Ayu kurniasih (11150510000005)/jurnalistik IA
Holimatus solihahah (11150510000059)/ KPI IB
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ekonomi merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh dalam pembangunan nasional di sebuah Negara, tentunya banyak teori ekonomi yang dikemukakan para ahli, mulai dari teori ekonomi marxisme,Determinisme Ekonomi maupun ekonomi Neo-Marxian. Dalam ekonomi marxisme Karl Marx memandang bahwa masyarakat terdiri dari 2 kelas yang didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat produksi (property) yaitu kelas borjuis dan proletar. Dimana kelas borjuis adalah sekelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yang dalam hal ini adalah perusahaan sebagai modal dalam usaha. Sedangkan kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan alat produksi sehingga dalam pemenuhan akan kebutuhan ekonominya tidak lain hanyalah menjual tenaganya.[1]
Marx sering kali terkesan sebagai seorang determinis ekonomi, dia seolah melihat sistem ekonomi berada pada titik terpenting dan menentukan seluruh sektor lain dalam kehidupan masyarakat-politik, agama, sistem gagasan, dan lain sebagainya. Selain ekonomi marxisme adapula teori neo-marxian, yang bisa dibilang teori ini teori yang menentang adanya teori marxisme, para ahli sosiologi yang termasuk di dalam teori neo-marxian diantaranya adalah George Lukacs,Antonio Gramsci, Ralf Dahrendorf, Jurgen haberMas,Teun A. Van Dijk, dan Pierre Bordieu.
Metode yang kami gunakan dalam mengumpulkan data ini adalah dengan cara metode wawancara. Yaitu dengan cara mendapatkan informasi dari pertanyaan yang diajukan kepada narasumber secara langsung. Cara inilah yang banyak dilakukan di Indonesia belakangan ini, karena wawancara merupakan hal terpenting yang dilakukan saat survey. Tanpa wawancara peneliti akan kehilangan data atau informasi yang didapat saat bertanya langsung, data seperti itu merupakan tulang punggung bagi setiap penelitian atau survey.
Pada penelitian, wawancara dapat berfungsi sebagai primer atau pelengkap. Sebagai metode primer, data yang diperoleh dari wawancara merupakan data yang utama guna menjawab permasalahan penelitian. Sebagai pelengkap, wawancara berfungsi sebagai pelengkap metode lainnya yang digunakan untuk mengumpulkan data sesuai dengan penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam sub kelas nominal.
Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Subjek pada penelitian ini adalah pedagang seblak yang biasa berjualan di samping mesjid fatullah setiap hari.
B. TINJAUAN TEORITIS
TEORI MARXIS
Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pemikiran-pemikiran Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik. Pengikut teori ini disebut sebagai kaum Marxis. Karl Heinrich Marx dilahirkan di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. Ia meninggal di London, Inggris, 14 Maret 1883. Ia adalah adalah seorang sejarahwan, filosuf, pakar ekonomi politik dan teori sosial.
Pada awalnya Marxisme adalah ilmu sejarah yang terdiri atas suatu sistem konsep-konsep ilmiah baru yang memungkinkan mempelajari sejarah sebagai sebuah ilmu. Sebelumnya, kisah-kisah sejarah hanya menjadi ideologi atau filsafat dan bukan sebagai ilmu yang mandiri. Oleh Karl Marx, paham ini disebut "materialisme sejarah" atau "materialisme historis", sedangkan oleh Friedrich Engels disebut "materialisme dialektis". Maka kombinasi gagasan Marx dan Engels ini dikenal dengan metode Materialisme – Dialektika – Historis.
Dari awal 1900an hingga 1930-an teori marxian terus berkembang dan sebagian besar terlepas dari aliran utama sosiologi. Sebagai perkecualian adalah kemunculan aliran kritis atau aliran Frankfurt yang berasal dari Marxisme-Hegelian. Gagasasan perkembangan teori Marxian berasal dari Felix J.Well pada 3 Februari 1923 resmi berdiri institut riset sosial di frankfurt, Jerman. Setelah berdiri beberapa tahun sejumlah pemikiri yang sangat terkenal dalam teori Marxian adalah Karl Marx, George Lukacs, Ralf Dahendorf, Antonio gramsci, Jurgen Habermas, A. Teun Van Dijk, dan Pierre Bourdieu.
Teori Karl Marx secara garis besar saja dapat dikatakan bahwa marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat mendasar manusia. Marx yakin bahwa manusia pada dasarnya produkif, artinya untuk bertahan hidup manusia perlu bekerja di dalam dan dengan alam, dengan bekerja seperti itu mereka menghasilkan makanan, pakaian, peralatan, perubahan dan kebutuhan lainnya yang memungkinkan mereka hidup. Produktivitas mereka bersifat alamiah, yang memungkinkan mereka mewujudkan dorongan kreatif mendasar yang mereka miliki. Dorongan ini diwujudkan bersama-sama dengan orang lain. Dengan kata lain manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial.[2]
Marx juga memiliki teori konflik dimana Marx memandang bahwa masyarakat terdiri dalam 2 kelas yang didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat produksi (property) yaitu kelas borjuis dan proletar. Dimana kelas borjuis adalah sekelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yang dalam hal ini adalah perusahaan sebagai modal dalam usaha. Sedangkan kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan alat produksi sehingga dalam pemenuhan akan kebutuhan ekonominya tidak lain hanyalah menjual tenaganya.
Sementara menurut Ralf Dahrendorf bahwa masyarakat terbagi dalam 2 kelas atas dasar pemilikan kewenangan (authority), yaitu kelas yang memiliki kewenangan (dominan) dan kelas yang tidak memiliki kewenangan (Subjeksi). Menurut teori ini masyarakat terintegrasi karena adanya kelompok kepentingan dominan yang menguasai masyarakat banyak. Teori Dahrendorf justru merupakan kritis atas teori Marx.
Sedangkan pada Marxisme Hegelian, George Lukacs dan Antonio Gramsci telah menyumbangkan beberapa gagasan terhadap teori marxian. Sumbangan utama Lukacs terhadap teori Marxian berupa dua gagasan besar yakni tentang Reifikasi dan kesadaran kelas. Sejak awal Lukacs menjelaskan bahwa ia tidak sepenuhnya menolak karya para Marxis ekonom tentang reifikasi, namun sekedar berusaha memperluas dan menguraikan lagi gagasan-gagasan mereka. Dalam mengembangkan gagasan reifikasinya, Lukacs menggabungkan pandangan Weber dan Simmel. Namun, karena reifikasi melekat pada teori Marxian, konsep dipandang sebagai masalah yang terbatas pada kapitalisme, dan seperti halnya bagi Weber dan Simmel, Bukanlah nasib yang niscaya bagi umat manusia. Disisi lain pada kesadaran kelas, Lukacs menjelaskan bahwa kesadaran kelas bukanlah jumlah atau rata-rata kesadaran individu, dia menjadi milik sekelompok orang yang memiliki tempat serupa dalam sebuah sistem produksi. Pandangan ini mengarah pada fokus kesadaran kelas borjuis dan khususnya proletariat, yang diawal sudah dibahas oleh Karl Marx.
Gagasan senada juga diungkapkan oleh Antonio Gramsci. Gramsci seperti juga Lukacs, memusatkan perhatian pada gagasan kolektif ketimbang pada struktur sosial seperti ekonomi, dan keduanya bergerak pada arus teori Marxian tradisional. Konsep sentral gramsci, konsep yang mencerminkan Hegelianismenya, adalah hegemoni. Oleh Gramsci hegemoni didefinisikan sebagai kepemimpinan budaya yang dijalankan oleh kelas yang berkuasa. Kalau Marxis ekonomi cenderung menitikberatkan pada ekonomi dan aspek koersif dominasi negara, Gramsci menitikberatkan pada "hegemoni" dan kepemimpinan budaya" (1932/1975:235). Dalam analisis kapitalisme, Gramsci ingin mengetahui bagaimana sejumlah intelektual, yang bekerja atas nama kapitalis, meraih kepemimpinan budaya dan sikap patuh dari masa.
Berbeda dengan Lukacs dan Gramsci, Jurgen Habermas justru lebih memusatkan teorinya terhadap Kritik atas Teori Marxian. Teori kritis menjadikan teori-teori Marxian sebagai pijakan awal kritikanya. Para teoritisi kritis begitu terusik oleh para determinis ekonomi –para Marxis mekanistis, atau mekanis. Beberapa orang misalnya Habermas, mengkritik determinisme yang tersirat dalam sebagian karya asli Marx, namun sebagian besar memusatkan perhatiannya pada kritik terhadap neo-Marxis, terutama karena mereka menafsirkan karya Marx secara amat mekanistis. Menurut pandangan Habermas, Marx cenderung mengabaikan interaksi sosial dan mengerdilkannya menjadi kerja. Seperti dikemukakan Habermas, masalah gagasan kerja Marx adalah "reduksi tindakan membangun diri yang dilakukan spesies manusia menjadi kerja" (1971:42).
Teori Marxis lainnya yaitu Pierre Bourdieu, dimana Pierre Bourdieu merupakan seorang tokoh sosiologi asal Perancis yang dilahirkan pada tahun 1930. Pada awalnya Bourdieu menganggap bahwa pertentangan antara objektivisme dan subjektivisme merupakan sebuah pertentangan yang benar-benar keliru. Ia mengkritik kaum objektivisme yang terlalu berfokus pada srtuktur-struktur objektif dan mengabaikan konstruksi sosial menurut proses memahami, memikirkan dan mengkonstruksi. Oleh karena itu bordieu memfokuskan pemikirannya pada hubungan dialektif antara "struktur objektif" dan "fenomena objektif". Dalam usahanya untuk menyelaraskan pandangan antara subjektivisme dan objektivisme, lahirlah tiga konsep utama yang menjadi identitas pemikiran Bourdieu. Ketiga pemikiran tersebut adalah field (bidang / arena), habitus dan capital (modal). Field adalah arena sosial orang-orang menciptakan berbagai manuver seperti permainan dalam game, menciptakan berbagai strategi dan perjuangan demi sumber daya yang diinginkan. Bourdieu sendiri menganggap bidang sebagai arena pertempuran dan bidang yang paling penting menurutnya adalah arena politik atau kekuasaan. Sedangkan Habitus adalah struktur sosial yang terinternalisasi dan termanifestasi. Bourdieu sendiri menggambarkan habitus sebagai dialektika internalisasi atas eksternalitas dan eksternalisasi atas internalitas. Yang terakhir yaitu Capital, capital atau (modal) adalah sesuatu hal yang memungkinkan seseorang memenangkan pertarungan di arena atau suatu bidang. Menurut Bourdieu, capital adalah sumber kekuasaan yang dapat diperoleh dalam berbagai arena.
Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif-kualitatif dengan dasar penelitian menggunakan metode analisis wacana ktitis Teun A. Van Dijk, dimana Van Dijk ini juga termasuk kedalam paham teori Marxis. Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model Van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Analisis wacana kritis model Van Dijk bukan hanya semata-mata menganalisi teks, tetapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat, dan bagaimana kognisi atau pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks yang dianalisis.
C. PEMBAHASAN ANALISIS
Teori marxisme dengan perbandingan antara kaum borjuis dan proletarnya, sudah mencakup ruang lingkup yang luas. Hal ini bisa dikaitkan dengan banyak objek/subjek, salah satunya adalah antara pemilik modal dan pengolah modal atau seperti bos dan pegawai. Dalam hal ini, objek difokuskan kepada pemilik modal dan pengolah modal, yakni antara pemilik usaha jajanan seblak dan penjualnya yang selama beberapa hari ini kami kupas infomasinya dengam metode wawancara.
Kita tahu bahwa di zaman sekarang ini, perdagangan di Indonesia sudah sangat berkembang. Salah satu sistem berdagang yang tengah berkembang dan marak saat ini adalah waralaba. Waralaba adalah sistem berdagang dengan di dalamnya terdapat pemilik modal/alat produksi dan pengolah atau penjual produk. Sistem yang digunakan dalam berwaralaba tidak sama antara produk satu dengan yang lain. Sedangkan menurut salah satu pemilik modal dari waralaba, tepatnya adalah waralaba jajanan seblak menjelaskan beberapa hal yang menjadi bagian dari bisnis tersebut.
Pertama, harus ada kemauan untuk memulai bisnis, harus ada motivasi dan komitmen yang kuat untuk menjadi pengusaha. menurut Rizki, narasumber yang kami wawancarai, usaha adalah berani memulai usaha dari titik paling awal dengan modal yang tidak kecil dan cekatan memperhitungkan untung-rugi saat usaha berjalan.Ia adalah salah satu dari sekian banyak orang yang memutuskan untuk berproduksi, memiliki usaha sendiri dengan mempekerjakan orang sebagai pengelola modalnya. Menurutnya, memiliki usaha sendiri jauh lebih menguntungkan dibandingkan bekerja di bawah suatu instansi atau bekerja dengan sistem gaji. Hal tersebut dikarenakan keuntungan yang didapat sangat minim, dengan bekerja pada orang/instansi lain, kita diharuskan bekerja dan diberi upah pada hari tertentu saja. Sedangkan pengeluaran untuk penghidupan perlu dikeluarkan setiap hari. Sedangkan dengan memilih menjalankan usaha sendiri seperti waralaba yang Ia jalani, Ia sudah sangat tercukupi kebutuhan sehari-harinya. Karena bisnis berdagang terus berjalan setiap hari, dengan peminat yang konstan sehingga dalam satu hari berdagang sudah bisa dipastikan akan ada pemasukan yang cukup untuk upah pengelola/pedagang, untuk pemilik modal (laba) dan untuk diputar kembali (modal pembelian bahan-bahan produk) yang dihitung pergerobak, sedangkan Ia mengatakan bahwa saat ini gerobaknya sudah mencapai 4 cabang di beberapa titik tempat di sekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hal tersebut terus Ia lakoni, karena selain untungnya jauh lebih besar dibandingkan dengan bekerja dengan sistem upah bulanan, Ia juga mengatakan bahwa dengan memiliki usaha sendiri kita akan pandai memperhitungkan untung-rugi dalam sistem bisnis. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan terus berkembang dan menimbulkan dorongan untuk terus berkembang membuka usaha baru yang lebih besar (bertahap). Selain latihan untuk mengembangkan kemampuan dalam perhitungan, menjalani usaha sendiri juga melatih mental saat mendapatkan kendala-kendala dalam berjualan seperti sepi pelanggan, turunnya jumlah peminat, gangguan cuaca dan perubahan rasa dari produknya tersebut.
Oleh karena alasan-alasan yang telah disebutkan tadi, Ia percaya bahwa menjadi yang di atas (pemilik modal dan pemilik alat produksi) memang tidak gampang, namun jika sistem yang dijalankan sudah benar, makan keuntungan akan datang dengan sendirinya.
kedua, yang diperlukan untuk dapat membuat suatu usaha adalah modal awal. Sebagai pengusaha, kita harus berani untuk mengeluarkan modal yang tidak sedikit demi produk yang berkualitas yang mampu bersaing dengan produk-produk sejenis. Untuk usahanya sebagai pemilik jajanan seblak, Ia mengeluarkan modal awal puluhan juta untuk membeli 4 gerobak dan bahan produksi lainnya. Usaha yang sudah dijalaninya selama kurang lebih 3 bulan ini sudah mengembalikan 50% dari modal awal yang Ia keluarkan bersih setelah dibagi dengan bagian pengelola/pedagang dan pembelian bahan-bahan. Untuk golongan borjuis sepertinya, modal adalah hal utama untuk memulai bisnis.
Selanjutnya adalah sistem. Sistem berlaku di segala aspek termasuk aspek bisnis atau perdagangan. Di dalam waralaba, ada sistem penjualan dan pembagian keuntungan yang dibagi dan disepakati sejak awal. Untuk usaha seblak yang dijalani oleh Rizki, pembagian upah yaitu 15% keuntungan untuk pemilik modal, 15% untuk pengelola, 20% untuk penjual dan sisanya diputar kembali untuk modal berdagang di hari berikutnya. Keuntungan yang didapat dengan presentase tersebut ditentukam dan disepakati sejak awal sebelum ada kesepakatan untuk menjalankan bisnis. Di sistem penjualannya juga terdapat 3 komponen utama yang sudah disebutkan di atas yang mana setiap komponen tersebut memiliki perannya tersendiri.
Pemilik modal adalah pemilik dari usaha yang dijalankan, orang yang mengeluarkan uang untuk memulai bisnis di awal atau dalam perspektif sosiologi disebut golongan borjuis. Yakni golongan yang memiliki alat produksi atau modal. Berikutnya adalah pengelola, pengelola adalah orang yang mengelola uang dari pemilik modal. Dalam hal ini, pengelola mengatur keuangan, mengatur pembelanjaan bahan untuk seblak dan mengatur pembagian keuntungan untuk penjual. Sedangkan untuk penjual, mereka adalah bagian yang hanya menjajakan seblak dengan menggunakan keahlian atau tenaga yang dimiliki tanpa ada sangkutan dengan modal atau mengelola uang. Dalam sosiologi, penjual dikategorikan kepada kaum proletar yang lebih menggunakan tenaga atau keahliannya untuk bekerja kepada orang lain (golongan borjuis).
Setelah mengemukakan komponen dalam merintis bisnis dari awal, narasumber juga memberikan argumen tentang berbisnis. Menurutnya, memiliki usaha sendiri adalah yang paling utama, karena acuan sukses bukanlah seberapa banyak uang yang kita punya, tetapi berhasil tidaknya kita mengolah uang untuk membuat suatu usaha yang nantinya menjadi lapangan pekerjaan bagi banyak orang.
Salah satu kendala menjadi pengusaha atau wirausahawan adalah kerugian atau saat-saat terpuruk yang mengakibatkan jatuhnya pendapatan bahkan tak sedikit yang jatuh pada kebangkrutan. Dan kendala yang dihadapi oleh narasumber salah satunya adalah cuaca. Hal ini dikarenakan tempat yang disewa hanya berupa lapak di pinggir jalan karena usahanya hanya terbatas pada gerobak saja. Maka dengan cuaca yang sulit diprediksi, datangnya cuaca buruk seringkali membuat penjual-penjual (karyawannya) terpaksa harus berhenti berdagang. Selain karena cuaca, kendala berikutnya adalah karena musim jajan yang pasang surut. Jajan musiman tengah tenar di zaman ini, bukan hanya seblak, banyak produk jajanan yang kadang terpaksa gulung tikar karena musim jajanannya sudah berhenti atau sudah tidak ada peminat. Hal ini dikarenakan jajanan musiman pada saat musimnya, memang banyak peminat, setiap hari dapat dipastikan ada pemasukan, namun karena hal ini juga lah akhirnya banyak sekali pedagang yang menjual produk jajanan yang sama dan akhirnya membuat konsumen secara perlahan merasa bosan.
Hal tersebut tak lantas membuat Rizki sebagai wirausahawan seblak takut akan kehilangan pembeli, Ia sudah menyiapkan beberapa strategi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas. Yakni dengan membuka cabang di tempat yang lain/berbeda yang mana di tempat tersebut belum terdapat jajanan yang Ia jual seperti seblak. Selanjutnya adalah dengan membuka cabang bari dengan produk jajanan yang berbeda. Ia berencana untuk membuka beberapa cabang baru dengan produk jajanan berupa tahu pocong dan jamur krispi yang berbeda dari cabangnya yang lain. Dengan hal tersebut, Ia yakin bahwa peminat minimal akan tetap pada angka yang wajar. Karena bisni bukanlah sekedar memiliki dan mengeluarkan modal yang besar, taoi juga memiliki pemikiran yang cerdas untuk menyusun strategi bisnis secara sehat.
Berbeda halnya denga mereka yang mengolah' tenaga untuk mendapatkan upah untuk penghidupan, bekerja adalah hal yang utama. Baik itu sebagai pemiliki modal ataupun bawahan (pekerja/karyawan). Pemikiran kaum proletar masih terbatas pada "yang penting ada pemasukan", orientasi bekerja hanya sekedar uang dan bertahan hidup. Karena pemikiran seperti yang disebutkan di atas, mereka enggan untuk melangkah lebih maju di bidang bisnis dengan alasan "sudah nyaman". Ya, mereka terjebak pada zona nyaman menjadi pekerja yang diupah perbulan pada waktu tertentu dan habis dalam hitungan hari.
Oleh karena kasus tersebutlah, narasumber yang kami dapatkan memberikan peluang untuk para pencari pekerjaan untuk mau merintis bisnis yang paling tidak bermodal berani. Usaha yang dia kembangkan saat ini juga berorientasi pada pengembangan skill, pekerjanya (penjual seblak) diupah langsung dari pendapatan penjualan seblak perhari sehingga tidak "menjajah" pekerjanya dengan tidak memberinya upah perbulan. Ia juga membebaskan penjualnya untuk mengembangkan kemampuan mengolah seblak, dengan diberinya modal, Ia berharap pengolah dan penjual dapat saling bekerja sama. Penjual mengkreasikan seblak dengan bahan-bahan yang dibutuhkan yang pembelanjaannya dilakukan oleh pengolah. Ia tidak membatasi ide kreatif dan inovatif sang penjual untuk memberikan cita rasa yang unggul di antara produk sekelasnya. "Ada yang mau dan jujur, yang penting itu" tegasnya saat diwawancarai tentang kriteria penjual. Karena hal tersebut juga, ada masa orientasi untuk penjual baru yang ingin bekerjasama dengannya selama beberapa minggu hingga seblak yang dibuat benar-benar bercita rasa hingga akhirnya dilepas untuk menjalankan usahanya tanpa ada bimbingan saat beroperasi/berjualan.
D. KESIMPULAN
Teori marxisme nampaknya benar-benar terealisasi di zaman sekarang ini di mana yang memiliki modal adalah yang berkuasa. Sedangkan mereka yang golongan proletar hanya mengandalkan tenaganya untuk bertahan hidup dengan asas "asal dapat uang". Dari hasil wawancara dan analisis dapat kami simpulkan bahwa, usaha yang dijalankan oleh pemilik jajanan seblak menggunakan teori kapitalis marxisme di mana ada kaum borjuis (pemilik usaha seblak) yakni yang memiliki modal dan alat produksi dan kaum proletar (penjual seblak) yang menggunakan tenaganya untuk mendapatkan upah dari pemilik usaha.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ritzer, george dan Douglas J.Goodman.2012.Teori sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prada.
2. M. Setiadi, elly dan Usman kolip.2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Prada.
3. http://sosiatoris.mywapblog.com/pierre-bourdieu-dan-pemikirannya.xhtml
4. http://syahrishareswithu.blogspot.co.id/2011/12/analisis-wacana-kritis-model-van-djk.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar