Minggu, 30 September 2012

teori kontruktivisme

Nama               : Fevi Saleha
Kelas               : PMI 3A
NIM                : 11111054000024
Pelajaran          : Sosiologi Perkotaan
Judul               :  Teori kontruktivisme
Tugas               : ke-3
 
            Teori kontruktivisme menurut weber adalah suatu tindakan individu yang berpengaruh kepada kehidupan sosial yang mengontruksikan mimpi, nilai, sebagai tindakan sosial. "kekayaan bukan untuk dinikmati, tetapi diimani". Menurut webber :"ketaatan beragama yang kita yakini sangat rasional".
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Konstruksi adalah suatu konsep yang generalisasi dari hal-hal yang khusus yang dapat diamati dan diukur. Paradigma konstruktivisme dapat ditelusuri dari pemikiran weber yang menjadi ciri khas bahwa perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam. Weber melihat bahwa individu yang memberikan pengaruh pada masyarakat tetapi dengan catatan, bahwa tindakan sosial individu berhubungan dengan rasionalitas. Tindakan sosial yang dimaksud oleh weber adalah yang  berupa tindakan yang nyata yang diarahkan kepada orang lain
            Max Weber mengklasifikasi empat tipe tindakan yang dibedakan dalam konteks motif pelakunya, sebagai berikut[1][1] :
  1. Traditional Action (Tindakan Tradisional) yaitu tindakan sosial murni. Tindakan yang didasari pada kebiasaa-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu saja.
  2. Affectual Action (Tindakan Afektif) yakni tindakan yang dibuat-buat, dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si pelaku. Tindakan ini sukar dipahami, kurang atau tidak rasional
  3. Tindakan berorientasi tujuan atau penggunaan rasionalitas instrumental
  4.  Werktrational Action yakni tindakan dimana pelaku menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuannya. Tindakan ini menunjuk kepada tujuan itu sendiri. Tindakan ini rasional, karena pilihan-pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan.
  5. Tindakan berorientasi nilai atau penggunaan rasionalitas nilai (Zwerk Rational) yakni tindakan sosial murni, dalam tindakan ini pelaku tidak hanya sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri.
Konsep Weber tentang fakta sosial sangat berbeda dengan konsep Durkheim. Durkheim membagi struktur masyarakat menjadi tiga kelas yang posisinya tidak bisa diubah dan tidak bisa bergeser. Sedangkan menurut Weber dalam konsepnya ini tidak memisahkan dengan tegas antara struktur sosial dengan pranata sosial.  Struktur sosial dan pranata sosial keduanya membantu untuk membentuk tindakan sosial manusia yang penuh arti dan berpengaruh pada perkembangan kualiatas manusia itu sendiri.
Weber menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan sosial, tetapi dengan beberapa catatan, dimana tindakan sosial yang dilakukan oleh individu tersebut harus berhubungan dengan rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari melalui penafsiran serta pemahaman (interpretive understanding). Dengan demikian paradigma ini sangat menekankan arti subjektif dari tindakan sosial. Yang mana paradigma ini memusatkan perhataiannya kepada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Menurut paradigma ini pokok persoalan dalam sosiologi adalah tingkah laku individu. Paradigma ini juga menekankan pendekatan objektif empiris terhadap kenyataan sosial, karena data empiris mengenai kenyataan sosial hanyalah perilaku-perilaku individu-individu yang nyata.
Istilah konstruksi sosial atas realitas (Social Construction of Reality), menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul "The Sosial Construction of Reality, A Treatise in the Sociological of Knowledge" (1996). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.[2][2]
Ada 3 macam konstruktivisme, yaitu :
1.      Konstruktivisme Radikal
Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran manusia. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksikan suatu realitas ontologisme obyektif, namun sebagai sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif. Karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu. Sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.
2.      Realisme Hipotesis
Dalam pandangan realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realita dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.
 
3.      Konstruktivisme Biasa
Sedangkan konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari realitas obyek dalam dirinya sendiri. Dari ketiga konstruktivisme diatas terdapat kesamaan, dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau yang ada disekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya itu, berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, yang oleh Piaget disebut dengan skema atau skemata. Konstruktivisme macam ini yang oleh Berger dan Luckman disebut dengan konstruksi sosial.
Unsur-Unsur Konstruksi Sosial berdasakan kenyataan sosial, unsur terpenting dalam konstruksi sosial adalah masyarakat, yang di dalamnya terdapat aturan-aturan atau norma, baik itu norma adat, agama, moral dan lain-lain. Dan, semua itu nantinya akan terbentuk dalam sebuah struktur sosial yang besar atau institusi dan pertemuan. Struktur sosial atau institusi merupakan bentuk atau pola yang sudah mapan yang diikuti oleh kalangan luas di dalam masyarakat. Akibatnya institusi atau struktur sosial itu mungkin kelihatan mengkonfrontasikan individu sebagai suatu kenyataan obyektif dimana individu harus menyesuaikan dirinya.
 
 


[1][1] http://jalanpencerahan.wordpress.com/2012/03/25/max-weber/
[2][2] http://royahmadsketsa.wordpress.com/2012/02/21/konstruksi-sosial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini