, pemadaman harus ditunda selama sembilan jam akibat peningkatan permintaan daya di Kiev. Proses pemadaman dan tes dilanjutkan kembali pada pukul 23.10 25 April. Pada pukul 01.00, 26 April, daya reaktor menurun tajam, menyebabkan reaktor berada pada situasi yang membahayakan. Operator berusaha mengompensasi rendahnya daya, tetapi reaktor menjadi tak terkendali. Jika sistem keselamatan tetap aktif, operator dapat menangani masalah, namun mereka tidak dapat melakukannya dan akhirnya reaktor meledak pada pukul 01.30. Kecelakaan PLTN Chernobyl masuk level ke-7 (level paling atas) yang disebut major accident, sesuai dengan kriteria yang ditentukan INES (The International Nuclear Event Scale). Di samping kesalahan operator yang mengoperasikannya di luar SOP (standard operation procedure), PLTN Chernobyl juga tidak memenuhi standar desain sebagaimana yang ditentukan oleh IAEA (International Atomic Energy Agency). PLTN Chernobyl tidak mempunyai kungkungan reaktor sebagai salah satu persyaratan untuk menjaminkeselamatan jika terjadi kebocoran radiasi dari reaktor. Apabila PLTN Chernobyl memiliki kungkungan maka walaupun terjadi ledakan kemungkinan radiasi tidak akan keluar ke mana-mana, tetapi terlindung oleh kungkungan. Atau bila terjadi kebocoran tidak separah dibandingkan dengan tidak memiliki kungkungan. Secara perinci, kecelakaan itu disebabkan, pertama, desain reaktor, yakni tidak stabil pada daya rendah - daya reaktor bisa naik cepat tanpa dapat dikendalikan. Tidak mempunyai kungkungan reaktor (containment). Akibatnya, setiap kebocoran radiasi dari reaktor langsung ke udaraKedua, pelanggaran prosedurKetika pekerjaan tes dilakukan hanya delapan batang kendali reaktor yang dipakai, yang semestinya minimal 30, agar reaktor tetap terkontrol. Sistem pendingin darurat reaktor dimatikan. Tes dilakukan tanpa memberitahukan kepada petugas yang bertanggung jawab terhadap operasi reaktor. Ketiga, budaya keselamatanPengusaha instalasi tidak memiliki budaya keselamatan, tidak mampu memperbaiki kelemahan desain yang sudah diketahui sebelum kecelakaan terjadi.
Dampak Kecelakaan
Pada 2003, IAEA membentuk "Forum Chernobyl" bekerja sama dengan organisasi PBB lainnya, seperti WHO, UNDP, ENEP, UN-OCHA, UN-SCEAR, Bank Dunia dan ketiga pemerintahan Belarusia, Ukraina, dan Rusia. Forum ini bekerja untuk menjawab pertanyaan, "sejauh mana dampak kecelakaan ini terhadap kesehatan, lingkungan hidup dan sosial ekonomi kawasan beserta penduduknya." Laporan ini diberi nama "Cherno- byl Legacy". Diperkirakan semula dampak fisik akan begitu dahsyat. Artinya, akan menimbulkan korban jiwa yang luar biasa banyaknya. Namun, ternyata data sampai dengan 2006, jumlah korban yang meninggal 56 orang, di mana 28 orang (para likuidator terdiri dari staf PLTN, tenaga konstruksi, dan pemadam kebakaran) meninggal pada 3 bulan pertama setelah kecelakaan, 19 orang meninggal 8 tahun kemudian, dan 9 anak lainnya meninggal karena kanker kelenjar gondok. Sebanyak 350.000 likuidator yang terlibat dalam proses pembersihan daerah PLTN yang kena bencana, serta 5 juta orang yang saat itu tinggal di Belarusia, Ukraina, dan Rusia, yang terkena kontaminasi zat radioaktif dan 100.000 di antaranya tinggal di daerah yang dikategorikan sebagai daerah strict control, ternyata mendapat radiasi seluruh badan sebanding dengan tingkat radiasi alam, serta tidak ditemukan dampak terhadap kesuburan atau bentuk-bentuk anomali. Di sisi lain, hasil studi dan penelitian terhadap likuidator menunjukkan bahwa "tidak ada korelasi langsung antara kenaikan jumlah penderita kanker dan jumlah kematian per satuan waktu dengan paparan radiasi Chernobyl. Kemudian pada 1992-2002 tercatat 4.000 kasus kanker kelenjar gondok yang terobservasi di Belarusia, Ukraina, dan Rusia pada anak-anak dan remaja 0-18 tahun ketika terjadi kecelakaan, termasuk 3.000 orang yang berusia 0-14 tahun. Selama perawatan mereka yang kena kanker, di Belarusia meninggal delapan anak dan di Rusia seorang anak. Yang lainnya selamat. Berdasarkan laporan "Chernobyl Lecacy", sebagian besar daerah pemukiman yang semula mendapat kontaminasi zat radioaktif karena kecelakaan PLTN Chernobyl telah kembali ke tingkat radiasi latar, seperti sebelum terjadi kecelakaan. Dampak psikologis adalah yang paling dahsyat, terutama trauma bagi mereka yang mengalaminya seperti stres, depresi, dan gejala lainnya yang secara medis sulit dijelaskan. Akibat kecelakaan itu, IAEA dan semua negara yang memiliki PLTN membangun konsensus internasional untuk selalu menggalang dan memutakhirkan standar keselamatan. Di sisi lain, pihak yang anti-PLTN telah menggunakan isu kecelakaan di Chernobyl sebagai bahan kampanye untuk menolak kehadiran PLTN, termasuk di Indonesia, dengan berbagai informasi yang keliru karena ketidaktahuan akan kebenaran informasi sebab terjadinya kecelakaan Chernobyl. Belajar dari kecelakaan Chernobyl, IAEA telah menetapkan standar tambahan untuk memperkuat syarat keselamatan yang tinggi bagi pembangunan dan pengoperasian PLTN, antara lain, perbaikan desain sampai pada generasi ke-4, aturan main dalam bentukbasic safety, dan berbagai konvensi keselamatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini