Rabu, 06 Mei 2015

Analis_Strukturalis_Desa Situdaun_UTS

Syifaurrahmah
11140540000009
Desa Situdaun
 Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat
       I.            Pendahuluan
Pengertian atau pemahaman seseorang tentang konsep desa dan pedesaan itu kelihatannya amat berbeda dari satu kawasan ke kawasan yang lain, berbeda dari satu Negara ke Negara yang lain. Dengan demikian, mungkin sekali juga, bahwa konsep sosiologi pedesaan ituberbeda dari satu lokasi ke tempat yang lain. Oleh karena itu, kita perlu memahami benar terlebih dahulu konsep atau pengertian pedesaan itu.

Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil yang ada di negeri ini. Luas wilayah desa biasanya tidak terlalu luas dan dihuni oleh sejumlah keluarga. Mayoritas penduduknya bekerja di bidang agraris dan tingkat pendidikannya cenderung rendah.
Desa juga merupakan wakil gambaran dari lingkungan dan masyarakat yang masih bersahaja. Gambaran yang demikian ini apabila salah dalam menafsirkannya akan mengakibatakan timbulnya persepsi yang cenderung telah menyederhanakan pengertian desa. Desa-desa di dunia ini lantas dilihat sebagai sesuatu yang seragam atau homogeny. Dengan kata lain, pengertian desa lalu digeneralisasikan secara berlebihan, seolah-olah didalamnya tidak ada kompleksitas atau bahkan tidak "ada apa-apanya". Desa dengan kecenderungan ini di mana pun dianggap sama saja. Sebagai wakil dari masyarakat yang masih tradisional, maka cirinya sudah jelas, dan oleh karena itu hanya cukup satu pengertian saja mengenai desa, yakni pengertian umum yang berlaku untuk desa-desa di mana pun di dunia ini. Apakah memang demikian kenyataannya? Dan apakah anda menerima pendapat semacam ini? Nah apabila anda menjawab: ya, maka anda akan hanya mengkonsumsi pemahaman semacam ini tentu kurang berharga untuk dijadikan modal bagi peningkatan dan pendalaman studi mengenai masyarakat desa lebih lanjut.    
    II.            Metodologi
Jika menggunakan kereta, kita bisa menggunakan kereta "Commuter Line" Jabodetabek, jika dari UIN naik angkutan umum S10 turun di stasiun Pondok Ranji dan turun di Stasiun Tanah Abang, setelah transit naik kereta yang menuju Stasiun Bogor. Sesampainya di Stasiun Bogor bisa naik angkutan kota 02 atau 03 menuju Terminal Laladon, sesampainya di Laladon naik kembali angkutan umum tumaritis yang menuju Desa Cibitung Tengah.
 Selain Lumayan sangat jauh untuk sampai di desa situdaun. Karena, selain jarak yang cukup jauh, ketika sampai di stasiun kereta bogor, dan naik angkutan umum 2 kali, saya bingung harus sampai desa situdaun menaiki apa, karena setelah menaiki 2 angkutan umum, tidak ada lagi angkutan umum yang mengantarkan saya sampai desa situdaun, lalu saya memutuskan naik ojeg dari pasar sampai dengan desa situdaun.
Penelitian dilaksanakan di Desa Situdaun Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat pada tanggal
 III.            Teori
Teori Struktural
Teori struktural sangatlah berkaitan erat dengan perubahan suatu struktur ekonomi yang ada di suatu negara. Teori ini berusaha menjelaskan mengenai negara-negara di dunia ini yang mana dibagi atas negara maju (industri) dan terbelakang (pertanian), yang saling berhubungan dan berkaitan erat antara satu dengan lainnya
Teori Struktural adalah teori yang menyatakan bahwa berbagai gejala budaya dan alamiah
sebagai bangun teoritis (abstrak) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan
satu sama lain, relasi sintagmatis dan paradigmatis.
 IV.            Gambaran umum desa
Luas Wilayah Desa situdaun adalah 329.045 Ha yang terdiri dari 4 Dusun dengan 4 rukun warga (RW) dan 20 Rukun Tetangga (RT), Desa Situdaun memiliki batas wilayah administratif sebagai berikut :
Sebelah Utara              : Desa Cihidung Udik Kec. Ciampea
Sebelah Timur             : Desa Purwasari Kec. Dramaga
Sebelah Selatan           : Desa Gunung  Malang Kec. Tenjolaya
Sebelah Barat              : Desa Cibitung Tengah Kec. Tenjolaya

Topografi
Desa Situdaun merupakan desa yang berada didaerah kaki gunung salak, terbagi dalam beberapa bentangan wilayah desa. Berdasarkan hidrologinya, aliran-aliran sungai di wilayah desa situdaun membentuk pola daerah aliran sungai. Tercatat beberapa sungai maupun solokan baik  skala kecil, sedang dan besar, terdapat di desa situdaun, seperti :
-          Sungai Cihideung (merupakan batas wilayah dengan kecamatan Dramaga)
-          Sungai Cinangneng (merupakan batas wilayah dengan Desa Cibitung Tengah dan Desa Cinangneng)
-          Sungai Cipalayangan
Disamping itu ada pula beberapa mata air yang biasa digunakan sebagai sumber mata air bersih, maupun sumber air untuk pertanian.
            Mata Air Utama yang menghidupi Desa Situdaun adalah diantaranya :
1.      Mata Air Curug Nangka
2.      Mata Air Curug Luhur
3.      Mata Air Cikemang
4.      Mata Air Cekdam
5.      Mata Air Gadog (Weslic)

Luas dan Sebaran Penggunaan Lahan
Pada umumnya lahan yang terdapat di Desa Situdaun digunakan secara produktif, dan hanya sedikit saja yang tidak dipergunakan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Desa Situdaun memiliki sumber daya alam yang memadai dan siap untuk diolah. Luas lahan berupa sawah teknis seluas 20 Ha, semi teknis 50 Ha, tadah hujan 2.5 Ha, dan yang lainnya berupa tanah pekarangan 10.4 Ha, hutan rakyat 0.5 Ha, pangangonan 5 Ha, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya mengenai luas tanah dan penggunaannya dapat dilihat pada table dibawah ini :

    V.            Analisis
1.      Tata Kelola Desa
Desa merupakan entitas penting dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keberadaan desa telah ada sejak sebelum NKRI diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk.
Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa "Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 "Zelfbesturende landschappen" dan "Volksgemeenschappen", seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya.
Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut". Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya.
Berdasar klausul di atas, komitmen NKRI untuk menghargai dan menghormati atas kebhinekaan masyarakat asli sangat tinggi. Pada UUD 1945 pasal 18, Negara Indonesia dibagi dalam sejumlah daerah, ada daerah yang bersifat otonom, ada juga daerah yang bersifat administratif belaka. Lalu, negara menghormati produk-produk hukum lama yang tdak bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga seharusnya, pemerintah menempatkan desa atau disebut dengan nama lain sebagai lembaga otonom yang diakui status dan hak-haknya secara khusus di luar kerangka sub-sistem pemerintahan daerah.
Sejarah kelam hubungan negara-desa diawali dengan lahirnya UU No 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Pemerintah menyeragamkan susunan kelembagaan dan organisasi desa. Desa ditempatkan sebagai satuan wilayah pemerintahan di bawah kecamatan. Usia UU ini cukup panjang, baru pada 1999 muncul UU Otonomi Daerah yang menghapus keberadaannya karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
UU no 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah menempatkan desa dalam bingkai otonomi daerah. Namun, UU Otonomi Daerah tak berusia lama. Selanjutnya muncul UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Alih-alih mendorong kemandirian desa, UU 32 tahun 2004 justru mengkerdilkan keberadaan desa sebagai bagian dari pemerintahan daerah.
Pada 2014 muncul kebijakan baru yang mengatur desa secara khusus, yaitu UU No 6 tahun 2014 tentang Desa. UU Desa disahkan pada 18 Desember 2013 dan masuk dalam lembaran negara no 6 tahun 2014 pada 15 Januari 2014. UU Desa menjadi titik balik pengaturan desa di Indonesia. UU Desa menempatkan desa sesuai dengan amanat konstitusi dengan merujuk pasal 18B aya 2 dan Pasal 18 ayat 7.
UU Desa membentuk tatanan desa sebagai self-governing community dan local self-government. Tatanan itu diharapkan mampu mengakomodasi kesatuan masyarakat hukum adat yang menjadi fondasi keragaman NKRI. Asas pengaturan desa dalam Undang-Undang ini adalah:
1.      Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
2.      Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa;
3.      Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
4.      Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun Desa;
5.      Kegotong-royongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun Desa;
6.      Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa;
7.      Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan;
8.      Demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;
9.      Kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;
10.  Partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan;
11.  Kesetaraan, yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran;
12.  Pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan
13.  Keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa.
2.      Perencanaan Pembangunan Desa
a.       Membangun pola hidup sehat melalui pemberdayaan kader kesehatan
b.      Meningkatkan dan memerdayakan peranan perempuan dan pemuda, dengan tetap memelihara adat istiadat dan budaya local.
c.       Membuat Besek Ikan yang di pelopori oleh Ibu Pipih sejak Tahun 2003
d.      Pembuatan Bunga Kering per individu dan di kirim ke berbagai kota-kota


3.      Keadaan Ekonomi
Pajak dan Retrebusi Desa
Pajak dan Retrebusi Desa di Desa Situdaun tahun 2009 mengalami peningkatan dari pada tahun sebelumnya. Penerimaan pajak dan retrebusi desa pada tahun 2009 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 13 dibawah ini.

Pajak dan Retrebusi Desa
Di Desa Situdaun Tahun 2009
No
Uraian
2009
2010
1
Pajak dan Retrebusi Daerah
31.900.000
48.978.900
2
Retrebusi Desa
20.000.000
12.000.000
3
Lain-lain
597.467.720
701.716.400
JUMLAH
648.367.720
761.694.400

Sarana dan Prasarana Sosial Ekonomi
Pada umumnya jenis sarana social ekonomi masyarakat desa situdaun berupa usaha perdagangan, terutama warung kebutuhan rumah tangga sehari-hari yang berskala kecil sekali.
Disamping itu pula sarana ekonomi yang menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat desa situdaun adalah sarana lahan pertanian.
4.      SDM Desa
Tersedianya sarana peribadatan dan sumber daya manusia yang kompeten. perkembangan situasi dan kondisi ketenaga kerjaan di desa situdaun sampai akhir tahun 2009, masih menunjukkan keadaan kondusif, walaupun dipihak lain masih dihadapkan pada keterbatasan lapangan kerja dan jumlah pencari kerja yang cukup banyak. Keadaan ini semakin sulit dikendalikan sebagai akibat krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM. Banyaknya pencari kerja di desa situdaun adalah sebagai akibat penambahan angkatan kerja baru dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kondisi ini terus berlangsung diberbagai lapisan dan tingkatan sektor-sektor usaha strategis yang banyak menyerap tenaga kerja. Keadaan seperti ini memberikan kontribusi sangat besar terhadap jumlah pencari kerja yang tidak diproyeksikan sebelumnya.


 VI.            Kesimpulan
            Pengertian atau pemahaman seseorang tentang konsep desa dan pedesaan itu kelihatannya amat berbeda dari satu kawasan ke kawasan yang lain, berbeda dari satu Negara ke Negara yang lain. Dengan demikian, mungkin sekali juga, bahwa konsep sosiologi pedesaan ituberbeda dari satu lokasi ke tempat yang lain. Oleh karena itu, kita perlu memahami benar terlebih dahulu konsep atau pengertian pedesaan itu.

Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil yang ada di negeri ini. Luas wilayah desa biasanya tidak terlalu luas dan dihuni oleh sejumlah keluarga. Mayoritas penduduknya bekerja di bidang agraris dan tingkat pendidikannya cenderung rendah.

Daftar Pustaka
Wisadirana, Darsono. 2004. Sosiologi Pedesaan. UMM Press : Malang.
Long, Norman. 1977. Sosiologi Pembangunan Pedesaan. PT Bumi.
Raharjo 2011 Sosiologi Pedesaan Jakarta Universitas Terbuka
Sugihen, Bahrein T. 1996. Sosiologi Pedesaan (suatu pengantar), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini