Selasa, 26 Mei 2015

DESA RAHTAWU_IKRIMA NUR ALFI_PMI 2

NAMA            : IKRIMA NUR ALFI
NIM                : 111405400000015
Nama Rahtawu sudah ada sejak zaman nenek moyang (zaman kadewan) dan belum ada seorang pun  yang menceritakan asal muasal nama Desa tersebut. Sedangkan menurut masyarakat setempat nama Rahtawu berarti darah yang mengalir. Pada jaman dahulu, konon pada saat istri Sakri melahirkan seorang anak laki-lakinya yang diberi nama Abiyoso itu banyak mengeluarkan darah bahkan tidak bisa di hentikan, sehingga darah keluar bagai aliran air. Sehingga saat itu sakri yang sekarang dikenal  Eyang Sakri memberi nama desa tersebut RahTawu ( yaitu darah keluar yang banyak dan sampai ditawu ).

Desa Rahtawu dulunya adalah daerah gunung yang bertelaga  yang disebut Wukir Rehtawu. Wukir Rehtawu merupakan salah satu nama puncak pada deretan pegunungan yang tinggi dan luas di Jawa Tengah. Deretan pegunungan itu disebut Sapta Arga. Bukti dari gunung yang bertelaga tersebut adalah ditemukannya fosil-fosil tulang ikan purba, batu karang yang besar dan tanah liat di seluruh pelataran desa ini. Banyak para dewa yang bersemedi di Wukir Rehtawu, setelah perubahan zaman dari masyarakat beragama Hindu hingga Islam masyarakat pun memilih bertempat tinggal di daerah Wukir Rehtawu. Dari satu per satu warga hingga ratusan kini yang bermukim dulunya membabati hutan dan menjadikannya daerah pemukiman warga. Semakin banyaknya warga maka dijadikanlah sebuah desa dengan nama Rahtawu.
Masyarakat desa rahtawu mempercayai bahwa adanya mitos yang beredar secara turun menurun yakni larangan menanggap wayang. Wayang merupakan salah satu kebudayaan di Indonesia untuk meneladani sifat para tokoh dewa. Wayang di Indonesia ditampilkan ketika seorang punya hajat. Namun berbeda dengan masyarakat desa Rahtawu jika masyarakat melanggar tabu dengan menanggap wayang di daerah Rahtawu akan berakibat bencana yang dapat membahayakan masyarakat khususnya bagi dalang yang menanggap wayang tersebut. Musibah tersebut biasanya berupa penyakit aneh yang tidak dapat disembuhkan dan angin besar yang dapat membahayakan masyarakat setempat. Hal ini pun pernah terjadi sebelum abad modern kita dalangnya dikabarkan hilang.
Masyarakat menganggap bahwa para dewa yang dimainkan oleh dalang lewat pagelaran wayang tersebut marah. Dengan adanya mitos tersebut masyarakat desa rahtawu jika mempunyai khajat lebih memilih menanggap tayub atau jogetan tradisional di daerah pantura Jawa Tengah. Budaya yang sanggat kental di masyarakat setempat adalah doa bersama setiap tanggal 1 suro yang bertujuan untuk memanjatkan doa kepada Tuhan dan minta keselamatan agar hasil bumi lebih banyak dari tahun lalu.
Di Rahtawu pengaruh peradaban Hindu, Buddha dan Islam tidak nampak jelas. Tidak ada jejak berupa bangunan peribadatan (candi) Hindu dan Buddha. Bahkan tidak ada arca maupun ornamen bangunan yang terbuat dari batu berukir sebagaimana ditemukan di Dieng, Trowulan, Lawu, dan tempat-tempat lainnya di Jawa. Nilai budaya yang dapat kita ambil untuk sikap dan pribadi kita dari  folklore desa Rahtawu adalah nilai religius untuk selalu bersyukur kepada Allah dengan memanjatkan doa, nilai  peduli lingkungan dan komunikatif sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini