Senin, 13 April 2015

indah kurniawati_PMI_6_ekologi manusia



Nama : Indah Kurniawati
NIM : 1112054000028
Jurusan : PMI/ 6
Mata Kuliah : Ekologi Manusia
TRAGEDI MINAMATA
Minamata adalah sebuah desa kecil yang menghadap ke laut Shiranui, bagian selatan Jepang sebagian besar penduduknya hidup sebagai nelayan, dan merupakan pengkonsumsi ikan cukup tinggi, yaitu 286-410gram/hari.Tahun 1908 berdiri PT Chisso dengan Motto "dahulukan Keuntungan" perkembangannya pada tahun 1932 Industri ini berkembang dan memproduksi berbagai jenis produk dari pewarna kuku sampai peledak, dengan dukungan militer industri ini merajai industri kimia, dan dengan leluasa membuang limbahnya ke teluk Minamata diperkirakan 200-600 ton Hg dibuang selama tahun 1932-1968, selain merkuri limbah PT Chisso juga berupa mangan. Thalium, dan Selenium.

Bencana mulai nampak pada tahun 1949 ketika hasil tangkapan mulai menurun drastis ditandai dengan punahnya jenis karang yang menjadi habitat ikan yang menjadi andalan nelayan Minamata.Pada tahun 1953 beberapa ekor kucing yang memakan ikan dari teluk Minamata mengalami kejang, menari-nari, dan mengeluarkan air liur beberapa saat kemudian kucing ini mati.Tahun 1956 adanya laporan kasus gadis berusia 5 tahun yang menderita gejala kerusakan otak, gangguan bicara, dan hilangnya keseimbangan sehingga tidak dapat berjalan.Menyusul kemudian adalah adik dan empat orang tetangganya, penyakit ini kemudian oleh Dr. Hosokawa disebut sebagai Minamata desease.
Pada tahun 1958 terdapat bukti bahwa penyakit Minamata disebabkan oleh keracunan Methyl-Hg, hal ini ditunjukkan dengan kucing yang mengalami kejang dan disusul kematian setelah diberi makan Methyl-Hg. Pada tahun 1960 bukti menyebutkan bahwa PT Chisso memiliki andil besar dalam tragedi Minamata, karena ditemukan Methyl-Hg dari ekstrak kerang dari teluk Minamata, sedimen habitat kerang tersebut mengandung 10-100 ppm Methyl-Hg, sedang di dasar kanal pembuangan pabrik Chisso mencapai 2000 ppm. pada tahun 1968 pemerintah secara resmi mengakui bahwa pencemaran dari pabrik Chisso sebagai sumber penyakit Minamata. Penyakit ini ternyata juga ditemukan pada janin bayi, penyakit ini ternyata menurun secara genetis sehingga keturunnya dipastikan akan menidap penyakit Minamata, sehingga orang-orang disana tidak mau mengakui bahwa mereka berasal dari Minamata karena takut tidak ada orang yang mau menjadi jodohnya.
KENJERAN DESEASE
Kekawatiran sebagian ilmuwan dan kelompok pemerhati lingkungan tentang bahaya Minamata di Surabaya rupanya belum menjadi peringatan bagi pemerintah untuk melakukan upaya-upaya prefentif pada daerah-daerah pantai yang rawan pencemaran logam berat. Padahal Saat ini tingkat pencemaran logam berat jenis Cadmium(Cd) dan Mercuri (Hg) diperairan Kenjeran Pantai Timur Surabaya terbukti melebihi negara industri besar seperti Inggris dan Amerika. Bahkan penelitian terakhir menyebutkan bahwa pencemaran kedua logam tersebut paling tinggi di dunia. Peringatan bahaya Minamata sebenarnya sudah ada sejak tahun 1991, DR. Suharno Pikir, SKM, Mkes (alm) Merekomendasikan dalam penelitiannya bahwa lumpur Pamurbaya tercemar logam berat Cu (Cuprumperak), Hg(Mercuri), Cd(Cadmium), Fe(Besi), Pb(Timah Hitam) sehingga satwa yang tinggal dalam lumpur (benthos) seperti kupang, dan kerang, rawan untuk dikonsumsi karena kandungan logam berat dalam dagingnya sangat tinggi. Pada tahun 1993, lebih detail menunjukkan kadar logam berat Cd di Keputih merupakan kandungan Cd dalam lumpur terbesar di dunia yakni sebesar 1,575 ppm. Kadar Hg pada lumpur Keputih 1,485 ppm dan Kenjeran sebesar 0,605 (angka ini lebih tinggi dibandingkan kadar Hg dalam lumpur diperairan Southamton Inggris sebesar 0,48 – 0,57 ppm dan Khusus untuk Keputih kadar Hg lebih tinggi dibanding Pantai California yang merupakan pusat industri berat tercatat hanya 0,02-1,0 ppm) Kemudian dampak pada manusia baru diketahui pada tahun 1996, oleh Daud Anwar SKM, Mkes. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa darah dari sampel warga Kenjeran/Sukolilo mengandung Cuprum (Cu) 2511,07 ppb dan Merkuri (Hg) 2,48 ppb.Kandungan Cuprum dalam darah warga Kenjeran ini telah melampaui ambang batas yang ditetapkan WHO/FAO yaitu 800-1200 ppb. Kondisi ini tidak membuat
TAMBANG EMAS, SALAH SATU PENYUMBANG LIMBAH MERKURI YANG MENCEMARI SUNGAI
Pemerintah tergerak untuk melakukan upaya penanggulangan, namun instansi-instansi ini malah saling tuding dan lempar tanggung jawab sehingga akhirnya muncul penelitian terbaru A. Vera Hakim, Pusat Kajian Regional Gizi Masyarakat Universitas Indonesia dan Dr. R. Gross Deutsche Gesellschaft Fur Technische Zusammernarbeit Eschborn Jerman. Penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya kandungan merkuri (Hg) pada darah ibu-ibu warga Kenjeran sebesar 2,8 miligram perliter yang melebihi ambang batas yang di tentukan WHO yaitu kurang dari satu miligram perliter. Penelitian tersebut juga menyebutkan adanya kandungan timah dalam darah ibu-ibu di Kenjeran yaitu sebesar 416 mg/l, padahal kadar normal dalam darah adalah 200 mg/l. Hasil tes terhadap air susu ibu juga menunjukkan adanya kandungan timbal sebesar 543,2 mg/l yang melebihi kadar normal yaitu lebih kecil dari 5 mg/l, dan terdapat pula kandungan kadmium sebesar 36,1 mg/l padahal kadar normal harus lebih kecil dari 20 mg/l. Hal ini tentunya sangat membahayakan kesehatan bayi-bayi yang mengkonsumsi ASI, karena bayi yang berusia 0-5 tahun sedang mengalami masa pertumbuhan dan sangat sensitif terhadap kontaminasi zat beracun seperti logam berat yang dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tubuh, bahkan menimbulkan cacat fisik dan penurunan kecerdasan. Untuk kedua kalinya pemerintah tidak berbuat apa-apa.Penyakit Minamata sangat menakutkan karena pengobatan untuk prnyakit ini untuk saat ini sulit dicari jalan keluarnya. Penyakit karena kontaminsai logam berat bisa meracuni secara sistematik, sehingga darah, ginjal,dan hati penderita berubah sama sekali.
Sebagian pakar kesehatan memprediksikan Sepuluh tahun atau lima tahun lagi kenjeran akan dapat mungkin menjadi Minamata II sekarang tinggal bagaimana upaya pemerintah untuk dapat memberikan perlindungan pada masyarakat dengan melakukan upaya-upaya penanggulangan yang nyata bukan kegiatan bersih-bersih selokan dan pantai yang hanya bersifat formalitas dan jauh dari penyelesaian masalah.
CERMIN
Pernyataan dari Nyonya Asai Fukuda kepada International Forum on Minamata Disease, Kumamoto City, 7-8 Nopember 1988.( Pengakuan seorang korban dari 2000 jiwa yang menjadi korban Minamata Desease). Nama saya adalah Asai Fukuda, dan saya adalah penderita penyakit Minamata. Saya datang dalam persidangan atas nama anak perempuan saya Itsuko yang telah meninggal pada usia 11 tahun. Rumah saya dekat dengan satu pelabuhan perikanan yang disebut Hakariishi, terletak sekitar 10 km sebelah utara dari kompleks industri Chisso.Saya hamil pada tahun 1967, oleh karena itu adalah pertama kali saya hamil, keluarga dan sanak saudara sangat bergembira. Saya makan ikan air setiap hari dengan harapan bahwa akan menjadi suatu yang baik untuk anak yang saya kandung. Akan tetapi kebahagiaan saya hanya berlangsung dalam waktu yang singkat.Meskipun telah berumur 7 bulan setelah lahir, Itsuko tidak dapat menyangga berat kepalanya sendiri, dan tidak dapat melihat. Dalam sehari ia mengalami banyak sekali serangan kejang. Melihat keadaanya yang masih bayi, kurus, membuat saya tidak sampai tidak sampai hati untuk melihatnya.
Sewaktu dia berusia 1 tahun, saya diberitahu oleh rumah sakit Universitas Kumamoto, bahwa anak saya diduga menderita penyakit Minamata. Saya tidak habis fikir bagaimana bisa begitu, dan tidak percaya terhadap keterangan tersebut, akan tetapi dokter pada rumah sakit tersebut menjelaskan, bila anda tinggal dekat dengan laut dan banyak makan ikan, begitulah keadaannya. Apa yang dikatakan memang begitulah kenyataannya, dan saya hanya bisa menerima bahwa itu adalah benar.Setelah itu saya mulai membawa Itsuko kerumah sakit secara teratur. Setiap saat saya mendengar seorang dokter yang baik, saya bawa Itsuko mengunjunginya. Kebingungan dan keputusasaan menyebabkan saya mencoba segala sesuatu, saya juga mengunjungi Pura dan Vihara untuk berdoa.3-4 kali sebulan saya membawa Itsuko ke rumah sakit Kumamoto untuk pemeriksaan, suatu perjalanan yang memerlukan waktu dua jam. Pada setiap kali setelah pemeriksaan, Itsuko dalam keadaan payah sekali dan menangis sepanjang malam.Pada saat demikian saya bawa Itsuko di belakang punggung saya ke pelabuhan terdekat untuk menghiburnya. Saya menangis bersama anak saya, yang tidak akan mengerti jika saya ajak bicara, kadang-kadang saya berfikir betapa rendahnya penderitaan kami jika kami menerjunkan diri kelaut dan meninggal Waktu Itsuko berusia 3 tahun, saya berikan pakaian padanya yang paling baik untuk hari anak-anak Shichigosan, meskipun dia tidak dapat berdiri sendiri bahkan saya kenakan pakaiannya itu dalam keadaan berbaring, dia kelihatan hanya seperti boneka yang tidak bergerak. Begitu sedih saya, sehingga saya menangis sewaktu mengenakan pakaiannya, kemudian saya rias mukanya juga. Waktu saya mendukung dia dibelakang punggung saya ke Pagoda, saya berkata :" Itsuko, jika kamu dapat berdiri, marilah nanti kita pergi lagi ke Pagoda untuk Shichigosan". Pada suatu kesempatan, saya memberi makan cair memakai sendok dengan hati-hati, seolah-olah sambil berdoa semoga tidak tersedak oleh karenanya. Saya berfikir bahwa saya yang membuat Itsuko demikian, oleh karena ikan yang saya makan waktu saya hamil, sehingga saya berkeyakinan saya harus merawat dia bagaimanapun dan saya akan merawat anak saya dengan sepenuh hati .akan tetapi dalam musim semi, sewaktu usianya 11 tahun dalam bulan Februari yang masih dingin, Itsuko meninggal pada saat mengalami gangguan pernafasan. Saya mampu bertahan begini lama oleh karena anak saya 11 tahun menderita sakit.Saya tidak dapat memaafkan pemerintah pusat, Kumamoto prefecture (propinsi) dan pabrik Chisso yang telah merenggut nyawa Itsuko dan kesehatan saya.Bila saya merenung, saya hampir putus asa, saya lihat muka Itsuko, terus menerus bergulat untuk hidup, bahkan takkala dia bersusah payah untuk bisa bernafas, saya dapat mendengar suaranya "Ibu, jangan Putus asa untuk berjuang". Saya akan terus menerus perjuangkan ini sepanjang hidup saya.
Saya berharap pengakuan ini dapat menjadi cermin bagi kita semua bahwa Pencemaran di Kenjeran adalah awal dari bencana bagi generasi kita bila saat ini kita hanya berpangku tangan dalam menyikapinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini