Senin, 30 November 2015

tugas observasi

Kabir Al-Fadly _KPI 1A

Hilma Nur Alifah_Jurnalistik 1A

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Pondok Pesantren sudah pada porsinya sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang menjadi tempat perrlindungan dan benteng pertahanan terakhir dalam hal membina para generasi muda islam utamanya dalam urusan akhlak yang baik dan keilmuan serta keislaman dan bingkai keIndonesiaan. Di Indonesia banyak sekali model dan sistem tata kelola kepesantrenan, mulai dari salafi yang sedrhama hingga yang modern yang mengkaji bahasa-bahasa Internasional dan lain sebagainya.

Dalam kajian kali ini kami mengambil sebuah Pondok Pesantren yang menggabungkan antara salafi dan modern. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 2 yang terletek di Batuceper, Kota Tangerang. Secara umum tentang Asshiddiqiyah, Asshiddiqiyah 2 ini adalah PonPes Cabang kedua yang dibangun dari 11 Asshiddiqiyah yang tersebar di beberapa  daerah meliputi Jawa dan Sumatera. Asshiddiqiyah pertama atau pusat dibangun oleh Sang Pendiri Asshiddiqiyah yakni DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, di Kedoya Jakarta Barat

Setelah sukses dengan Asshiddiqiyah pertama, DR. KH. Noer Muhammad Iskandar SQ, melebarkan kepak sayap Asshiddiqiyah lewat membangun cabang-cabang yang terdiri atas 1 Pusat dan 10 Cabang. Mulai dari Jakarta, Banten, Jawa Barat Sumatera Selatan dan Lampung. Dalam kajian kali ini kami menitiberatkan tentang Asshiddiqiyah 2 Kota Tangerang. Didirikan di tahun 1994 dengan perjuangan yang luar biasa. Sebelum berdiri  Asshiddiqiyah di kawasan tersebut sebetulnya sudah berdiri sebuah Pesantren milik keluarga H.Musa. namun pesantren ini tidak dapat berkembang karena kurangnya tenaga pengajar dan lain hal.

Akhirnya tanah dan pesantren seluas sekitar hamper 2 hektare itu diwakafkan kepada DR.KH.Noer Muhammad Iskandar, SQ. untuk dibangun dan dikembangkan menjadi sebuah pesantren dengan tata kelola seperti yang telah dibangun di  Kedoya. Niat baik Wakif dan juga civitas akademika Asshiddiqiyah tidak berjalan mulus begitu saja. Penolakan dari warga sekitar bahwa "orang pendatang" mengambil alih tanah dan juga pondok pesanren yang telah dibangun para orang tua mereka sebagai ikon daerah tersebut. Ketegangan dan perang urat syaraf sempat terjadi.

Namun berkat keteguhan dan kesungguhan hati DR.KH.Noer Muhammad Iskandar, SQ, lambat laun masyarakat menjadi luluh hatinya, dari yang tadi antipasti terhadap Asshiddiqiyqh justru malah antusias dalam hal ikut partisipasi terhadap apa saja yang menjadi program pesantren. Mulai dari pembangunan, kewirausahaan pesantren hingga aktif menjadi staff pengajar di dalam lingkunan pesantren. Itulah sedikit gambaran tentang objek kajian dari sisi awal muncul dan juga konsistensi pesantren menghadapi berbagai suara baik yang pro lebih-lebih yang kontra terhadap kehadiran pesantren yang di pimpin seorang pendatang yang jauh-jauh dating dari pelosok sana. Namun semua mampu dibuktikan bahwa dengan interaksi yang baik semua yang kita cita-citakan dan harapkan dapan terwujud dan justru berbanding terbalik dengan kondisi yang dulu.  

BAB II.    

TINJAUAN TEORITIS

          Didalam disiplin ilmu sejarah, filsafat maupun sosiologi banyak sekali faham yang berkebang mengenai kehidupan manusia. Perkembangan ini petama-tama lahir didaratan eropa yang kemudian berkembang menguasai dunia, bahkan sampai sekarangpun manusia masih menggunakan, melaksanakan, mempelajari serta mengembangkan faham-faham yang pernah berkembang disana.Perkembangan faham-faham ini menurut teori sejarah dimulai sejak zaman yunani kuno, dan mengalami perkembangan yang sangat pesat sekitar abad 15 sampai abad 19. Pada masa itu muncul beberapa tokoh fulsuf yang terkemuka sebagai pengembang filsuf- filsuf yunani kuno. Tokoh-tokoh itu antara lain Karl Marx, Hegel, Montesque,  Dahrendorf, Antonio Gramsci, George Lucas, Van Dijk, Hahermas. Tokoh-tokoh itu masing-masing membawa sebuah pemikiran yang besar sehingga menjadi sebuah faham atau aliran. Baik saling menguatkan maupun sling mengoreksi atau menentang diantara yang lain.

              Aliran–aliran yang berkembang besar dimasa itu antara lain naturalisme, idealisme, sosialisme, materialisme, kapitalisme, marxisme, dan lainnya. Masing–masing faham itu antara satu dengan yang lainnya selalu saja berkaitan karena tiap–tiap filsuf yang mendukung sebuah teori maka cinderung mengembangkannya dan menjadi aliran yang baru, begitupun juga dengan penentang sebuah teori maka mereka akan membuat teori antithesis yang kemudian juga menjadi aliran baru.

            Marxisme adalah paham yang mengikuti pandangan-pandangan Karl Marx. Karl Marx adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Walaupun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas, sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis. Ideology Marxisme muncul dari kreativitas pemikir Karl Marx, yang sangat setia menjembatani teori materialis dialektis.

            Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum sementara hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Itulah dasar dari marxisme

            Secara garis besar pemikiran Karl Marx berisi tentang persamaan dan pemerataan baik dalam bidang ekonomi politik maupun sosial budaya. Apabila konsep ekonomi dan politik sudah tertata maka dengan sendirinya hal ini akan berpengaruh terhadap sosial budaya masyarakat. Karena bila mindset masyarakat sudah berubah untuk mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi maka ide masyarakat madani pasti akan terwujud.

            Dari teori-teori Marx maka dapat di pastikan bahwa isu tentang separatis, suku, ras, dan agama akan hilang dengan sendirinya karena sikap ini sebenarnya timbul karena diskriminasi tehadap konsep tertentu serta bangsa atau ras tertentu yang mana terdapat konsep superior (menguasai) dan inferior (dikuasai). Secara asasi manusia tidak ada yang ingin menjadi inferior karena pada dasarnya manusia memiliki hak hidup yang sama dan inilah yang menimbukan pergolakan baik dalam diri maupun ke lingkungannya.Apabila masyarakat semua memiliki hak yang sama dalam berekspresi maka issu itu akan terhapuskan.


            Neo-Marxisme adalah sebuah paham yang mengacu pada kebangkitan kritis teori Marxis pada periode pasca-perang, yang paling sering digunakan untuk menunjukkan pekerjaan di bidang ekonomi politik radikal yang mencoba untuk menggabungkan aspirasi revolusioner dan berorientasi konsep Marxisme dengan beberapa perangkat yang disediakan oleh ekonomi non-Marxis, terutama karya Keynes. Politik dengan rasa keterbatasan Marxisme dalam menghadapi fenomena seperti fasisme atau massa budaya, tampaknya telah pertama kali diperkenalkan untuk menggambarkan pemikir - seperti Joan Robinson, Paul A. Baran, dan Paul M. Sweezy - yang berusaha untuk memperbaharui kritik ekonomi politik dalam situasi yang ditandai dengan munculnya korporasi global. Neo-Marxisme adalah sebutan untuk menunjukkan upaya, selama dan setelah Perang Dunia II, yang bercermin pada ketepatan kategori Marxis untuk memahami kondisi perubahan akumulasi modal. (Toscano, Alberto.2007). Pada neo-marxisme, aktor yang berperan penting adalah negara, kaum borjuis dan kaum proletar.

            Jadi menurut saya, marxisme lebih menitikberatkan pada kesenjangan antara kaum borjuis dan kaum proletar yang kemudian muncul gagasan masyarakat sosialis. Namun, tidak seperti Marxisme, Neo-Marxisme yang menitikberatkan pada sirkuit uang dan komoditas yang berpendapat bahwa modal asing akan berekspansi ke pinggiran untuk memperpanjang proses penaikan harga. Keduanya juga sama-sama mengusung kebebasan individu (independensi).

BAB III

ANALISIS HASIL

 

            Sosiologi adalah  ilmu yang mempelajari tentang kemasyarakatan.Sosiologi ini mengkaji secara sistematis perilaku manusia dalam bermasyarakat.Menurut perspektifnya tentu sangat banyak seputar definisi ilmu sosiologi. Namun untuk analisis kali ini kami menggunakan teori Marxisme maupun neo marxisme dengan back ground Pondok Pesantren untuk di jadikan bahan observasi. Dan dimana teori dengan pemikiran Karl Marx ini bertumpu pada pemikiran bahwa sejarah dari masyarakat yang ada sampai sekarang adalah sejarah perjuangan kelas.Argumen-argumen tentang konflik kelas menjadikan ide-ide dari Karl Marx sebagai titik acuan utama.Ide-ide ini dirangkum paling baik dalam karya Karl Marx dan Friedrich Engels,The Communist Manifesto(1848), khususnya pada bagian tentang 'Borjuis dan Proletarian'[1]

            Pada marxisme, publik dibagi menjadi dua golongan, dimana kaum borjuis yang berperan sebagai pemilik alat produksi, serta kaum proletar (buruh) yang berperan sebagai tenaga kerja / penggerak produksi. Bisa dikatakan bahwa aktor dari Marxisme itu ialah kedua kelas tersebut, borjuis dan proletar (dengan kelas borjuis sebagai pemegang kendali dan proletar sebagai alat pengendali tersebut).Latar belakang pemikiran Karl Marx adalah ekploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh kaum pemilik modal atau para penguasa terhadap para pekerja atau buruh.

            Eksploitasi tersebut diwujudkan dalam bentuk jam kerja yang di tentukan sesuai keinginan para pemilik modal dan pembagian upah tidak sebanding dengan pekerjaanya.Dengan kata lain,Marx menuduh kemiskinan yang dialami oleh kaum proletar merupakan ciptaan kaum borjuis akibat pemaksimalan jam kerja dengan yang amat rendah.[2]

            Namun dengan observasi ini,kami melihat bahwa Pemimpin Pondok tidak memperlakukan para Karyawan/Pekerja seenaknya.Mereka memperlakukan para karyawannya layaknya orang yang Real membantu akan kelangsungan program di Pondok.Kemudian di sisi lain kami meniliti bahwa ternyata tidak seluruh kaum proletariat menginginkan upah  yang sebanding dengan pekerjaannya.Ini sangat jelas bahwa para pekerja di Pondok memiliki rasa hormat terhadap pemilik Pondok.Rasa hormat di sini kami artikan antara murid kepada gurunya.Karena para pekerja di Pondok pun ternyata mereka memiliki pekerjaan lain di luar membantu mengolah perkembangan Pondok.

            Kita tahu bahwa Pondok Pesantren apabila tidak ada alat pengendalinya maka tidak akan berjalan dan berkembang seperti semestinya.Dengan ini kita dapat menganalisis bahwa aktor disini yang menjadi kaum borjuis adalah Pemilik pondok/pendiri pondok, kemudian dengan kaum proletariat adalah para pekerja atau karyawan lainnya. Para borjuis yang mempunyai kekuasaan hak akan kepemilikannya dan kemajuan akan produknya untuk ke depannya.Namun apabila kita ketahui bahwa kaum borjuis memiliki sifat yang sangat berkuasa dan menindas para kaum proletar namun bagaimana dengan borjuis kali ini?Tentu dengan observasi yang harus kami paparkan ini cukup membuat kami kebingungan.

            Namun disini harus kita garis bawahi,  sesuai teori Marx pula bahwa Karl Marx melihat bahwa kapitalisme tidak sepenuhnya buruk meskipun perekonomian kapitalis yang notabene dikendalikan oleh kaum borjuis bersifat eksploitatif terhadap buruh.Karena dengan realita bahwa kapitalis di dalam Pondok tidak meresahkan seperti hal nya kapitalis para borjuis pada umumnya.Para pemimpin pondok memang benar mempunyai kekuasaan akan tetapi di sisi lain mereka mempunyai sifat yang juga bukan untuk berkuasa dengan melakukan segala hal yang mereka ingini.

            Marx melihat bahwa sistem feodalisme yang justru mencerminkan eksploitasi buruh yang parah. Dalam feodalisme, seolah-olah buruh adalah budak, sehingga harus mau mendedikasikan hidupnya pada majikan, sedangkan lain halnya dengan kapitalisme dimana para buruh masih diberi penghargaan atas kerjanya melalui upah.Sebagai contoh ,pedagang warung sembako,setiap minggunnya harus belanja sesuai kebutuhan warung yang di perlukan.Kemudian 2 buruh di perintahkan untuk setiap orangnya mengangkat beras 20 karung dan 20 galon besar.Dengan contoh seperti ini jelas, perintah penguasa secara tidak langsung seperti memperlakukan buruh sebagai budak yang seolah-seolah mau mendedikasikan hidupnya pada majikan.

            Apabila para pedagang menjadikan buruh sebagai alat ekploitasi untuk kehidupannya.Maka beda halnya dengan kapitalis Pondok Pesantren.Kembali pada pembahasan sebelumnya bahwa tidak semua kapitalis itu buruk.Seperti observasi yang kami dapatkan, ini contoh konkrit di dalam kehidupan bahwa proletar di Pondok Pesantren ini bukan sepenuhnya buruh yang sedang mencari upah dari segala hasil pekerjaanya.Akan tetapi buruh disini sebagai alat membantu untuk terus mengembangkan tujuan dari borjuis tersebut.

            Akan tetapi,dengan ke untungan tersebut para pekerja pun tidak menuntut atau mengharap lebih upah dari kapitalis .Karena segala yang di lakukan oleh para pekerja pun semata-mata pengabdian yang mereka lakukan terhadap para borjuis.Pengabdian disini bermaksud bukanlah pengabdian sejenis perbudakan.Akan tetapi pengabdian ini adalah bentuk pengabdian dari murid terhadap gurunya dengan maksud mereka tidak mengharapkan imbalan lebih atas pekerjaanya yang di lakukan secara ikhlas.

            Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat dasar manusia. Marx yakin bahwa manusia pada dasarnya produktif, artinya untuk bertahan hidup manusia perlu bekerja di dalam dan dengan alam, dengan bekerja seperti itu maka menghasilkan makanan, pakaian, peralatan perumahan, dan kebutuhan lainnya yang memungkinkan mereka hidup. Produktivitas mereka bersifat alamiah, yang memungkinkan mereka mewujudkan dorongan kreatif mendasar yang mereka milik, dan dorongan ini diwujudkan bersama sama dengan orang lain, dengan kata lain bahwa manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial, mereka perlu bekerja sama untuk menghasilkan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk hidup.

            Mengenai bekerja sama antar manusia tentu kita sangat mengerti bahwa manusia ini terlahir sebagai makhluk sosial.Pada analisis sebelumnya tentang Tindakan sosial teori milik Max Weber di jelaskan bahwa manusia tidak mampu berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.Seperti magnet yang saling tarik menarik,manusia butuh kesinambungan terhadap masyarakat lainnya.Saling bekerja sama untuk menghasilkan sebuah keuntungan untuk menjalani kehidupan normal serta kehidupan pokonya.        

            Sama halnya seperti Para Kiai pemilik pondok ini memerlukan karyawan lainnya untuk terus menggerakkan segala programnya terhadap Pondok sehingga produksi pondok terus berkembang untuk Anak-anak yang sedang menuntut ilmu.Walau mereka tahu bahwa terkadang penghasilan orang-orang yang bekerja di Pondok tidak seberapa dengan buruh pada umunya akan tetapi,ada suatu tujuan lain yang membuat mereka ingin terus bekerja terhadap kaum borjuis ini.

            Kalau Marx meliputi dunia ke depan dengan tenaga kerjanya yang kreatif,maka Jurgen Habermas melihat masyarakat ke depan yang dicirikan oleh kebebasan dan keterbukaan komunikasi.Jenis realita sosial yang di kaji,yaitu tentang realitas ;subyektif yang berpusat pada subyek.Dengan kata lain,realitas yang di kaji meliputi segala bentuk pemikiran yang menempatkan kenyataan  baik masyarakat maupun alam.Pertanyaan ini ada hubungannya dengan pemikir post modern yaitu sebuah aliran kontemporer yang cenderung menganggap projek modernitas menuju masyarakat rasional sebagai perwujudan kekuasaan dalam bentuk sistem ekonomi dan administrasi birokratis.Jadi,menurut Habermas semua tindakan individu mempunyai makna subyektif terhadap seseorang.[3]

            Dengan peninjauan kembali teori Marxis ,telah di ketahui bahwa dasar teori Danhendrof adalah penolakan dan penerimaan parsial serta perumusan kembali teori Karl Marx.Dalam usaha melakukan penyangkalan parsial teori Marx itu Danhendrof menunjukan berapa perubahan yang terjadi dalam masyarakat industry semenjak abad kesembilan belas[4].Marx menulis tentang kapitalisme,pemilikan dan control atas sarana-sarana produksi sebagai berada di tangan individu-individu yang sama.Kaum industrialis atau borjuis adalah pemilik dan pengelola sistem kapitalis,sedang para pekerja atau proletar,demi kelangsungan hidup mereka,tergantung pada sistem ini

            Menurut Danhendrof yang tidak dilihat oleh Marx ialah pemisahan antara pemilikan serta pengendalian sarana-sarana produksi yang terjadi di abad kedua puluh.Timbulnya korporasi-korporasi dengan saham –saham yang dimiliki oleh orang banyak,di mana tak seorang pun memiliki control yang eklusif ,ber peran sebagai contoh dari apa yang di sebut Danhendrof sebagai dekomposisi modal.

            Seperti pemilik pondok yang menjadikan pengendalian akan sarana-sarana produksi terhadap orang-orang sekitar yang memiliki hubungan darah dengan nya,seperti dengan kakak,adik ,paman, dll.Disni karena adanya hubungan kekeluargaan,saham-saham ini yang di miliki oleh orang banyak,di kelola oleh banyak orang dan sulit di tentukan ,dimana tak seorang pun memiliki kontrol yang ekslusif berperan sebagai contoh dari apa yang disebut sebagai dekomposisi modal.

            Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa orang mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya,seperti juga hal-nya pengendalian Pondok ini di kendalikan dengan seorang atau beberapa orang yang lain dari selain pemilik Pondok tersebut.Mereka di kendalikan oleh beberapa orang yang juga memepunyai ke ahlian dalam pengendalian Pondok.Karena sekarang adalah zaman keahlian serta spesialisasi,manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai-pegawai sebagaimana hal- nya dengan pekerja –pekerja pabrik.

            Di sini jelas sekali bahwa teori Ralf Dahendrof menggunakan teori perjuangan kelas Marxian untuk membangun teori kelas dan pertentangan kelasnya dalam masyarakat industri kontemporer.Bagi Dahendrof kelas tidak berarti pemilikan sarana-sarana produksi (seperti yang di lakukan oleh Marx) tetapi lebih merupakan pemilikan kekuasaan, yang mencakup hak absah untuk menguasai orang lain.Perjuangan kelas dalam masyarakat modern,baik dalam perekonomian kapitalis maupun komunis dalam pemerintahan bebas dan totaliter,berada di seputar pengendalian kekuasaan.

            Pemilik pondok bukan berarti pemilikan akan sarana –sarana produksi akan tetapi lebih kepada pemilikan kekuasan, untuk memberi arahan kepada para karyawannya untuk menjalankan produksi yang juga sedang di kelolanya Maka Pemimpin pondok mencakup hak absah untuk memberi arah kepada orang lain yang menjadi pengelola tersebut.Dengan kata lain penguasa akan pengendalian tersebut.

BAB IV

KESIMPULAN

            Dinding kehidupan mulai tergoyah apabila kita membicarakan sebuah kekuasaan.Karena tidak akan ada habisnya apabila pembahasan ini terus di analisis kepada dunia real yang manusia jalani.Dengan sejauh analisis yang kami buat bahwa dengan teori Marxisme menjelaskan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar.Namun menyayangkan sekali bahwa observasi yang kami lakukan tidak menunjukan akan hal tersebut.

            Karena pada Pondok Pesantren ini lebih mengutamakan para pelajarnya pula di bandingkan memikirkan atas kekuasaan para kaum kapitalis untuk mengumpulkan uangnya dengan mengorbarkan kaum proletar.Dengan itu paham kapitalisme ini menunjukan bahwa tidak seluruh para pemilik modal memiliki kekuasaan yang sangat abash sehingga dapat mengorbankan para kaum proletariat sebagai budak para kapitalis untuk menghasilkan uang mereka.

Daftar Pustaka:

            Hatta, Mohammad, 1975, Ajaran Marx atau Kepintaran Seorang Murid Membeo, Jakarta: Bulan Bintang.

            M,Margarent,2004,sosiologi kontemporer,Jakarta:Kencana

            M,Setiadi,Elly,Usman Kolip,2011,Pengantar sosiologi,Jakarta:Kencana.

            Ramli, Andi Muawiyah, 2000, Peta Pemikiran Karl Marx; Materialisme dialektis dan Materialisme historis, Jogjakarta: LkiS

            Scott,John,2012 ,Teori Sosial,Yogyakarta:Pustaka Belajar.

            Suparlan, Dadang, 2008, Pengantar Ilmu Sosial, Jakarta: Bumi Aksara

            Wirawan,I.B,2013,Teori-teori sosial,Jakarta:Kencana

            Wirawan,Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma, 2013, Jakarta : Kencana



[1] Scott,John,2012 ,Teori Sosial,Yogyakarta:Pustaka Belajar.Hlm:132

[2] M,Setiadi,Elly,Usman Kolip,2011,Pengantar sosiologi,Jakarta:Kencana.Hlm:12

[3] Wirawan,I.B,2013,Teori-teori sosial,Jakarta:Kencana.Hlm:263

[4] M,Margarent,2004,sosiologi kontemporer,Jakarta:Raja Grafindo persada.Hlm:131

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini